Sukses

Marak Platform Pendidikan Online, Anggota Komisi X: Data Peserta Didik Harus Dilindungi

Karena itu, Nyai Latifah mendorong Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) maupun YLKI agar berperan aktif dalam melindungi data pelajar di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PKB Latifah Shohib mengatakan, teknologi terbukti sangat membantu institusi pendidikan dan pengajaran mendapatkan efesiensi melalui konektivitas dan internet, terutama di saat pendemi Covid-19 seperti saat ini. Tidak hanya institusi pendidikan, ekonomi internet di Indonesia juga telah meningkat empat kali lipat.

"Dari 2015 hingga 2019, nilainya mencapai sekitar USD 40 miliar atau 3,57% dari PDB nominal Indonesia berdasarkan data Google & Temasek, 2019," tuturnya, Selasa (19/5/2020).

Dikatakan Latifah, pesatnya pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari aliran investasi asing yang signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019 memperkirakan ada 13.485 bisnis ritel dan pasar online, baik formal maupun informal, dengan hampir 25 juta transaksi bernilai Rp17,21 triliun ada di Indonesia.

Tingginya valuasi ekenomi dunia digital ini menuntut pentingnya perlindungan data. “Keamanan data merupakan isu yang penting mendapatkan perhatian kita dan masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya 91 juta data pengguna Tokopedia diduga bocor," tuturnya.

Nyai Latifah mengaku mendapat laporan adanya upaya-upaya pihak asing dengan mamanfaatkan pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk melakukan hal yang sama. "Kami sangat menyayangkan jika hal ini benar. Jutaan data peserta didik harus kita lindungi. Tidak boleh bocor atau berpindah ke perusahaan transnasional. Hal ini akan sengat merugikan pemerintah Indonesia,” tuturnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Peran Aktif YLKI

Karena itu, Nyai Latifah mendorong Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) maupun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) agar berperan aktif dalam melindungi data pelajar di Indonesia.

“Maraknya platform pengajaran online yang menawarkan produk dan layanan secara daring dan secara tidak langsung memanfaatkan data konsumen, sangat potensial meningkatkan risiko penyalahgunaan data pelajar di Indonesia," paparnya.

Dengan berbagai potensi risiko yang ada, jelas diperlukan perlindungan data pribadi konsumen atau keamanan siber yang kuat dalam transaksi digital. “Kami juga akan mendorong RUU Perlindungan Data Pribadi yang saat ini masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional) untuk mendapatkan perhatian dari teman-teman di DPR," tutur politikus dari Dapil Jatim V (Malang Raya) ini.

Menurutnya, RUU Perlindungan Data Pribadi adalah RUU privasi komprehensif pertama di Indonesia yang mencakup prinsip-prinsip perlindungan data, hak-hak pemilik data, tanggung jawab pengontrol data, prosesor, dan pihak ketiga.

"Termasuk ketentuan tentang pemrosesan dan transfer data, larangan, pembebasan, dan hukuman, serta peran pemerintah," pungkas Latifah Shohib.