Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan aplikasi JAGA Bansos, Jumat (29/5/2020). Aplikasi JAGA Bansos ini diluncurkan dengan tujuan mencegah penyimpangan bantuan sosial dalam menangani pandemi virus Corona atau Covid-19.
Aplikasi ini diluncurkan Ketua KPK Firli Bahuri melalui virtual yang juga disaksikan oleh Menteri Sosial Juliari P Batubara dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh.
"Hari ini, kami luncurkan salah satu aplikasi yang dibangun oleh KPK, yaitu JAGA Bansos," ujar Firli seperti yang disiarkan di media sosial KPK, Jumat (29/5/2020).
Advertisement
Firli menyebut, aplikasi JAGA Bansos ini bisa diunduh melalui Appstore bagi pengguna iOs dan Playstore untuk pengguna Android. Nantinya, masyarakat bisa melaporkan penyimpangan bansos melalui aplikasi tersebut.
"Setiap pelaporan ini kami langsung tindak lanjuti. Misalnya, ada di Jawa Barat, kami akan hubungi Provinsi Jawa Barat ada gubernur, ada inspektorat, ada kepala perwakilan BPKP. Jika ada pelaporan di tingkat kabupaten/kota, kami segera menghubungi bupati/wali kota," kata Firli.
KPK juga sudah menerbitkan Surat Edaran No. 11 Tahun 2020, tanggal 21 April 2020 tentang Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data non-DTKS dalam pemberian Bantuan Sosial (Bansos) kepada masyarakat dalam upaya mengatasi dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
"DTKS yang dikelola oleh Kementerian Sosial merupakan basis data yang selama ini digunakan untuk pemberian bantuan sosial kepada masyarakat secara nasional. DTKS senantiasa mengalami perbaikan”, ujar Ketua KPK Firli Bahuri, Rabu 22 April 2020.
KPK merekomendasikan 5 hal
Melalui SE yang ditujukan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 baik di tingkat nasional maupun daerah, dan pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah tersebut, KPK merekomendasikan lima hal agar pendataan dan penyaluran bansos tepat sasaran.
Pertama, kementerian/lembaga dan pemda dapat melakukan pendataan di lapangan, namun tetap merujuk kepada DTKS. Jika ditemukan ketidaksesuaian, bantuan tetap dapat diberikan dan data penerima bantuan baru tersebut harus dilaporkan kepada Dinas Sosial atau Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin) Kementerian Sosial untuk diusulkan masuk ke dalam DTKS sesuai peraturan yang berlaku.
"Kedua, demikian sebaliknya, jika penerima bantuan terdaftar pada DTKS namun fakta di lapangan tidak memenuhi syarat sebagai penerima bantuan, maka harus dilaporkan ke Dinsos/Pusdatin untuk perbaikan DTKS," kata Firli.
Ketiga, untuk memastikan data valid maka data penerima bansos dari program-program lainnya atau data hasil pengumpulan di lapangan agar dipadankan data NIKnya dengan data Dinas Dukcapil setempat.
Keempat, kementerian/lembaga dan pemda menjamin keterbukaan akses data tentang penerima bantuan, realisasi bantuan, dan anggaran yang tersedia kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
"Kelima, KPK mendorong pelibatan dan peningkatan peran serta masyarakat untuk mengawasi. Untuk itu, kementerian/lembaga dan pemda perlu menyediakan sarana layanan pengaduan masyarakat yang mudah, murah dan dapat ditindaklanjuti segera,” ujar Firli.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK bertugas antara lain melakukan tindakan-tindakan pencegahan, koordinasi, dan monitoring sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi.
Firli menjelaskan, melalui pelaksanaan rencana aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), DTKS telah dipadankan dengan data kependudukan di Direktorat Jenderal Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
"Sehingga penerima bantuan pada DTKS diyakini keberadaannya berdasarkan NIK," kata Firli.
Alasan lain penggunaan DTKS adalah, perbaikan terkait ketepatan status penerima bantuan dilakukan secara berkala dengan bantuan pendataan oleh pemerintah daerah dan prosedur verifikasi validasi (verivali), sehingga diyakini penerima telah tepat sasaran.
Advertisement
Kevalidan data sangat penting
KPK menyadari di tengah upaya peningkatan pemberian bantuan sosial baik yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, kevalidan data sebagai dasar pemberian bantuan sangat penting.
Karenanya, KPK mengkoordinasikan pendataan oleh kementerian/lembaga dan pemda agar jaring pengaman sosial berupa bantuan sosial baik bantuan yang berbentuk tunai, barang maupun bentuk lainnya bisa tepat sasaran mengingat besarnya alokasi dana yang disiapkan pemerintah.
Firli menyebut, dari tambahan belanja pemerintah pusat pada APBN 2020 sebesar Rp 405,1 Triliun, sebesar Rp 110 Triliun atau 27% akan dialokasikan untuk jaring pengaman sosial, termasuk di dalamnya dialokasikan untuk bansos kepada masyarakat yang terdampak Covid-19.
"Demikian juga dari hasil refocusing kegiatan dan realokasi anggaran pemda per 16 April 2020, total anggaran yang direalokasikan yaitu sebesar Rp 56,57 Triliun atau sebesar 5,13% dari total APBD 2020 yaitu Rp 1.102 triliun. Dari Rp 56,57 triliun tersebut sebesar Rp 17,5 triliun atau sekitar 31% dialokasikan untuk belanja hibah/bansos dalam upaya mengatasi dampak pandemik Covid-19 di daerah," kata Firli.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement