Liputan6.com, Semarang: Setiap masjid umumnya memiliki latar belakang sejarah dan filosofi tersendiri di balik kemegahan bangunanya. Begitu juga dengan Masjid Agung Jawa Tengah yang akrab disebut MAJT ini, selain memilik sejarah unik, juga memiliki filosofi di balik kemegahan arsitektur bangunanya.
Masjid yang terletak di Jalan Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Semarang, Jawa Tengah ini, jika dilihat dari bentuk arsitektur memang kental dengan tiga nuansa budaya, Jawa, Romawi dan Islam. Kendati demikian, masjid yang berdiri pada pada tanggal 14 November 2006 ini tak lepas dari nuansa modern.
Ketua Badan Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Ali Makfiz menjelaskan, dari aspek arsitektur dua unsur utama, arsitektur Jawa dan Islam. Unsur Islam direpresentasikan empat menara runcing yang menyerupai Masjid Nabawi (Madinah). Sementara aspek arsitektur Jawa direpresentasikan bentuk atap masjid yang bertingkat susun menyerupai Masjid Demak dan Masjid Kudus.
"Nah, kedua unsur itu digabungkan di sini. Maka itu dilihat dari atapnya merepresentasikan masjid Jawa, tapi dari empat menara runcing seperti prototipe Masjid Nabawi Madinah," ujar Ali kepada Liputan6.com dalam acara Safari Ramadhan SCTV 2012 di masjid yang sekaligus sebagai Masjid Agung Semarang itu, Selasa (31/7).
Sementara jika dilihat dari sisi filosofi, masjid yang berdiri di atas tanah seluas 10 hektar ini, lanjut Ali, juga memiliki filosofi menarik. Memasuki gerbang masjid, disambut 9 air mancur, yang memiliki makna 9 Walisongo. Masuk ke arah barat lagi, terdapati 5 air mancur, menjukan 5 rukun iman. "Dua air mancur ini menunjukan aktifitas Walisongo dalam rangka menyebarkan Keislaman, khususnya di tanah Jawa. Dalam Islam itu Walisongo juga mengembangkan 5 rukun Islam," ujarnya.
Kemudian barat air mancur tersebut, terdapat pelataran dengan gerbang yang bentukanya menyerupai Koloseum asal Roma yang bernama Al Qonatir. Gerbang ini tersusun dari 25 lengkung yang mengingatkan pada 25 Nabi dalam Islam.
Di barat gerbang Al Qonatir, terdapat pelataran atau plasa dengan 6 tiang payung besar, sebagai cerminan 6 rukun iman. Memasuki ruang utama masjid, lanjut Ali, merupakan tempat beribadah utama bagi umat Islam, sebagai tempat berdialog manusia dengan penciptanya.
"Dalam dialog itu ada upaya agar kehidupan menjadi sempurna. Kalau itu diketagorikan secara proses ada habluminannas (hubungan antar manusia-red) dari gapura sampai ke dalam ruang utama. Di ruang utama bisa disebut hablumninalloh (hubungan manusia dengan Tuhan-red)," paparnya.
Di ruang utama ini ada lampu kecil yang cukup menarik yang letaknya tepat di bawah kubah utama. Puluhan lampu ini menurut Ali sebagai simbol alam jagat raya yang akan menyala di malam hari. "Ini mencerminkan bahwa dalam saat tertentu manusia menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah SWT," imbuhnya. (ARI)
Masjid yang terletak di Jalan Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Semarang, Jawa Tengah ini, jika dilihat dari bentuk arsitektur memang kental dengan tiga nuansa budaya, Jawa, Romawi dan Islam. Kendati demikian, masjid yang berdiri pada pada tanggal 14 November 2006 ini tak lepas dari nuansa modern.
Ketua Badan Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Ali Makfiz menjelaskan, dari aspek arsitektur dua unsur utama, arsitektur Jawa dan Islam. Unsur Islam direpresentasikan empat menara runcing yang menyerupai Masjid Nabawi (Madinah). Sementara aspek arsitektur Jawa direpresentasikan bentuk atap masjid yang bertingkat susun menyerupai Masjid Demak dan Masjid Kudus.
"Nah, kedua unsur itu digabungkan di sini. Maka itu dilihat dari atapnya merepresentasikan masjid Jawa, tapi dari empat menara runcing seperti prototipe Masjid Nabawi Madinah," ujar Ali kepada Liputan6.com dalam acara Safari Ramadhan SCTV 2012 di masjid yang sekaligus sebagai Masjid Agung Semarang itu, Selasa (31/7).
Sementara jika dilihat dari sisi filosofi, masjid yang berdiri di atas tanah seluas 10 hektar ini, lanjut Ali, juga memiliki filosofi menarik. Memasuki gerbang masjid, disambut 9 air mancur, yang memiliki makna 9 Walisongo. Masuk ke arah barat lagi, terdapati 5 air mancur, menjukan 5 rukun iman. "Dua air mancur ini menunjukan aktifitas Walisongo dalam rangka menyebarkan Keislaman, khususnya di tanah Jawa. Dalam Islam itu Walisongo juga mengembangkan 5 rukun Islam," ujarnya.
Kemudian barat air mancur tersebut, terdapat pelataran dengan gerbang yang bentukanya menyerupai Koloseum asal Roma yang bernama Al Qonatir. Gerbang ini tersusun dari 25 lengkung yang mengingatkan pada 25 Nabi dalam Islam.
Di barat gerbang Al Qonatir, terdapat pelataran atau plasa dengan 6 tiang payung besar, sebagai cerminan 6 rukun iman. Memasuki ruang utama masjid, lanjut Ali, merupakan tempat beribadah utama bagi umat Islam, sebagai tempat berdialog manusia dengan penciptanya.
"Dalam dialog itu ada upaya agar kehidupan menjadi sempurna. Kalau itu diketagorikan secara proses ada habluminannas (hubungan antar manusia-red) dari gapura sampai ke dalam ruang utama. Di ruang utama bisa disebut hablumninalloh (hubungan manusia dengan Tuhan-red)," paparnya.
Di ruang utama ini ada lampu kecil yang cukup menarik yang letaknya tepat di bawah kubah utama. Puluhan lampu ini menurut Ali sebagai simbol alam jagat raya yang akan menyala di malam hari. "Ini mencerminkan bahwa dalam saat tertentu manusia menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah SWT," imbuhnya. (ARI)