Sukses

KPK Telusuri Aliran Uang Menantu Nurhadi ke Iparnya

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Yoga diperiksa pada Senin 8 Juni dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011-2016.

Liputan6.com, Jakarta Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengulik dugaan aliran dana dari menantu eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Rezky Herbiyono ke saksi Yoga Dwi Hartiar. Yoga merupakan kakak ipar dari tersangka Rezky.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Yoga diperiksa pada Senin 8 Juni dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011-2016.

"Penyidik mengonfirmasi dugaan adanya aliran sejumlah uang dari tersangka RHE kepada saksi," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, di Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa (9/6/2020).

Selain Yoga, KPK telah memeriksa saksi Asep Adeng Sundana yang merupakan panitera muda perdata dalam penyidikan kasus tersebut untuk tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO), Senin kemarin.

"Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dengan adanya pendaftaran perkara oleh tersangka HSO di PN Jakarta Utara," ujar Ali.

Hiendra masih menjadi buronan KPK setelah ditetapkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) bersama mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono sejak Februari 2020.

Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di Jakarta pada Senin 1 Juni 2020.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Peran 3 Tersangka

Sebelumnya, KPK telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka pada 16 Desember 2019.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp 14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp 33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp 12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp 46 miliar.Â