Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap perempuan meningkat selama pandemi COVID-19. Hal ini berdasarkan survei yang menjaring 2.285 responden sepanjang April-Mei 2020.
Sebanyak 80 persen responden perempuan dalam kelompok berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan mengatakan bahwa kekerasan yang mereka alami cenderung meningkat selama masa pandemi. Secara umum, survei online itu mencatat kekerasan psikologis dan ekonomi mendominasi bentuk KDRT.
Baca Juga
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Semarang ( (FPsi USM)) Dr Rini Sugiarti mengatakan, kekerasan dalam rumah tangga meningkat selama pandemi COVID-19 dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ekonomi yang menimbulkan dampak terhadap keluarga.
Advertisement
Intensitas pertemuan suami dan istri naik akibat gaya hidup yang berubah saat pandemi, kata dia, ikut berpengaruh dalam fenomena peningkatan KDRT. Karena dalam beberapa kasus intensitas pertemuan yang bertambah akan menimbulkan gesekan.
"Tetapi bisa juga ditambahi dengan sudah tidak bekerja, harus di rumah, pemasukan berkurang. Kelas menengah mungkin masih bisa bertahan, tapi yang income-nya terbatas, sudah di rumah ditambah tidak berpenghasilan dan dengan keluarga emosi dan sebagainya akan terjadilah KDRT," kata Rini, Rabu (10/6/2020).
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Berdampak pada Anak-Anak
Ia mengatakan pikiran dan perasaan akan muncul dalam perilaku sosial. Ketika pikiran seseorang sedang marah atau jengkel akan muncul rasa enggan bertemu orang.
"Ketika dalam keadaan emosi ditambah dengan intensitas pertemuan dengan pasangan yang lebih tinggi dari biasanya maka muncul risiko gesekan tersebut," katanya seperti dikutip dari Antara.
Kondisi tersebut, kata Rini Sugiarti, tidak hanya bisa memicu KDRT tapi juga menimbulkan dampak kepada anak yang harus berada di rumah. Kondisi emosi orangtua akan mempengaruhi hubungan dengan anak.
Advertisement