Sukses

6 Hal Terkait Dugaan Perbudakan WNI di Kapal China

Para ABK yang selamat itu berhasil menceritakan kisah mereka kepada awak media di Korea Selatan ketika kapal bersandar di Busan.

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan viral terkait kabar dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dialami sejumlah anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) di kapal China.

Para ABK yang selamat itu berhasil menceritakan kisah mereka kepada awak media di Korea Selatan ketika kapal bersandar di Busan.

Seorang YouTuber Jang Hansol atau lebih dikenal dengan nama Korea Reomit menceritakan terkait viralnya kabar mengenai adanya dugaan kabar pelanggaran HAM di kapal Long Xin 629 milik China.

Melalui sebuah video yang diunggah di akun YouTubenya pada Rabu, 6 April 2020, Jang Hansol menerjemahkan berita video dari stasiun TV MBC.

"Kalau dari judulnya kayak begini, 'Eksklusif Kerja Satu Hari 18 Jam dan Kalau Meninggal karena Penyakit Langsung Dibuang di Pantai', kayak gitu," kata Jang Hansol.

Tak hanya itu, para ABK juga menceritakan mereka hanya bisa minum air laut yang difiltrasi, yang membuat pusing, kelelahan, dan berdahak.

Kasus tersebut pun langsung direspons oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul, Korsel.

Berikut 6 hal terkait kabar dugaan pelanggaran HAM yang dialami ABK WNI di kapal China dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 7 halaman

Tahu dari YouTuber Jang Hansol

Publik Indonesia dikagetkan oleh kabar mengenai dugaan pelanggaran HAM yang dialami ABK WNI, yang bekerja di sebuah kapal Long Xin 629 milik China. Sebuah video dari YouTuber Jang Hansol atau lebih dikenal dengan nama Korea Reomit.

Saat berita mengenai ABK Kapal ini trending di Korea Selatan, Jang Hansol langsung membuat video penjelasan soal ini di kanal miliknya.

Ketika berita ini ditulis, Kamis (7/5/2020), video Jang Hansol masuk dalam urutan pertama dalam jajaran trending di YouTube Indonesia.

Bahkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti, ikut bercuit dan membagikan video Jang Hansol tentang ABK WNI ini.

"Jadi waktu berita ini naik aku udah lihat, terus ada juga yang email aku, 'Mas Hansol tolong ini diberitakan karena berita ini belum sampai di Indonesia'," tutur Jang Hansol, menceritakan alasannya membuat video ini.

Ia lantas menerjemahkan berita video dari stasiun TV MBC.

"Kalau dari judulnya kayak begini, 'Eksklusif Kerja Satu Hari 18 Jam dan Kalau Meninggal karena Penyakit Langsung Dibuang di Pantai', kayak gitu," kata Jang Hansol.

Ia lantas menceritakan informasi ini didapatkan oleh MBC karena kapal tersebut sempat berlabuh di Busan.

WNI ABK lantas menyampaikan berita tersebut. Pada ABK ini memberikan video jenazah WNI bernama Ari yang dilarung ke laut.

Namun sebelum penyelidikan dilakukan, kapal ini telah kembali berlayar. Jang Hansol juga menceritakan kondisi tempat kerja WNI ABK ini.

"Jadi katanya tempat kerjanya itu sangat buruk dan terjadi eksploitasi tenaga kerja. Dan rekan kerja yang udah sakit selama satu bulan," kata dia.

Diceritakan juga bahwa WNI ABK hanya bisa minum air laut yang difiltrasi, yang membuat mereka pusing, kelelahan, dan berdahak.

"Dan sehari kerja 18 jam. 30 jam waktu bekerja diselingi waktu enam jam alias waktu makan, dan itu yang dihitung waktu istirahat," kata dia.

Disebutkan pula para ABK ini mendapat gaji US$ 120 atau Rp 1,7 juta setelah bekerja selama 13 bulan. Dengan kata lain, gaji bulanannya hanya sekitar Rp 100 ribu.

 

3 dari 7 halaman

Kabar dari Media MBC

Penelusuran Liputan6.com, para ABK itu berada di kapal Long Sing 629 milik China. Mereka memberikan informasi tentang keadaan mereka ke media Korsel saat sedang berlabuh di Busan.

