Sukses

Respons Menko Polhukam terkait Kasus Teror di Diskusi Mahasiswa UGM

Mahfud juga meminta yang diteror melapor ke polisi. Dia meminta polisi mengusut siapa pelaku teror tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam Mahfud Md angkat bicara terkait teror diskusi mahasiswa Fakultas Hukum UGM yang kemudian dibatalkan. Menurutnya, yang meneror panitia itu bisa dilaporkan kepada polisi.

"Berdasar komunikasi saya dengan Rektorat, UGM sendiri tidak melarang atau meminta aparat untuk menindak acara itu. Sebab UGM tak menangani dan diberitahu acara itu," ujar Mahfud di acara webinar forum rektor UIN se-Indonesia pada Sabtu (30/5/2020).

Mahfud juga meminta yang diteror melapor ke polisi. Dia meminta polisi mengusut siapa pelaku teror tersebut.

"Untuk webinarnya sendiri menurut saya tidak apa-apa, tidak perlu dilarang. Menurut konstitusi memang Presiden bisa diberhentikan tapi alasan hukumnya limitatif," ujarnya.

Menurutnya, ada lima jenis pelanggaran dan satu keadaan tertentu yang bisa menjadi alasan impeachment atau pemakzulan Presiden dan Wakil presiden. Namun, tidak bisa serta merta berteriak menjatuhkan Presiden hanya karena kebijakan terkait Covid 19.

Mahfud menambahkan, Nikmatul Huda calon narsum yang katanya mendapat teror itu adalah profesor hukum tata negara yang saat menempuh pendidikan doktor (S3) dia yang membimbing.

"saya dan Prof Pratikno pembimbingnya. Saya tahu orangnya tidak subversif, jadi tak mungkin menggiring ke pemakzulan. Dia pasti bicara berdasar konstitusi,' ujarnya.

 

2 dari 2 halaman

Teror

Diskusi bertajuk 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang digelar komunitas mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) menjadi polemik.

Orang-orang yang terlibat dalam diskusi tersebut panen teror dan ancaman dari orang tak dikenal. Rencananya, diskusi itu akan digelar pada Jumat 29 Mei 2020, namun terpaksa dibatalkan lantaran masifnya teror dan ancaman.

Dekan FH UGM, Prof Sigit Riyanto menyatakan, acara itu murni kegiatan dan inisiatif mahasiswa untuk melakukan diskusi ilmiah sesuai dengan minat dan konsentrasi keilmuan mahasiswa di bidang Hukum Tata Negara.

Para mahasiswa kemudian membuat poster kegiatan diskusi dengan judul 'Persoalan Pemecatan Presiden di tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'. 

Poster tersebut viral dan menjadi polemik setelah diunggah ulang oleh salah seorang akademisi di sebuah kolom opini dengan judul 'Gerakan Makar di UGM Saat Jokowi Sibuk Atasi Covid-19' pada Kamis 28 Mei 2020.

Mahasiswa yang tergabung dalam CLS FH UGM lantas memberikan klarifikasi terkait polemik itu. Panitia pelaksana mengubah judul diskusi menjadi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.

Poster diskusi dengan judul yang telah diubah itu diunggah pada hari yang sama, Kamis 28 Mei 2020 disertai permohonan maaf dan klarifikasi maksud dan tujuan kegiatan di dalam akun Instagram Constitutional Law Society (CLS).

"Pada saat itu, pendaftar acara diskusi ini telah mencapai lebih dari 250 orang," ucap Sigit dalam keteranga tertulisnya, Sabtu (30/5/2020).

Namun pada Kamis malam, berbagai bentuk teror dan ancaman mulai berdatangan. Teror tersebut menyasar nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, mulai pembicara, moderator, narahubung, hingga ketua CLS.

Sigit menyebut, bentuk teror yang diterima mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman korban, ancaman pembunuhan dalam bentuk pesan teks, hingga telepon. Peneror mengatasnamakan diri dari organisasi kemasyarakatan (ormas) di Jawa Tengah.

“Hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka,” kata Sigit dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).

Sigit meneruskan, teror dan ancaman ini berlanjut hingga tanggal 29 Mei 2020. Bahkan teror bukan hanya menyasar nama-nama yang terlibat dalam diskusi.

“Tetapi juga anggota keluarga yang bersangkutan, termasuk kiriman teks berikut kepada orangtua dua orang mahasiswa pelaksana kegiatan,” ujar Dekan FH UGM.

Selain mendapat teror, Sigit menyebut, nomor telepon serta akun media-sosial perorangan dan kelompok CLS FH UGM diretas pada tanggal 29 Mei 2020.

“Peretas juga menyalahgunakan akun media sosial yang diretas untuk menyatakan pembatalan kegiatan diskusi, sekaligus mengeluarkan (kick out) semua peserta diskusi yang telah masuk ke dalam grup diskusi. Selain itu, akun instagram Constitutional Law Society (CLS) sudah tidak dapat diakses lagi,” ujar dia.