Liputan6.com, Jakarta - Tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA)Â Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiono. Keduanya merupakan buronan kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut, pihak lembaga antirasuah menetapkan Nurhadi dan Rezky sebagai buronan sejak Februari 2020. Selain keduanya, KPK juga menyematkan status buron terhadap Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto.
"Sejak ditetapkan DPO, penyidik KPK dengan dibantu pihak Polri terus aktif melakukan pencarian terhadap para DPO antara lain dengan melakukan penggeledahan rumah di berbagai tempat baik di sekitar Jakarta maupun Jawa Timur," ujar Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (2/6/2020).
Advertisement
Ghufron menceritakan awal penangkapan terhadap Nurhadi dan Rezky. Sekitar pukul 18.00 WIB, Senin 1 Juni 2020, tim KPK mendapat informasi dari masyarakat mengenai keberadaan Nurhadi dan Rezky.
Selanjutnya tim bergerak ke Jalan Simprug Golf 17 Nomor 1 Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang diduga digunakan sebagai tempat persembunyian Nurhadi dan Rezky. Sekitar pukul 21.30 WIB, tim KPK mendatangi rumah tersebut untuk melakukan penggeledahan.
"Awalnya tim KPK bersikap persuasif dengan mengetuk pagar rumah namun tidak dihiraukan," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sempat Melawan
Menerima sedikit perlawanan dari Nurhadi, tim dengan didampingi ketua RW setempat dan pengurus RT melakukan upaya paksa membongkar kunci pintu gerbang dan pintu rumah tersebut.
"Setelah tim KPK berhasil masuk ke dalam rumah, disalah satu kamar ditemukan NHD (Nurhadi) dan dikamar lainnya ditemukan RHE (Rezky) dan langsung dilakukan penangkapan terhadap keduanya," kata Ghufron.
Usai penangkapan, keduanya digelandang ke markas antirasuah untuk pemeriksaan lebih lanjut demi kepentingan penyidikan.
Kedua tersangka diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan Pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp 14 miliar; Perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp 33,1 Miliar dan Gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp 12,9 miliar, sehingga akumulasi yang di duga diterima kurang lebih sebesar Rp 46 Miliar.
Advertisement