Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno menolak adanya rencana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menggunakan dana haji untuk stabilisasi rupiah. Dia mengingatkan, penggunaan dana haji di luar ketentuan pengelolaan berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014.
"Saya sendiri akan berkomunikasi dengan Ketua Komisi VIII DPR untuk memastikan legislatif mengkaji secara detail rencana BPKH menggunakan dana haji untuk keperluan investasi di luar praktik sebagaimana lazimnya," tutur Eddy dalam keterangannya, Rabu (3/6/2020).
Sekjen PAN itu menyebut, BPKH seharusnya mengelola dana haji berdasarkan prinsip kehati-hatian, transparan, dan akuntabel. Kebijakan publik yang efektif pun harus mendapatkan dukungan publik. Terlebih ini menyangkut pengelolaan dana calon jemaah haji.
Advertisement
"Saya mengingatkan BPKH hati-hati kelola dana tamu Allah. Dana haji adalah dana titipan jemaah yang sudah ditabung bertahun-tahun, bahkan ada yang belasan tahun untuk menjalankan kewajiban ibadah haji," jelas dia.
Eddy turut meminta BPKH segera membuat pelaporan yang rinci terkait pengelolaan dana haji. Seperti penempatan dana dilakukan di bank mana saja, hingga dana haji diinvestasikan dalam instrumen apa saja.
"Saya menghimbau agar BPKH segera mempublikasikan laporan keuangan audited per 31 Desember 2019, agar publik dapat mengetahui status dan keberadaan dana haji yang ditabungnya selama ini," Eddy menandaskan.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tidak Menambah Kekecewaan
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menegaskan, dirinya tidak setuju apabila dana haji digunakan untuk keperluan di luar peruntukan haji, termasuk wacana pengalihan untuk keperluan intervensi pasar yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia pada masa pandemi Covid-19.
"Bank Indonesia seharusnya melakukan intervensi pasar dan memperkuat rupiah menggunakan dana cadangan devisa yang dimiliki Bank Indonesia," kata Syarief Hasan di Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Syarief menilai kekecewaan dari para calon jamaah haji memang berdasar karena mereka telah mengantre dan menabung sejak lama untuk mendapatkan kesempatan berangkat ke Tanah Suci.
"Pemerintah tidak boleh menambah kekecewaan masyarakat dengan menggunakan dana haji untuk keperluan lain. Termasuk wacana pemakaian dana haji sebesar Rp 8,7 triliun oleh Bank Indonesia," ujarnya.
Â
Advertisement