Sukses

Fakta-Fakta Kembali Munculnya Virus Ebola di Tengah Pandemi Covid-19

Ebola adalah virus yang berpotensi fatal yang menyebabkan demam berdarah dan muntah parah serta diare.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus virus Ebola belum usai di tengah pandemi Corona Covid-19 yang saat ini tengah menjangkiti dunia.

Ebola adalah virus yang berpotensi fatal yang menyebabkan demam berdarah dan muntah parah serta diare. Virus ini menular melalui kontak dengan cairan tubuh dari orang yang terinfeksi.

World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia melaporkan adanya wabah baru virus Ebola di Wangata, Mbandaka, Provinsi Equateur, Republik Demokratik Kongo.

Kementerian Kesehatan Kongo mengungkapkan, hingga 1 Juni 2020 terdapat enam kasus Ebola yang terdeteksi di Wangata. Empat orang dinyatakan meninggal dan dua dalam perawatan.

"Ini adalah pengingat bahwa COVID-19 bukan satu-satunya ancaman kesehatan yang dihadapi orang-orang," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dilansir dalam laman resminya pada Selasa, 2Juni 2020.

Oleh karena itu, WHO pun mengirim tim khusus untuk mendukung peningkatan respons terhadap kembali munculnya virus Ebola ini.

"Mengingat kedekatan wabah baru ini dengan rute transportasi yang sibuk dan negara-negara tetangga yang rentan, kita harus bertindak cepat," ujar Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika.

Berikut fakta-fakta munculnya kembali kasus virus Ebola di Republik Demokratik Kongo dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 6 halaman

Kasus Virus Ebola Terdeteksi

World Health Organization (WHO) melaporkan adanya wabah baru virus Ebola di Wangata, Mbandaka, Provinsi Equateur, Republik Demokratik Kongo.

Kementerian Kesehatan Kongo mengungkapkan, hingga 1 Juni 2020 terdapat enam kasus Ebola yang terdeteksi di Wangata. Empat orang dinyatakan meninggal dan dua dalam perawatan.

Tiga dari enam kasus telah dikonfirmasi dengan uji laboratorium. WHO memperkirakan, kemungkinan akan ada lebih banyak pasien teridentifikasi karena meningkatnya pengawasan.

"Ini adalah pengingat bahwa Covid-19 bukan satu-satunya ancaman kesehatan yang dihadapi orang-orang," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dilansir dalam laman resminya pada Selasa, 2 Juni 2020.

"Meskipun perhatian kita banyak tertuju pada pandemi (Covid-19), WHO terus memantau dan menanggapi banyak keadaan darurat kesehatan lainnya," kata Tedros.

 

3 dari 6 halaman

WHO Kirim Tim Khusus

Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika mengatakan badan kesehatan dunia tersebut akan mengirimkan tim untuk mendukung peningkatan respons kasus Ebola.

"Mengingat kedekatan wabah baru ini dengan rute transportasi yang sibuk dan negara-negara tetangga yang rentan, kita harus bertindak cepat," kata Moeti.

Dikutip dari Huffington Post, pasien Ebola terakhir yang dilaporkan di Kongo dinyatakan sembuh pada pertengahan Mei lalu. Hal ini membuat negara tersebut harus menunda status bebas wabah secara resmi.

 

4 dari 6 halaman

Wabah Kedua

Gelombang wabah kedua virus Ebola yang mematikan di Democratic Republic of Congo (RD Kongo) atau Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) terjadi, ketika wabah pertama tampaknya mulai berakhir. Hal itu dikonfirmasi oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) Senin 1 Juni 2020.

Dalam sebuah pengarahan di Jenewa Senin 1 Juni 2020, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Selasa,2 Juni 2020, Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, wabah baru ini terjadi dekat Kota Mbandaka di Provinsi Equateur.

Berbicara lewat radio setempat, Gubernur Provinsi Bobo Boloko Bolumbu juga memastikan adanya empat korban meninggal dunia.

Dia mengatakan, sampel-sampel telah dikirim ke INRC, markas riset medis nasional di Kinshasa, untuk konfirmasi kedua. Dia mendesak warga untuk tetap tenang, menjaga kebersihan dan tidak bersalaman.

