Sukses

PAN: Sebelum Naikkan Iuran, Lebih Baik Benahi Dulu BPJS Kesehatan

Menurut Saleh, banyak persoalan yang sangat kompleks yang perlu diperbaiki oleh BPJS Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menolak kenaikan iuran tersebut. Apalagi, iuran dinaikkan saat pandemi virus corona Covid-19 belum mereda. Menurut Saleh, daripada pemerintah menaikkan iuran, lebih baik pemerintah mendesak BPJS berbenah.

"Saya berpendapat bahwa sebelum iuran dinaikkan, sebaiknya pemerintah mendesak agar BPJS Kesehatan berbenah," ujar dia dalam keterangannya, Jumat (15/5/2020).

Menurut Saleh, banyak persoalan yang sangat kompleks yang perlu diperbaiki oleh BPJS Kesehatan. Di antaranya masalah pendataan kepesertaan, fraud, pelayanan di setiap fasilitas kesehatan, ketersediaan kamar untuk rawat inap, stok obat, dan lain sebagainya.

"Ada juga persoalan birokrasi yang kadang-kadang berbelit akibat banyaknya aturan yang dikeluarkan," kata dia.

Maka dari itu, dia mendesak agar pemerintah segera membatalkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"Ada beberapa alasan fundamental mengapa perpres itu perlu dibatalkan," kata Saleh.

Pertama, menurut Saleh, Perpres itu dinilai tidak mengindahkan pendapat dan anjuran yang disampaikan DPR. Padahal, DPR telah menyampaikan keberatannya terhadap rencana kenaikan itu melalui rapat-rapat di komisi IX dan rapat-rapat gabungan komisi IX bersama pimpinan DPR.

Saleh menilai, dengan keluarnya perpres ini memperlihatkan kekuasaan eksekutif yang jauh melampaui legislatif dan yudikatif. Padahal, di dalam negara demokrasi, eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki kedudukan yang sama tinggi.

"Karena itu, keputusan-keputusan ketiga lembaga itu harus saling menguatkan, bukan saling mengabaikan," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tidak Menyelesaikan Persoalan

Kedua, menurut Saleh, pemerintah dinilai tak patuh pada putusan Mahkamah Agung Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Padahal, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada Presiden.

"Bisa jadi orang berpendapat bahwa dengan menerbitkan perpres baru yang juga berisi tentang kenaikan iuran BPJS, pemerintah dianggap menentang putusan peradilan," kata dia.

Ketiga, dengan dikeluarkannya perpres itu hanya akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Pasalnya, masyarakat banyak yang berharap agar pemerintah mengikuti putusan MA.

"Namun kenyataannya, pemerintah malah kembali menaikkan," kata dia.

Keempat, kenaikan iuran BPJS belum tentu menyelesaikan persoalan defisit BPJS Kesehatan. Apalagi, kenaikan iuran ini belum disertai dengan kalkulasi dan proyeksi kekuatan keuangan BPJS pasca kenaikan.

"Patut diduga, bahwa kenaikan iuran ini hanya menyelesaikan persoalan keuangan BPJS sesaat saja," kata dia.

Â