Sukses

Kronologi Penangkapan Reyndhart Rossy Pengguna Ganja Medis Versi Pengacara

Rossy meminum air rebusan daun ganja untuk menghilangkan rasa sakitnya akibat kelainan saraf.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus hukum yang menyeret pengguna ganja untuk kebutuhan medis kembali terjadi di Indonesia. Kali ini, Reyndhart Rossy N Siahaan (37), pria asal Medan, Sumatera Utara, itu diadili di Pengadilan Negeri Kupang.

Tim Kuasa Hukum Rossy, Bandri Jerry, menyampaikan kronologi kasus kriminalisasi ganja untuk keperluan medis yang menjerat kliennya.

"Awalnya, klien kami sebelumnya tinggal di Jakarta. Pada 2015, berdasarkan hasil CT Scan Nomor Registrasi RJ1508100084 dari RS OMNI, menderita penyakit kelainan saraf yang membuat badannya sering mengalami kesakitan," kata Bandri dalam keterangan tertulis, Kamis (11/6/2020).

Bandri mengatakan, kliennya sehari-hari bekerja sebagai porter atau kuli panggul barang. Diduga, profesinya yang kerap mengangkut beban berat yang membuat Rossy mengalami kelainan saraf. 

"Pascasakit, Rossy harus kehilangan pekerjaan, dan merantau ke Labuan Bajo, NTT, untuk bekerja pada 2016," jelas Bandri.

Di NTT, Rossy mencari nafkah di bidang pariwisata. Namun, pada 2018 penyakitnya kembali kambuh, dan rasa sakit terus dirasakan.

"Klien kami telah mencoba berbagai pengobatan medis, tapi masih terus merasakan sakit. Pada 2019, Rossy lelah dengan pengobatan medis, dan mencari informasi pengobatan lainnya, akhirnya ia menemukan informasi bahwa penyakitnya bisa ditangani dengan konsumsi air rebusan ganja," tutur Bandri.

Rossy mencari informasi bagaimana cara mengakses ganja. Setelah mendapatkan informasi tersebut, ia mengkonsumsinya dengan cara meminum air rebusan daun ganja, tidak pernah diisap.

"Sejak meminum air rebusan ganja, Rossy merasakan kesembuhan dan kondisi tubuh yang lebih baik," jelas Bandri.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Ditangkap di Kos

Upaya Rossy mengobati rasa sakitnya lewat rebusan daun ganji terhenti. Dia ditangkap di sebuah kos petakan yang ia sewa pada 17 November 2019. Penangkapan dilakukan atas dasar kepemilikan 428,26 gram ganja dalam kotak yang baru datang di kosnya.

"Itu belum digunakan sama sekali," tegas Bandri.

Selain itu, Rossy juga kedapatan menyimpan ganja seberat 2,52 gram di celananya. Rossy akhirnya diproses secara hukum, tanpa didampingi oleh penasihat hukum di tahap penyidikan.

Menurut Bandri, kliennya didakwa dengan dakwaan alternatif, pertama Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika tentang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I.

Kedua, Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika tentang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman. Dan ketiga Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika tentang penyalahgunaan narkotika.

Ketiga pasal tersebut memuat ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. "Seharusnya Rossy selalu didampingi penasihat hukum, tapi penasihat hukum baru hadir pada proses pemeriksaan saksi," kritik dia.

 

3 dari 3 halaman

Dinilai Janggal

Karena itu, Bandri meyakini proses hukum kasus kepemilikan ganja ini terbilang janggal. Menurut dia, banyak hak hukum kliennya yang tidak terpenuhi.

"Rossy didakwa atas perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, namun pihak-pihak yang terkait dengan perbuatan membeli tersebut tidak pernah dihadirkan dalam persidangan," kritik dia lagi.

Selain itu, saksi dalam persidangan hanya penyidik yang melakukan penangkapan. Apalagi, Rossy tidak memiliki biaya untuk menghadirkan saksi yang meringankan.

Akibatnya, pada 28 Mei 2020, Rossy dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun atas Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika tentang penyalahgunaan narkotika.

"Rossy kini menunggu putusan hakim untuk mampu melihat bahwa ia sakit dan membutuhkan pengobatan untuk rasa sakitnya," tutur Bandri.

Sebagai informasi, sampai dengan saat ini di dalam rutan, Rossy masih harus minum obat untuk menahan rasa sakitnya. Dibantu temannya, Rossy bisa memperoleh obat yang ia butuhkan. Sebab, dia tidak memiliki anggota keluarga di Kupang, NTT.