Sukses

Ini Alasan Pemerintah Tak Berlakukan Sanksi PSBB Sejak Awal

Namun, pemerintah sudah menyiapkan sanksi terhadap pelanggaran aturan larangan mudik selama bulan Ramadan.

Liputan6.com, Jakarta - Tenaga Ahli KSP Brian Sriprahastuti mengungkap mengapa pemerintah tidak langsung memberlakukan sanksi terhadap pelanggar penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Namun, pemerintah sudah menyiapkan sanksi terhadap pelanggaran aturan larangan mudik selama bulan Ramadan. Sanksi yang disiapkan berdasarkan pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan. Pidana yang menanti adalah kurungan selama satu tahun dan atau denda sebesar Rp100 juta.

Pemerintah saat ini masih menerapkan edukasi kepada masyarakat. Pelanggar mudik hanya akan disuruh putar arah kembali. Sebab pemerintah memutuskan akan mengedepankan tindakan persuasif di awal

"Memang arahan kita kemarin semangatnya edukasi. Pilihan sanksi hukum bukan yang utama," kata Brian dalam diskusi daring, Minggu (26/4/2020).

Sanksi tersebut baru dapat diterapkan mulai 7 Mei 2020. Brian mengatakan, awalnya pemerintah tidak menerapkan sanksi agar masyarakat tidak kaget dengan aturan baru. Dia mengungkit masyarakat sudah memaksakan untuk mudik sebelum larangan tersebut diberlakukan per 24 April lalu.

"Mengapa tak langsung dilaksanakan, supaya tidak kaget juga. Saya tak menutup mata menjelang tanggal 24 ada data pergerakan manusia, saya duga satu hari kemarin sudah ada orang maksa bergerak. Ini tipikal masyarakat kita begitu," kata Brian.

Adapun pemerintah telah menerima dua kajian terkait pencegahan persebaran virus corona. Pertama, menurut analisis Big Data, sejak diterapkan PSBB jumlah mobilitas masyarakat mulai berkurang. Disimpulkan bahwa hanya dengan PSBB efektif untuk memutus penyebaran virus corona.

"Secara ilmiah banyak studi PSBB ini social distancing yang sangat efektif untuk memutus mata rantai tinggal bagaimana tingkat efektivitas itu, tergantung kedisiplinan orang," kata Brian.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Puncaknya Pertengahan Mei

Namun, ada kajian lain perlu ada pembatasan pergerakan besar-besaran. Yaitu dengan pelarangan mudik dari daerah zona merah seperti Jakarta. Kajian itu menyebut jika ditambah dengan daerah penyangga, episentrum Covid-19 80 persen terpusat di Jakarta.

"Kalau tak dihentikan ini akan menyebar ke daerah lain," kata Brian.

Maka itu, dengan pembatasan demikian diprediksi puncak kurva kasus positif corona berada di pertengahan bulan Mei 2020. Dan akan menurun selanjutnya dengan catatan jaga jarak diberlakukan secara efektif.

"Kalau PSBB ini bisa berjalan efektif kita ingin secepatnya selesai. Kemungkinan puncaknya di pertengahan Mei kemudian akan menurun dengan catatan sosial distancing betul-betul efektif," kata Brian.