Sukses

Polisi Setuju Ada Kampung Ancam Pemudik Bandel Masuk Karantina Rumah Angker

Polri akan bekerja keras menegakkan aturan larangan mudik untuk memutus rantai penyebaran virus corona Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Kabag Ops Korlantas Polri Kombes Benyamin menyatakan, pihaknya merasa terbantu dengan adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah untuk mencegah warga mudik di tengah pandemi virus corona Covid-19.

Bahkan dia mengapresiasi adanya wilayah yang menerapkan kebijakan karantina terhadap warganya yang kedapatan nekat mudik.

"Di beberapa tempat menyusul dengan adanya PSBB ini menolong kita juga menahan pergerakan manusia ke luar. Jakarta ini kan paling tinggi. Ada juga bahkan yang tidak PSBB tapi kampungnya membuat PSBB sendiri," tutur Benyamin saat diskusi melalui Telegroup Discussion Divisi Humas Polri di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (30/4/2020).

Benyamin pun mengapresiasi sejumlah wilayah yang menerapkan karantina khusus bagi pemudik bandel. Seperti dengan mengisolasi mereka di rumah angker.

"Ada yang mengancam masyarakat Jakarta kalau mudik dimasukkan ke tempat yang angker. Ini juga merupakan cara penyampaian yang lumayan. Apalagi katanya di masyarakat Indonesia setan itu lebih menakutkan daripada hukum," jelas dia.

Yang pasti, lanjut Benyamin, Polri akan bekerja keras menegakkan aturan larangan mudik Lebaran 2020. Hal itu demi menjaga seluruh masyarakat dari semakin merebaknya penyebaran virus Corona atau Covid-19.

"Kami berupaya optimal, 24 jam anggota tidak berhenti terus bergantian," Benyamin menandaskan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Dikarantina di Rumah Angker

Sebelumnya, perantau bandel yang tetap mudik ke Sragen, Jawa Tengah, saat pandemi virus corona kena batunya. Ada lima orang yang dijebloskan ke rumah angker yang disiapkan kepala desa setempat untuk mengisolasi pemudik bandel.

Awalnya, ada dua warga dari Desa Jabung, Kecamatan Plupuh yang menjalani karantina di rumah angker tersebut. Kini, pemudik yang menjalani karantina di rumah angker itu bertambah tiga orang dari Desa Sepat, Kecamatan Masaran, Sragen, Jawa Tengah.

Kepala Desa Sepat, Mulyono mengatakan, Satgas Lawan Covid-19 Sepat memang menyediakan rumah kosong berhantu sebagai tempat karantina untuk warga yang membandel.

"Sekarang tiga orang warga itu masih menghuni rumah kosong itu," ujar Mulyono.

Bermula dari Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati mendapat laporan ada dua orang warga di Desa Jabung, Kecamatan Plupuh, Sragen, yang enggan karantina mandiri di rumah. Mereka lantas dimasukan ke dalam rumah angker tersebut.

"Salah satu desa di Plupuh tadi pagi melapor. Ada dua warga di Plupuh yang sepakat dan mau karantina mandiri tetapi di tengah jalan melanggar komitmen itu. Akhirnya, dua warga itu dimasukan ke rumah kosong dan berhantu lalu dikunci dari luar. Kalau mereka itu bisa patuh mestinya tidak sampau dimasukkan ke rumah kosong dan dikunci dari luar," ujarnya.

Yuni, sapaan akrab Bupati Sragen, juga memerintahkan Camat Miri, untuk membersihkan rumah angker di tengah sawah sebagai tempat karantina warga yang menolak karantina mandiri di rumah selama14 hari.

Pemudik Wajib Karantina Mandiri. Dia mengatakan pemudik yang pulang harus datang ke posko Lawan Covid-19 di desa dan mendatangani perjanjian melaksanakan isolasi atau karantina mandiri selama 14 hari. Kalau pemudik di Sragen menolak karantina mandiri, desa bisa mengambil tindakan tegas, salah satunya memasukkan mereka ke rumah angker.

"Bagi pemudik yang tidak bisa ditahan untuk pulang dan harus tetap pulang tidak apa-apa tetapi harus taat aturan. Kalau tidak mau ikut aturan untuk karantina mandiri ya masukin ke rumah kosong berhantu saja. Di Miri ada rumah yang sangat menyeramkan. Saya minta camat untuk membersihkan rumah itu untuk karantina orang-orang yang bandel. Ya, di tengah sawah Desa Jeruk," ujarnya.

Pada akhirnya, pemudik bandel itu meminta dipulangkan karena rindu dengan keluarga, ketakutan, dan ada yang sering mimpi seram. Menanggapi hal, Satgas Lawan Covid-19 Desa Sepat memulangkan mereka semua.

Mereka kemudian diminta membuat surat pernyataan untuk berkomitmen menjalani karantina mandiri dengan pengawasan keluarga dan lingkungan usai keluar dari rumah angker. Penjelasan itu disampaikan Kepala Desa Sepat, Masaran, Sragen, Mulyono, saat dihubungi Solopos.com, Minggu 26 April 2020.

"Ketiga orang itu minta pulang karena sudah tidak betah lagi dan katanya sering mimpi seram. Ada yang menangis juga karena ketakutan dan bosan. Kalau melihat penampakan hantu belum. Akhirnya ya kami pulangkan tiga hari lalu [Kamis (23/4/2020)]. Mereka harus membuat surat pernyataan lagi untuk sanggup karantina mandiri. Orang tua, keluarga, dan lingkungan ikut mengawasi selama masa isolasi," ujar Mulyono.

Dia mengatakan sekarang rumah angker di Sragen untuk karantina itu kosong lagi. Kebijakan karantina di rumah berhantu itu, kata Mulyono, ada sisi baiknya terutama bagi para pelaku perjalanan (PP) atau pemudik yang lain.

Dia mendapat laporan ada pemudik yang takut pulang ke rumah karena tidak mau dimasukkan ke rumah angker di Sragen itu untuk menjalani karantina.