Media MBC melaporkan bahwa ketika penyelidikan hendak dilakukan, kapal tersebut sudah kembali melanjutkan perjalanan.

Dalam video yang ditunjukkan MBC, terlihat ada seorang ABK yang meninggal di kapal tersebut yang kemudian jasadnya dibuang ke laut.

Media tersebut juga turut mengungkapkan bahwa sebelum jasad yang ada di video tersebut dibuang, ada pula beberapa jasad lainnya yang telah dibuang terlebih dahulu, tepat setelah mereka meninggal dunia.

Menurut informasi dari salah seorang saksi, ada 4 ABK yang telah meninggal dunia selama perjalanan kapal tersebut.

Selanjutnya, media MBC juga menampilkan adanya surat pernyataan dari para ABK yang menyatakan kesediaan mereka untuk dikremasi bila timbul suatu musibah hingga meninggal di tempat kapal itu bersandar.

Sebuah kesaksian yang juga ditampilkan MBC menyatakan, sistem kerja di kapal milik RRT tersebut memiliki kondisi yang tidak layak, termasuk mengeksploitasi tenaga kerja yang ada. Bahkan menurutnya, ABK yang meninggal tersebut sebelumnya sudah sakit selama satu bulan.

"Awalnya keram terus tahu-tahu kakinya bengkak, dari kaki terus nyerang ke badan terus sesak dia," ujar seorang saksi yang ditampilkan MBC.

Keadaan digambarkan lebih parah lagi, ketika ada laporan bahwa air mineral yang dibawa untuk perbekalan di kapal tersebut hanya diminum oleh awak China. Sedangkan awak Indonesia hanya diizinkan meminum air laut yang difiltrasi.

"Pusing terus enggak bisa minum air itu sama sekali. Pernah juga sampai kaya ada dahak-dahak di sini," ujar saksi tersebut.

Seorang saksi yang lain mengatakan bahwa para ABK memiliki jam kerja hingga 18 jam dengan waktu istirahat hanya 6 jam setelahnya.

Tak sampai disitu, upah yang didapat mereka selama bekerja hingga 13 bulan hanya sekitar US$ 120 atau Rp 1,7 juta. Atau dengan kata lain, gaji bulanannya hanya sekitar Rp 100.000.

Kapal tersebut semestinya bertujuan menangkap ikan tuna, namun terkadang juga menangkap ikan hiu. Aktivitas ilegal itulah yang membuat mereka tidak bisa berhenti di daratan mana pun.

 

4 dari 7 halaman

Korsel Selidiki Kasus Ini

Kasus ABK WNI tersebut langsung direspons oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul, Korsel.

"Sebagaimana diberitakan stasiun TV MBC Selasa (5 April 2020) malam, saat ini terdapat 14 ABK WNI yang sedang menjalani karantina di kota Busan sejak diturunkan dari kapal pada tanggal 24 April yang lalu," tutur Dubes RI untuk Korea Selatan, Umar Hadi saat dihubungi Liputan6.com, Rabu 6 April 2020 malam.

Umar menegaskan, KBRI Seoul memberi perhatian serius terhadap kasus yang menimpa ABK WNI di atas kapal penangkap ikan berbendera China tersebut.

"Para ABK WNI tersebut telah meminta bantuan pengacara pro bono setempat untuk menyelesaikan permasalahan mereka," jelas dia.

Menurut Umar, para ABK itu kini dalam kondisi baik dan sehat. Mereka akan segera dipulangkan ke Tanah Air usai masa karantina di Korea Selatan selesai.

"Otoritas penegak hukum Korsel sedang melakukan pemeriksaan atas permasalahan tersebut, termasuk laporan pelarungan jenazah rekan-rekan mereka di laut lepas," Umar menandaskan.

 

5 dari 7 halaman

Segera Dipulangkan

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul, Korea Selatan mengatakan, 14 ABK WNI dalam kondisi baik saat ini.

Diketahui, mereka berasal dari kapal ikan berbendera China yang tengah berlabuh di Busan. Menurut pemberitaan media setempat, diduga telah terjadi perbudakan selama mereka bekerja.

