Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengizinkan rumah ibadah kembali buka dan menjalankan aktivitas peribadatan. Masjid-masjid di ibu kota bisa bisa melaksanakan salat Jumat dengan tetap menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19.
Hal itu setelah Pemprov DKI memutuskan memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Panjang (PSBB) dengan status transisi menuju tatanan normal baru mulai hari ini, Jumat (5/6/2020). Meski begitu, Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat belum melaksanakan salat Jumat.
"Belum (ada salat Jumat)," kata Kepala Bagian Protokol Masjid Istiqlal, Abu Hurairah, kepada Liputan6.com, Jumat (5/6/2020).
Advertisement
Kebijakan itu diambil lantaran belum ada instruksi dari Imam Besar Masjid Istiqlal.
"Alasannya belum ada instruksi dari imam besar," kata Abu.
Selain itu, masih kata dia, ada proyek renovasi Masjid Istiqlal yang sudah masuk tahap akhir.
"Kedua, kami saat ini fokus ke proyek renovasi yang sudah masuk tahap akhir. Awal Juli akan diserahterimakan, kemungkinan awal Juli masjid dibuka untuk umum bersamaan dengan selesainya renovasi," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang penyelenggaraan salat jumat dan jemaah untuk mencegah penularan wabah Covid-19. Hal ini menyusul keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang membolehkan salat Jumat dilakukan per hari ini.
Fatwa MUI bernomor 31 Tahun 2020 yang diterima Liputan6.com, Jumat (5/6/2020) ditandatangani Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dan Sekretaris HM Asrorun Ni'am Sholeh. Fatwa itu menjelaskan tentang ketentuan umum penyelenggaraan salat jumat. Yang pertama terkait dengan saf salah jemaah.
Disebutkan, meluruskan dan merapatkan saf (barisan) pada salat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah. Namun untuk kondisi pandemi covid-19 saat ini, ketentuan tersebut dapat dikecualikan.
"Salat berjamaah dengan saf yang tidak lurus dan tidak rapat hukumnya tetap sah tetapi kehilangan keutamaan dan kesempurnaan jemaah," tulis fatwa tersebut.
'Untuk mencegah penularan wabah Covid-19, penerapan physical distancing saat salat jamaah dengan cara merenggangkan saf hukumnya boleh, salatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyyah," jelas fatwa itu.
Kemudian terkait pelaksanaan salat Jumat, disebutkan dalam fatwa MUI pada dasarnya salat Jumat hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan. Namun jika jemaah salat Jumat tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing, maka boleh dilakukan ta’addud al-jumu’ah (penyelenggaraan salat Jum’at berbilang) dengan menyelenggarakan salat Jumat di tempat lainnya seperti musala, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion.
"Jemaah boleh menyelenggarakan salat Jumat di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan salat jumat dengan model shift, dan pelaksanaan salat Jumat dengan model shift hukumnya sah," kata fatwa ini.
Kemudian, penggunaan masker yang menutup hidung saat salat hukumnya boleh dan salatnya sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat salat.
"Menutup mulut saat salat hukumnya makruh, kecuali ada hajat syar’iyyah. Karena itu, salat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah Covid-19 hukumnya sah dan tidak makruh," demikian Fatwa MUI tersebut.
MUI juga merekomendasikan agar pelaksanaan salat Jumat dan jemaah perlu tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, membawa sajadah sendiri, wudlu dari rumah, dan menjaga jarak aman. Selain itu, khatib juga diminta memperpendek khutbah Jumat dan memilih bacaan surat al-Quran yang pendek saat salat.
"Jamaah yang sedang sakit dianjurkan salat di kediaman masing-masing," demikian anjuran dari MUI.
Advertisement