Sukses

Pengamat: Tuntutan Penyerang Novel Baswedan Sudah Salah dari Awal

Seharusnya jaksa bisa menggunakan pasal-pasal ampuh, seperti Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dalam kasus Novel Baswedan ini.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik KPK Novel Baswedan geram dengan tuntutan jaksa penuntut umum terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua terdakwa kasus penyerangannya.

Direktur Legal culture Institute ( LeCI) Rizqi Azmi memandang, tuntutan jaksa yang menggunakan Pasal 353 ayat (2) tentang penganiayaan yang menyebabkan luka berat dan Pasal 55 ayat (1) tentang turut serta pelaku serta hanya membuktikan dakwaan subsider, tidak tepat.

"Tidaklah tepat dan terkesan tidak menggali kebenaran materil yang seharusnya diperjuangkan oleh seorang jaksa pembela kebenaran hakiki, terhadap seorang korban tindak pidana. Apalagi korbannya adalah orang yang luar biasa karena tugasnya sebagai penyidik KPK pemberantas korupsi sebagai extra ordinary crime, sehingga kerja-kerja jaksa juga harus Extra Effort Law Enforcement," kata Rizqi, Jumat (12/6/2020).

Menurut dia, jaksa kasus penyerangan Novel Baswedan bisa menggunakan pasal-pasal ampuh seperti Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana sesuai dengan actus reus (kejadian sebenarnya) dan mens rea dengan pengakuan kesengajaan oleh pelaku.

"Dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup 20 tahun penjara karena dan pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 221 ayat 1 dan 2 KUHP terkait menghalangi penyidikan dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda 600 juta. Karena sewaktu itu banyak kasus-kasus istimewa yang ditangani Novel," ungkap Rizqi.

Selain itu, masih kata dia, tentang pelanggaran HAM bisa dipakai oleh jaksa sebagai instrumen ampuh ditengah pekerjaan krusial Novel Baswedan yang tidak hanya sebagai pendekar antikorupsi juga sebagai Penegak HAM.

Menurut Rizki, jaksa seharusnya harus mengejar delik pemidanaan sesuai Actus Reus (kejahatan yang dilakukan) dan Mens Rea (Sikap Batin Pelaku). Di mana, lanjut dia, Actus Reus tidak boleh dialihkan karena ketidaksengajaan.

"Begitu pun dalam kasus ini harus dipastikan pertanggungjawaban pidana, hubungan kejiwaan dan bentuk kesalahannya," kata Rizki.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kasus Besar

Rizki memandang, kasus ini merupakan triger pengungkapan kasus besar. Oleh karena itu tidak mungkin si pelaku mempunyai motif pribadi dan ini yang harus di gali dari mens rea atau sikap batin pelaku yang berkemungkinan di pengaruhi atau diarahkan oleh seseorang atau sekelompok kepentingan untuk mendasari aksinya.

"Kita berharap Hukum tetap sebagai panglima sesuai amanah konstitusi kita dan apabila konsensus ini runtuh diakibatkan ketidakadilan di meja hijau maka jangan harap akan adanya ketenangan dalam berbangsa dan bernegara. Di saat pemberantas korupsi di halangi dengan teror dan penganiayaan maka kiranya tidaklah setimpal dengan hukuman para koruptor minimalis atau penjegal atau penghalang seperti pelaku penyiraman yang di hukum 1 tahun," pungkas Rizki.