Liputan6.com, Jakarta - Pandemi virus Corona Covid-19 yang berujung pada kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB sudah berdampak pada kegiatan ekonomi.
Belum lagi saat ini sudah dikeluarkan larangan mudik Lebaran 2020 demi mencegah penyebaran virus Corona Covid-19.
Baca Juga
Salah satu yang terkena dampaknya adalah operasional bus Antar Kota dan Antar Provinsi (AKAP) dan bus pariwisata, baik milik swasta maupun BUMN terhenti. Bahkan, para karyawan dan sopir dirumahkan.
Advertisement
Ketua Persatuan Angkutan Pariwisata Bali (Pawiba) Nyoman Sudiarta mengatakan, sejak Februari 2020, sudah terjadi penurunan jumlah penumpang.
"Semenjak wabah Covid-19 ini sebenarnya okupansinya sudah menurun 80 persen. Kemudian ada PM (Peraturan Menteri) 25 ini sudah tidak ada tamu lagi, kami tidak ada operasi, karyawan dirumahkan, sopir pulang kampung semua," ujar Nyoman.
Dia memaparkan, total armada pariwisata di Bali sebanyak 1.200 unit dengan 2.000 kru dan 300-500 pegawai. Nyoman menegaskan, saat ini kondisi pariwisata sudah tidak lagi bergerak.
Berikut dampak dan harapan dari pengusaha bus di tengah pandemi Corona Covid-19 di Indonesia:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
200 Kepala Keluarga Terdampak
Direktur PO NPM, Angga Vircansa Chairul mengatakan, penghentian operasional bus karena Corona Covid-19 ini berdampak langsung pada 200 kepala keluarga.
"Kami memiliki 133 pengemudi, kru sebanyak 70 orang, artinya ada 200 lebih kepala keluarga yang terdampak langsung," kata Angga.
Dia pun mengeluhkan bantuan langsung tunai atau BLT dari kepolisian, di mana belum ada pencairan dan kuota terbatas.
Advertisement
90 Persen Bus Berhenti Beroperasi
Sementara itu, Direktur Utama Perum Damri, Setia N Milatia Moemin mengatakan, 90 persen operasional terhenti.
Kemudian, kata Setia, 10 persen lainnya digunakan untuk antar jemput tenaga medis serta pengangkutan alat kesehatan.
"Posisi kami dari Maret ke April tinggal 10 persen operasi karena ada penutupan di Jabodetabek. Untuk bus bandara bahkan harus tutup saat ini," ucapnya.
"Kami beroperasi lebih untuk paramedis ke rumah sakit-rumah sakit rujukan karena membantu sosial distancing supaya mereka ke RS tepat waktu dan mengangkut para medis dari beberapa point, juga karyawan perbankan yang masih harus kerja," sambung Setia.
Harap Pemerintah Berikan Kebijakan
Ketua Pawiba Nyoman Sudiarta berharap, pemerintah memberikan kebijakan relaksasi dan stimulus.
Karena, kata dia, hal itu menyangkut kelangsungan bisnis transportasi, seperti penundaan pembayaran angsuran bus.
"Menyangkut perpajakan juga penghapusan pasal 21 dan 25 dan ketiga karena karyawan dirumahkan, menyangkut BPJS karyawan. Kami sudah tidak melakukan kegiatan yang mana BPJS di luar pungutan upah diberikan relaksasi," kata Nyoman.
Selain itu, dia juga berharap adanya relaksasi berupa KIR dan asuransi Jasa Raharja.
"Kami harapkan dari pemerintah, karyawan kami menerima BLT. Pengusaha juga mendapatkan fasilitas. Dari kita sudah mendaftar ke kepolisian tapi dananya belum cair," tutur Nyoman.
Advertisement
Tunggu Bantuan
Direktur PO Putra Jaya Vicky Hosea mengatakan, sejak pertengahan Maret, operasional sudah terdampak di Makassar mulai dari turun 50 persen, 80 persen, hingga setelah adanya PM 25/2020 menjadi 90 persen.
"Sekarang tinggal sisa 10 PO yang beroperasi," kata Vicky.
Vicky menyebutkan, jumlah PO di Makassar hanya 30 hingga 40 dengan mengoperasikan bus sebanyak 300 unit.
"Kami tambahkan yang kami rasakan di Sulawesi, dampak Covid-19 secara otomatis yang terkait dalam hal ini awak angkutan umum yaitu kru sampai saat ini di Makassar dua minggu lalu memang ada pendataan dari Satlantas Polres mendata nama-nama kru yang akan diberikan BLT. Tapi setelah diberikan sampai saat ini belum ada feedback apakah ini akan dicairkan atau bagaimana," jelas Vicky.
Reporter : Idris Rusadi Putra
Sumber : Merdeka