Liputan6.com, Jakarta - Panglima Serdadu Eks Trimata Nusantara, Ruslan Buton mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, polisi menghargai upaya praperadilan yang diajukan oleh Ruslan Buton atas status tersangkanya dalam kasus penyebaran informasi bohong alias hoaks dan ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi.
"Praperadilan merupakan hak dari tersangka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana," tutur Ahmad di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/6/2020).
Menurut dia, biarlah kewenangan pengadilan yang memutus perkara Ruslan Buton tersebut. Polri taat dan mengikuti aturan perundang-undangan.
Advertisement
"Pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku," jelas Ahmad.
Kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun mengatakan pihaknya telah mendaftarkan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka kliennya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Nomor 62 praperadilan Ruslan Buton terdaftar," kata Tonin.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kasus Ruslan Buton
Sebelumnya, Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton menangkap Ruslan alias Ruslan Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis, 28 Mei 2020.
Polisi pun menyita barang bukti satu ponsel pintar dan sebuah KTP milik Ruslan.
Bareskrim Polri kemudian menetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka dalam kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian terkait surat terbuka yang meminta Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI.
Ruslan pun langsung ditahan di Rutan Bareskrim per Jumat (29/5) selama 20 hari hingga 17 Juni 2020.
Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.
Advertisement