Liputan6.com, Jakarta - Mantan Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) I Nyoman Dhamantra divonis bersalah dalam perkara suap pengurusan impor bawang putih pada Rabu (6/5/2020). Dia dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Hak politik Dhamantra juga dicabut selama 4 tahun.
Dhamantra langsung mengajukan banding atas putusan itu. Usai sidang, tim penasehat hukum (PH) Dhamantra, KP Henry Indraguna menyatakan bahwa majelis hakim Pengadilan Tipikor tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan dalam memutus perkara tersebut.
"Fakta-fakta persidangan itu telah terungkap di muka persidangan," kata K.P Henry Indraguna dalam keterangannya, Kamis, (7/5/2020).
Advertisement
Indraguna menyebut sejatinya ada sederet fakta persidangan yang menegaskan bahwa Dhamantra tidak bersalah dalam perkara ini. Fakta pertama, kata dia, keterangan saksi yang menegaskan bahwa Dhamantra tidak mengetahui proses impor bawang putih.
Ada pula fakta yang menyebut bahwa Dhamantra tidak pernah memberikan perintah atau arahan kepada Mirawati Basri dan Elviyanto (pihak perantara) untuk melakukan pertemuan dengan Doddy Wahyudi, direktur PT Sampico Adhi Abattoir (penyuap) dkk.
"Klien kami juga tidak pernah mempengaruhi pejabat-pejabat di Kementerian Pertanian ataupun Kementerian Perdagangan agar RIPH (rekomendasi impor produk hortikultura), SPI (surat persetujuan impor) diterbitkan," ungkapnya.
Berdasar fakta persidangan, lanjut Indraguna, kewenangan menerbitkan RIPH dan SPI itu bukan urusan Dhamantra selaku anggota DPR. "Klien kami juga bukanlah orang yang bisa mempengaruhi pejabat-pejabat di kementerian agar RIPH, SPI milik Doddy Wahyudi diterbitkan," paparnya.
Selain tidak mempertimbangkan keterangan saksi, majelis hakim juga dianggap tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang telah diajukan di sidang. Misal, surat pengakuan Mirawati yang menerangkan bahwa Dhamantra tidak terlibat dalam pengurusan impor bawang putih.
"Dan klien kami tidak mengetahui kegiatan atau pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh Mirawati, Elviyanto dengan pihak yang berencana melakukan impor bawang putih," tuturnya. Elviyanto juga membuat surat pengakuan yang sama dan telah diajukan di persidangan.
Ada pula bukti lapor dari PT Indocev kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bukti itu menerangkan bahwa adanya transaksi pembelian dolar dari Mirawati Basri. Dalam persidangan, Mirawati mengakui bahwa dirinya melakukan transaksi itu tanpa sepengetahuan Dhamantra.
"Kalau memang keterangan saksi dan bukti-bukti tidak perlu dipertimbangkan seharusnya persidangan cukup dengan pembacaan dakwaan, eksepsi, pembacaan tuntutan, pledoi dan langsung putusan Majelis Hakim tanpa melakukan pemeriksaan saksi dan bukti-bukti," sindir Indraguna.
Atas dasar itu, pihak Dhamantra menilai putusan 7 tahun penjara sangat mencederai rasa keadilan. Itu lantaran majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan yang muncul. "Klien kami akan tetap berjuang untuk menegakkan kebenaran dan memperjuangkan kebenaran tersebut agar keadilan benar-benar dapat dirasakan," tandasnya. *
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Divonis 7 Tahun
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis mantan anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, I Nyoman Dhamantra hukuman pidana 7 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis meyakini I Nyoman Dhamantra menerima suap untuk memuluskan pengurusan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan (Kemdag) dan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian (Kemtan).
"Terbukti melanggar dakwaan pertama, melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a UU 31 Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengutip vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Rabu (6/5/2020).
Selain pidana badan, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman agar I Nyoman tak dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun.
Ali menyebut, sidang putusan terhadap I Nyoman digelar secara online. Jaksa penuntut umum di Gedung Merah Putih KPK, Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Pengacara dan Terdakwa di Gedung Merah Putih KPK.
Sementara untuk peranyara suap I Nyoman, yakni Elviyanto dan Mirawati masing-masing di pidana penjara 5 tahun dan denda 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Jaksa menyatakan berpikir (terhadap vonis), sementara penasihat hukum I Nyoman, Mirawati, dan Elviyanto menyatakan banding," kata Ali.
Advertisement