Sukses

LBH Pers: 59 Pekerja Media Buat Aduan Terkait Dampak Wabah Corona

Pandemi Corona mengguncang stabilitas segala sektor, termasuk ekonomi. Dunia media tak luput dari krisis tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Corona mengguncang stabilitas segala sektor, termasuk ekonomi. Beberapa perusahan pontang-panting mengambil langkah agar tidak bangkrut.

Cara terbanyak yang dilakukan perusahaan adalah menunda upah pekerja, memotong upah pekerja, merumahkan pekerja tanpa ada pemberian upah, bahkan memutus hubungan kerja karyawan (PHK).

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ade Wahyudin mengatakan, pekerja media pun tak luput dari krisis akibat wabah Corona saat ini. Dia menyebut, sudah ada sekitar 59 pekerja media, khususnya pers, yang membuat aduan.

"Saat ini kita sudah menerima 59 aduan. Kita buat posko pengaduan ini sudah berjalan 3 minggu," ujar Ade dalam diskusi Jerit Pekerja Media di Tengah Pandemi, Jumat (1/5/2020).

Dia menuturkan dari jumlah pekerja yang mengadu itu kebanyakan berstatus pekerja tetap dengan berbagai jabatan, seperti reporter, manager, sales. Jika diperkirakan, kata dia, hampir 60 persen merupakan karyawan tetap di perusahaan media.

Dia menuturkan, jenis aduan yang disampaikan pekerja media di tengah pandemi Corona cukup beragam. Namun secara garis besar, adalah mutasi muda, pemotongan gaji, dan penundaan gaji.

"Pola kasusnya seperti itu, dan terbanyak adalah mutasi muda," ucap Ade.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Dalih

Ade mengatakan, banyak perusahaan berdalih memotong gaji atau upah, merumahkan pekerja dengan alasan pendapatan hilang karena pandemi Covid-19 sebagai force majeure atau keadaan kahar.

Padahal, menurut dia, langkah-langkah seperti itu harus dikomunikasikan oleh dua belah pihak, antara pekerja dan perusahaan.

"Penundaan pembayaran upah memang jadi salah satu opsi, tapi harus ada komunikasi dua belah pihak, jangan hanya perusahaan saja," jelasnya.

Selain itu, Ade juga menuntu adanya transparansi dari perusahaan yang dijadikan alasan memotong upah pekerja. Sebab menurutnya harus ada dasar jelas bagi perusahaan melakukan PHK.

"Bahkan di Undang-Undang Ketenagakerjaan itu konstruksinya ini tutup dulu perusahaannya baru PHK, jadi ada dasar jelas," tandasnya.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka