Sukses

Tak Sengaja dan Pakai Air Aki, Ini Ragam Pembelaaan Terdakwa Kasus Novel

Kuasa hukum dua anggota Brimob Polri berdalih, kerusakan mata yang diderita Novel Baswedan itu akibat dari penanganan yang tidak benar.

 

Liputan6.com, Jakarta - Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6/2020). Dua terdakwa kasus penyerangan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan itu menyampaikan pembelaan melalui kuasa hukumnya.

Tim penasihat hukum menyampaikan langsung nota pembelaan kliennya di hadapan Majelis Hakim PN Jakarta Utara. Sementara dua terdakwa tetap berada di Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Dalam pleidoinya, kedua terdakwa menyebut tak memiliki maksud untuk mencelakai atau menimbulkan luka berat terhadap Novel Baswedan. Tindakan kedua terdakwa dilandasi benci lantaran Novel dianggap pribadi yang lupa pada institusi Polri, sebagai institusi yang membesarkan nama Novel.

"Terdakwa tidak mempunyai maksud untuk mencelakai atau menimbulkan luka berat terhadap korban," ujar tim pengacara dua terdakwa membacakan nota pembelaan dua kliennya, Senin (15/6/2020).

Pengacara kemudian mengutip keterangan Novel dan saksi bernama Nursalim bahwa baju yang dipakai penyidik lembaga antirasuah itu masih utuh dan tidak robek. Meski panas saat dipegang, menurut pengacara, hal itu karena Rahmat bertujuan menyiramkan air keras ke badan Novel.

Namun nahas saat kejadian, motor yang dikendarai Ronny Bugis sempat oleng. Selain itu, Rahmat yang dibonceng kemudian menyiramkan air keras itu menggunakan tangan kiri. Hal itu kemudian yang diyakini sebagai faktor ketidaksengajaan air keras mengenai wajah Novel.

"Dari keterangan saksi Ronny Bugis, motor sempat oleng ke kanan pada saat terdakwa menyiramkan air aki dengan menggunakan tangan kiri, sehingga posisi tangan dapat terangkat lebih ke atas," kata pengacara.

Atas dasar hal tersebut, pengacara meyakini pernyataan kliennya adalah fakta. Rahmat tak berniat menyiram air keras ke wajah Novel Baswedan. Atas dasar ketidaksengajaan, maka air keras mengenai wajah Novel dan membuat kedua mata Novel tak bisa melihat dengan sempurna.

Apalagi, menurut pengacara, berdasarkan keterangan dan barang bukti dari berbagai saksi, baju yang dikenakan Novel masih utuh dan hanya basah. Menurutnya, hal itu yang membuktikan bahwa cairan yang disiram oleh Rahmat bukan air keras, melainkan air aki.

"Jelas tidak ada niat terdakwa untuk melakukan penganiayaan berat," kata Pengacara.

Pengacara juga menyebut kerusakan mata yang dialami penyidik senior Novel Baswedan bukan sepenuhnya dilakukan oleh kedua terdakwa. Pengacara berdalih, kerusakan mata Novel terjadi karena penanganan yang tidak benar.

"Telah terungkap adanya fakta hukum bahwa kerusakan mata saksi korban Novel Baswedan bukan merupakan akibat langsung dari perbuatan penyiraman yang dilakukan oleh terdakwa," kata pengacara.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penyebab Mata Rusak

Kuasa hukum dua anggota Brimob Polri itu berdalih, kerusakan mata yang diderita Novel itu akibat dari penanganan yang tidak benar. Mereka menuding, hal itu juga disebabkan oleh ketidaksabaran Novel selaku korban terhadap tindakan medis.

"Melainkan diakibatkan oleh sebab lain, yaitu penanganan yang tidak benar atau tidak sesuai, di mana sebab lain itu didorong oleh sikap saksi korban sendiri yang tidak menunjukkan kooperatif dan sabar atas tindakan medis yang dilakukan oleh dokter-dokter di rumah sakit," bebernya.

Berdasarkan fakta persidangan, lanjutnya, tim dokter yang sempat merawat Novel, cairan H2SO4 atau asam sulfat yang terkena wajah Novel Baswedan telah ditangani secara tepat dan berhasil dinetralisir.

"Dokter Johan Hutauruk yang melakukan perawatan terhadap korban di mana saksi-saksi menyatakan penanganan telah dilakukan secara tepat dan tingkat asam sulfat dapat dinetralisir juga secara jelas," kata dia.

Oleh karena itu, Tim Hukum menegaskan kerusakan mata terhadap Novel bukan sepenuhnya akibat dari kedua terdakwa. Melainkan terdapat kesalahan penanganan.

"Kerusakan mata yang dialami oleh saksi korban ini sesungguhnya bukan akibat langsung dari tindakan penyelamatan yang dilakukan, melainkan kesalahan penanganan yang dilakukan oleh pihak tertentu," kata dia.