"KBRI Seoul terus memberi perhatian serius terhadap permasalahan yang dihadapi ABK WNI yang bekerja di atas kapal-kapal penangkap ikan "longliners" berbendera RRT. Sebagaimana diberitakan stasiun TV MBC Selasa malam," tulis siaran pers KBRI Seoul lewat siaran pers diterima.

KBRI Seoul melaporkan, 14 ABK WNI kini sedang menjalani karantina di Kota Busan sejak diturunkan dari kapal pada tanggal 24 April 2020 yang lalu.

Rencananya dalam waktu dekat mereka segera pulang ke Indonesia setelah masa karantina selesai.

 

6 dari 7 halaman

Kebijakan soal Pelarungan Jenazah

Kabar mengenai jasad para WNI yang bekerja sebagai ABK di kapal milik China memang tengah jadi sorotan. Bahkan kabar itu trending di Korea Selatan lebih dulu sebelum di Tanah Air.

Pemerintah Indonesia pun telah mengonfirmasi kebenaran berita tersebut. Melalui Kementerian Luar Negeri, dilaporkan bahwa ada dua kapal ikan berbendera RRT yakni Long Xin 605 dan Tian Yu 8, yang beberapa hari lalu berlabuh di Busan, Korea Selatan.

Diketahui kedua kapal tersebut membawa 46 awak kapal WNI dan 15 diantaranya berasal dari Kapal Long Xin 629.

Spesifik mengenai kematian para WNI ketika berada di dalam kapal, pemerintah menyampaikan bahwa kejadian tersebut berlangsung pada Desember 2019 dan Maret 2020 lalu.

Baik di kapal Long Xin 629 dan Long Xin 604, terjadi kematian 3 awak kapal WNI saat kapal sedang berlayar di Samudera Pasifik.

Kapten kapal menjelaskan bahwa keputusan melarung atau membuang jenazah ke laut karena kematian disebabkan penyakit menular dan hal ini berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya.

"KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus ini. Dalam penjelasannya, Kemlu RRT menerangkan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktek kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya," ungkap Kemlu RI dalam keterangan tertulisnya.

ILO Seafarer’s Service Regulation telah mengatur prosedur pelarungan jenazah (burial at sea).

Dalam ketentuan ILO, disebutkan bahwa kapten kapal dapat memutuskan melarung jenazah dalam kondisi antara lain jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah sehingga dapat berdampak pada kesehatan di atas kapal.

7 dari 7 halaman

Segera Panggil Dubes China

Dirjen Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) dan Bantuan Hukum Indonesia (BHI) Kementerian Luar Negeri Indonesia Joedha Nugraha mengaku akan memanggil duta besar China di Indonesia terkait pemberitaan trending di Korea Selatan soal ABK WNI yang diduga mengalami perbudakan.

"Kemlu akan memanggil Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT), meminta penejelasan terkait perlakuan (diduga perbudakan) diterima ABK WNI lainnya (di kapal ikan berbendara China)," tulis Joedha lewat siaran pers yang diterima.

Joedha melanjutkan, dari data KBRI Seoul yang berkoordinasi dengan otoritas setempat, telah dipulangkan 11 awak kapal pada 24 April 2020.

Kemudian ada 14 awak kapal lainnya akan dipulangkan pada 8 Mei 2020. Sementara itu, 20 awak kapal lainnya masih tetap melanjutkan bekerja di kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8.

"Menurut data kami, ada 3 ABK WNI yang meninggal dunia dan jenazahnya dilarung ke laut. Oleh karena itu kami juga akan minta penjelasan apakah sudah sesuai dengan ketentuan praktik internasional," jelas Joedha.

Joedha menjelaskan, menurut ILO Seafarer’s Service Regulation, prosedur pelarungan jenazah (burial at sea) dibenarkan hanya dalam kondisi tertentu.

Antara lain, jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah sehingga dapat berdampak pada kesehatan di atas kapal.

"KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus ini. Kementerian Luar Negeri China juga telah menjawab bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya," jelaasnya.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia bersama Kementerian/Lembaga terkait juga telah memanggil Manning Agency untuk memastikan pemenuhan hak-hak awak kapal WNI. Kemlu RI juga telah menginformasikan perkembangan kasus dengan pihak keluarga.