Liputan6.com, Jakarta - Fraksi PKS di DPR RI menolak Perppu No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 ditetapkan sebagai undang-undang. Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta mengungkapkan, argumen mendasar atas penolakan itu lantaran Perppu tersebut melanggar konstitusi.
"Kami melihat Perpu ini bisa membahayakan negara karena punya potensi melanggar konstitusi, sementara tujuannya untuk mengatasi Covid-19 beserta dampaknya tidak terlihat menjadi fokus utama," kata Sukamta dalam keterangannya, Rabu (6/5/2020).
Baca Juga
Perppu No 1 Tahun 2020 tersebut dinilai melanggar konstitusi karena salah satunya mereduksi peran dan kewenangan DPR dalam pembahasan dan penetapan APBN. Pada pasal 12 ayat 2 Perppu tersebut membuat pemerintah dapat menetapkan APBN hanya dengan peraturan presiden (Perpres). Itu melanggar Pasal 23 UUD 1945.
Advertisement
"Dengan delegasi ke Peraturan Presiden maka perubahan dilakukan secara sepihak oleh pemerintah dan tidak ada transparansi prosesnya, hal ini bisa rawan penyelewengan anggaran meski pemerintah bilang Perpu ini hanya untuk tahun 2020," kata Sukamta.
Berikutnya, Pasal 27 ayat 2 juga berpotensi melanggar konstitusi karena memberikan pejabat negara yang melaksanakan Perppu tersebut imunitas terhadap hukum.
"Aturan kekebalan hukum ini jelas melanggar prinsip equality before the law. Kita tentu tidak menghendaki uang triliunan rupiah jadi bancakan para penumpang gelap. Saya kira sudah ada contoh nyata soal akal-akalan anggaran ini berupa program kartu prakerja dengan pelatihan online senilai Rp 5,6 triliun dengan menunjuk 8 perusahaan digital sebagai mitra, yang mendapat banyak kritikan masyarakat," kata Sukamta.
"Dengan kewenangan extraordinary seperti itu sangat membuka ruang penyelewengan dan bisa ditunggangi pihak-pihak yang ingin ambil untung di atas penderitaan rakyat," imbuh anggota Banggar DPR RI itu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tidak Fokus Covid-19
Sukamta juga mengkritik Perppu tersebut yang tidak fokus menyelesaikan Covid-19 dan dampak sosial yang ditimbulkan. Karena anggaran insentif kesehatan dan insentif jaring pengaman sosial lebih kecil dibanding insentif pemulihan ekonomi dan insentif industri.
Insentif kesehatan sebesar Rp 75 triliun dan insentif jaring pengaman sosial Rp 110,1 triliun, sementara insentif pemulihan ekonomi Rp 185 triliun dan insentif industri Rp 220,1 triliun.
Sukamta juga mengkritik Perppu tersebut tak berdampak nyata karena masih banyak keluhan dari pihak rumah sakit kekurangan APD, hingga laboratorium yang kekurangan reagen untuk tes swab. Masyarakat yang seharusnya mendapat bantuan juga belum terakomodir semua.
"Saya kira ini indikasi nyata perubahan anggaran Perppu belum berdampak nyata menyelesaikan Covid-19," kata anggota Komisi I DPR itu.
Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com
Advertisement