Sukses

MK Gelar Sidang Gugatan Perppu Corona, Dengarkan Keterangan DPR-Presiden

MK akan mendengarkan keterangan dari DPR dan Presiden, terhadap lahirnya Perppu Corona atau Covid-19 tersebut pada hari ini.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menyidangkan gugatan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 (Perppu 1/2020) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Berdasarkan laman mkri.id, seperti dikutip Rabu (20/5/2020), MK akan mendengarkan keterangan dari DPR dan Presiden, terhadap lahirnya Perppu tersebut pada hari ini.

Untuk perkara yang disidangkan, yakni nomor 23/PUU-XVIII/2020 yang dimohonkan Syamsuddin, Amien Rais, Sri Edi Swasono, dkk, kemudian, 24/PUU-XVIII/2020 yang dimohonkan Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI, dan PEKA.

Sebelumnya, salah satu penggugat, yakni Koodinator MAKI, Boyamin Saiman mengaku mendapatkan surat panggilan untuk bersidang hari ini.

"Terkait uji materi pembatalan Pasal 27 Perppu Corona di MK, kami telah mendapat surat panggilan dari Mahkamah Konstitusi untuk hadir sidang pleno pada hari Rabu tanggal 20 Mei 2020 dengan agenda mendengarkan penjelasan DPR dan pendapat Presiden," ucap Boyamin.

Dia pun meminta agar DPR dan Presiden hadir dalam sidang tersebut. Sehigga mereka bisa menjelaskan Perppu Corona tersebut.

"Kami selaku rakyat harus diberi penjelasan apa dan kenapa harus ada Perppu Corona yang didalamnya terdapat kekebalan absolut bagi pejabat keuangan," kata Boyamin.

Dia pun berharap, Presiden Jokowi bisa datang memberi penjelasan soal Perppu Corona, walaupun bisa saja diwakilkan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Disetujui DPR jadi undang-undang

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) menjadi dasar Undang-Undang (UU). Hal itu disampaikannya dalam sidang Rapat Paripuran DPR RI, di Jakarta.

Puan mengatakan dalam pandangan mini fraksi ada 8 fraksi yang setuju menjadikan Perppu corona menjadi UU. Sementara satu fraksi yakni Partai Keadilan Sosial (PKS) menolak Perppu tersebut. Kendati begitu, hasil penolakan PKS tak berpengaruh dan tetap menjadikan Perppu menjadi UU.

"Setuju untuk menjadi UU? Tok!," tanya puan sembari menyetujui Perppu tersebut menjadi UU, di DPR RI, Jakarta, Selasa (12/5/2020).

Menkeu Sri Mulyani menegaskan, untuk mencegah moral hazard, dalam Pasal 12 (1) Perppu 1/2020 telah diatur pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang diatur dalam Perppu 1/2020 dilakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik.

"Tata Kelola tersebut diwujudkan dalam bentuk proses penetapan kebijakan yang transparan dan pelaksanaannya dalam peraturan perundang-undangan pelaksanaan Perpu 1/2020. Pemerintah juga sangat setuju dengan berbagai pandangan Anggota Dewan agar pelaksanaan Perpu yang ditetapkan sebagai Undang-Undang nantinya benar-benar dijalankan dengan tata kelola yang baik dan menghindari/mencegah terjadinya moral hazard," kata Menkeu, Selasa (12/5/2020).

 Melalui Perppu 1/ 2020, lanjut Sri Mulyani, diharapkan dapat dirasakan manfaatnya oleh tenaga medis, masyarakat, dan pelaku usaha di sektor riil serta sektor keuangan yang meliputi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar, dan koperasi secara lebih merata, antara lain mencakup:

(i) Anggaran tambahan untuk pencegahan COVID-19 di bidang kesehatan sebesar Rp 75 triliun termasuk untuk pemberian insentif bagi tenaga medis dokter, perawat, santunan kematian, pembelian alat kesehatan termasuk Alat Pelindung Diri (APD), masker, hand sanitizer, ventilator, dan persiapan rumah sakit serta berbagai fasilitas karantina,

(ii) Pemerintah juga telah memperluas pemberian tambahan bantuan sosial sebesar Rp100 triliun bagi masyarakat terdampak COVID-19 yang sangat membutuhkan. Lebih dari 29 juta keluarga atau bahkan mencapai di atas 50 persen rakyat Indonesia menikmati bantuan pemerintah baik dalam bentuk tunai, sembako, pembebasan dan diskon listrik, hingga kartu pra kerja.

(iii) Dengan Perppu 1/ 2020 pemerintah juga mampu memberikan dukungan insentif relaksasi perpajakan, bantuan lebih dari 60 juta UMKM baik dalam bentuk penundaan cicilan, subsidi bunga dan bantuan tambahan modal kerja,

(iv) Pemerintah juga dapat menyusun langkah dan kebijakan dalam rangka program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk pelaku usaha di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar, dan koperasi yang kegiatan usahanya terdampak oleh COVID-19.

Pada saat Perppu 1/2020 mulai berlaku, beberapa pasal dalam sejumlah Undag-undang (UU) , meliputi; UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU KUP, UU BI, UU LPS, UU Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, UU Kesehatan, UU Desa, UU Pemda, UU MD3, UU PPKSK, UU APBN Tahun Anggaran 2020, dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan COVID-19, dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Perppu 1/2020.