Atas dasar hal tersebut, pengacara mengatakan, kejadian yang dialami Novel Baswedan pada 11 April 2017, usai subuh itu merupakan kejadian biasa. Bahkan, menurutnya, kejadian yang menimpa Novel Baswedan dapat terjadi dan menimpa siapa saja.

"Sebenarnya kejadian yang menimpa saksi korban merupakan kejadian yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa yang sering terjadi, dan dapat menimpa siapa saja," katanya.

Pengacara menyebut, pemberitaan di media massa yang terlampau berlebihan sehingga menimpulkan polemik yang tak berkesudahan. Bahkan, tidak sedikit pihak yang mencibir institusi Polri lantaran memakan waktu lama untuk mengungkap kasus ini.

"Namun karena kejadian yang diberitakan dan dikaitkan oleh pihak tertentu yang dengan sengaja mengirim opini bahwa peristiwa tersebut berhubungan dengan perkara yang sedang ditangani saksi korban, maka menjadikan kasus itu menjadi liar seolah-olah yang menghantam tubuh kepolisian," kata dia.

Lantaran merasa institusi Polri tercoreng dengan pemberitaan lamanya mengungkap kasus Novel Baswedan, kedua terdakwa kemudian menyerahkan diri dan mengakui perbuatannya.

"Kemudian terdakwa termasuk menyerahkan diri untuk meredam isu-isu negatif yang menyudutkan, menghancurkan kepolisian," kata dia.

Pengacara menyebut, kedua terdakwa telah menyatakan diri mereka bersalah melakukan penyerangan terhadap Novel Baswedan. Meski demikian, pengacara meminta agar keduanya dibebaskan dari segala tuntutan.

Menurut pengacara, tuntutan satu tahun penjara terhadap kliennya adalah tuntutan yang berat.

"Pertama meminta agar menyatakan terdakwa tidak bersalah seperti dalam dakwaan penuntut umum. Tuntutan satu tahun oleh jaksa penuntut umum sesungguhnya tuntutan yang sangat berat," kata dia.

Dia pun meminta dua kliennya dibebaskan dari rumah tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua. Selain itu, pengacara juga meminta majelis hakim mengembalikan nama baik Rahmat dan Ronny.

"Membebaskan terdakwa dari rumah tahanan," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Rasa Benci

Dalam pembelaannya, dua terdakwa menyatakan melakukan perbuatannya didasari rasa benci pribadi kepada Novel Baswedan. Perbuatan terdakwa bukan suruhan dari atasan di lingkungan Polri. Karena perbuatan penyiraman terdakwa dilakukan karena motif pribadi.

"Penyiraman dilakukan karena motif pribadi, tidak ada hubungan perintah atasan," kata dia.

Pengacara menyebut, tindakan yang dilakukan kedua kliennya terhadap Novel lantaran menganggap Novel melupakan instutusi Polri sebagai intitusi yang membesarkan namanya.

"Tindakan terdakwa hanya spontan dipicu oleh sikap implusif terdakwa yang tidak suka dengan korban yang tidak hargai jiwa korsa atau dianggap kacang lupa kulitnya," kata dia.

Sebelumnya, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut satu tahun pidana penjara. Jaksa menilai, Rahmat dan Ronny terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap Novel.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa dengan hukuman pidana selama satu tahun," kata Jaksa Fedrik Adhar membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020).

Dalam pertimbangan Jaksa, hal yang memberatkan Ronny dan Rahmat dinilai telah mencederai institusi Polri. Sedangkan hal yang meringankan, keduanya berlaku sopan selama persidangan dan mengabdi di institusi Polri.

Jaksa meyakini, Ronny Bugis bersama-sama-sama dengan Rahmat Kadir terbukti melakukan penganiyaan berat dengan terencana. Terencana, yang dimaksud jaksa adalah kedua terdakwa terbukti melakukan pemantauan rumah Novel sebelum melancarkan aksinya.

Kedua oknum Brimob Polri itu menyebabkan mata Novel Baswedan mengalami penyakit sehingga kornea mata kanan dan kiri berpotensi menyebabkan kebutaan.

Kedua terdakwa melakukan perbuatannya karena membenci Novel Baswedan yang dinilai telah mengkhianati dan melawan institusi Polri.

Keduanya kemudian pada 11 April 2017 bertempat di Jalan Deposito Blok T Nomor 10 RT 003 RW 010 Kelurahan Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara sekitar pukul 05.10 WIB menyiram cairan asam sulfat (H2SO4) kepada Novel Baswedan yang keluar dari Masjid Al-Ikhsan menuju tempat tinggalnya.

Akibat ulah kedua terdakwa, cidera yang dialami Novel itu disebutkan berdasarkan hasil visum et repertum nomor 03/VER/RSMKKG/IV/2017 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Mitra Keluarga menyatakan ditemukan luka bakar dibagian wajah dan kornea mata kanan dan kiri Novel.

Atas perbuatannya, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir dituntut Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.