Tahun 2018, Provinsi Equateur mengalami wabah Ebola yang menewaskan 33 orang sebelum akhirnya dikendalikan.

Di tempat lain, RD Kongo timur telah berusaha memberantas wabah virus mematikan itu sejak 2018. Wabah itu menewaskan lebih dari 2.240 orang. RD Kongo juga berusaha mengatasi wabah campak, yang terbesar di dunia, serta Virus Corona yang menyebabkan penyakit Covid-19.

Hampir 3.200 penderita Virus Corona telah dilaporkan di RD Kongo, menurut Universitas Johns Hopkins, yang melacak perebakan Covid-19. 72 orang dilaporkan meninggal dunia.

 

5 dari 6 halaman

Serangan Kesebelas

Ini adalah serangan Ebola yang kesebelas di Republik Demokratik Kongo sejak wabah pertama pada tahun 1976.

Ada tiga wabah Ebola sejak 2017 di Kongo, yang saat ini juga memerangi epidemi campak yang telah menewaskan lebih dari 6.700 orang dan pandemi coronavirus, yang menginfeksi lebih dari 3.000 dan membunuh 72 penduduk.

"Itu terjadi pada waktu yang menantang, tetapi WHO telah bekerja selama dua tahun terakhir dengan otoritas kesehatan, CDC Afrika dan mitra lainnya untuk memperkuat kapasitas nasional untuk menanggapi wabah," kata Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika.

"Untuk memperkuat kepemimpinan lokal, WHO berencana mengirim tim untuk mendukung peningkatan tanggapan," kata Moeti.

 

6 dari 6 halaman

Jadi Epidemi

Pertengahan Mei lalu, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menyatakan tetap berkomitmen mengakhiri wabah Ebola di bagian timur Republik Demokratik Kongo (DRC). Setelah ditemukan kasus baru penyakit itu beberapa hari sebelum pihak berwenang DRC menjadwalkan mengumumkan epidemi tersebut berakhir.

DRC mengumumkan epidemi Ebola berakhir setelah dua periode inkubasi atau 42 hari berlalu tanpa ada kasus penyakit itu yang dikukuhkan.

Setelah 52 hari tanpa kasus Ebola, seorang laki-laki, usia 26 tahun, meninggal akibat penyakit itu di kota Beni.

Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, itu bukan kabar yang baik, tetapi sudah diperkirakan.

"Selama ini kami bersiap, dan memperkirakan, akan terjadi kasus lagi. Sayangnya, itu berarti pemerintah DRC tidak akan bisa mengumumkan berakhirnya wabah itu hari Senin, seperti yang diharapkan. Tetapi WHO dan semua mitra tetap bersiap dan berkomitmen bekerja sama dengan pemerintah, di bawah pengarahan pemerintah, masyarakat yang terimbas, dan mitra-mitra lain, untuk mengakhiri wabah tersebut," kata Tedros.

WHO melaporkan 3.456 kasus Ebola, termasuk 2.276 kematian sejak wabah itu diumumkan pada 1 Agustus 2018. Itu adalah wabah terburuk kedua, setelah epidemi tahun 2014 di Afrika Barat, yang menulari lebih dari 28 ribu orang, menewaskan 11.300.

Ketua komisi darurat kesehatan WHO Michael Ryan mengatakan berita positif dari kemunduran itu adalah bahwa operasi internasional, yang melacak epidemi Ebola itu, waspada dan merespon dengan cepat.

"Setiap hari, kami menyelidiki 2.600 peringatan di kedua provinsi yang terdampak. Kami mengambil ribuan sampel setiap minggu dan kami akan melanjutkan pengawasan aktif itu sampai tuntas. Kami hanya harus melakukannya selama 42 hari lagi," ujarnya.

WHO melaporkan upaya sedang dilakukan untuk melacak semua orang yang mungkin telah melakukan kontak dengan orang yang tertular.

Dikatakan, setiap orang akan ditawari vaksin pelindung dan status kesehatan mereka akan dipantau.

WHO mengatakan, tim tanggap internasional akan terus melacak setiap kasus di Provinsi Kivu Utara dan Ituri sampai epidemi itu berakhir.