Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan, langkah yang paling penting setelah menerapkan sejumlah relaksasi kredit untuk membantu UMKM terdampak pandemi Covid-19, adalah melakukan pembekalan keahlian di bidang teknologi informasi (IT).
"Saat ini sudah ada pergeseran pemasaran produk UMKM dari offline ke online, namun jumlahnya baru mencapai 8 juta UMKM, atau 13 persen dari seluruh UMKM. Setelah online pun, UMKM masih harus tetap dan akan bersaing dengan seluruh brand besar di platform digital,” ucap MenKopUKM Teten Masduki dalam diskusi virtual "Infobank Talk News Peran Perbankan Mendukung UMKM Berdaya Tahan di Tengah Pandemi Covid-19" di Jakarta, Selasa (19/5).
Baca Juga
Tingkatkan Kompetensi Tenaga Kerja Indonesia, Menaker Lepas 750 Peserta Pemagangan ke Jepang
Tinjau Pasar Prawirotaman, Mendag Budi Optimis Harga Bapok Stabil dan Pasokan Terjaga Jelang Nataru
Sikap Tegas Mendag Budi Santoso, Segel Mesin Pompa SPBU di Sleman yang Rugikan Masyarakat Rp1,4 Miliar per Tahun
Karena itu dalam fase pemulihan nanti KemenKopUKM akan menggenjot transformasi UMKM dari offline ke online. KemenKopUKM sudah bekerja sama dengan sejumlah platform besar untuk menggerakkan transformasi ini. Juga ada sejumlah perusahaan yang menjadi hub, yang siap memasarkan produk UMKM ke mancangara.
Advertisement
MenKopUKM Teten Masduki menyebutkan, saat ini langkah awal yang dilakukan pemerintah dalam membantu keberlangsungan bisnis UMKM adalah dengan mempercepat penyaluran bantuan sosial (bansos).
"Di saat seperti ini, kalau UMKM diberi pembiayaan dari perbankan, maka mereka akan menjadi debitur hitam yang namanya di-black list, dan nantinya tidak bisa lagi meminjam dari bank,” kata MenKopUKM.
“Sampai September 2020, pemerintah masih mempunyai sumber pendanaan. Tetapi kalau lewat dari September akan semakin membebani APBN, dan akan sulit juga menerbitkan surat utang," papar Teten.
Guna menjaga keberlangsungan UMKM, menurut Teten, saat ini antar kementerian sudah diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk membentuk struktur pemulihan bagi dunia usaha.
"Kami bersama Kementerian Keuangan dan OJK memantau stimulus pembiayaan lewat perbankan. Semua UMKM yang terdampak Covid-19 akan menerima fasilitas pemulihan," ujar MenKopUKM.
Pendampingan UMKM
Sementara itu Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto menyebutkan, pemerintah harus membentuk program pendampingan bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk kembali menjalankan bisnis di tengah pandemi Covid-19 yang telah mengubah perilaku konsumen menjadi situasi “new normal”.
"Pelatihan teknik produksi, pemasaran dan akuntansi dengan menggunakan perangkat digital sudah harus dikenalkan kepada pelaku UMKM, karena perilaku konsumen berubah dengan adanya situasi normal yang baru," kata Ryan dalam diskusi virtual "Infobank Talk News Peran Perbankan Mendukung Umkm Berdaya Tahan di Tengah Pandemi Covid-19".
Lebih lanjut Ryan menilai, pada tahun ini para pelaku UMKM akan cukup mampu bertahan melakukan kegiatan usaha yang terhantam dampak negatif pandemi Covid-19, karena pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) banyak memberikan relaksasi kepada UMKM terdampak wabah virus corona.
"Bantuan likuiditas, keringanan pajak dan penundaan pembayaran kewajiban kepada bank sesuai dengan POJK 11/2020, pasti bisa meringankan beban keuangan mereka," kata Ryan.
Namun, jelas Ryan, pelonggaran kebijakan tersebut harus diikuti dengan upaya pemerintah dengan menciptakan program pendampingan bagi UMKM pada kondisi “new normal” akibat pandemi Covid-19.
Pendampingan UMKM ini diharapkan dapat menghadapi perubahan maupun guncangan di era yang baru. Ryan mengungkapkan, UMKM sebagai penopang PDB Indonesia harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yang oleh banyak ekonom diperkirakan akan negatif di Kuartal II 2020.
"Saya setuju kalau disebut ekonomi akan negatif, jika dibandingkan dengan Kuartal II 2019 yang juga ada momen Ramadhan dan Lebaran," imbuhnya.
Sedangkan menurut Chairman Infobank Institute, Eko B Supriyanto, UMKM membutuhkan modal kerja untuk keberlangsungan usaha.
“Pada krisis 1998 dan 2008, UMKM masih mempunyai daya tahan yang kuat, karena saat itu yang terpukul korporasi besar. Tetapi, sekarang sektor UMKM yang paling terkena," ucapnya.
Eko menyebutkan, saat ini UMKM terkena “problem cash” atau kehabisan uang tunai untuk menutup kebutuhan pribadi, serta persoalan kredit macet. Ke depan yang perlu diperhatikan adalah, apakah UMKM masih punya modal kerja atau tidak.
(*)