Liputan6.com, Jakarta - Sidang perdana kasus dugaan penyebaran kabar bohong Sunda Empire sudah digelar pada Kamis, 18 Juni 2020 secara virtual.
Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap tiga terdakwa Sunda Empire, yaitu Nasri Bank, Raden Ratna Ningrum, dan Ki Ageng Rangga.
JPU Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mendakwa tiga terdakwa yang mengaku sebagai pimpinan kekaisaran palsu Sunda Empire.
Advertisement
Mereka didakwa pasal penyebaran informasi bohong atau hoaks yang menerbitkan keonaran di tengah masyarakat.
Selain membuat keonaran, JPU juga mendakwa ketiganya telah merusak keharmonisan masyarakat Sunda.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata jaksa Suharja di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Kamis, 18 Juni 2020.
Berikut fakta-fakta sidang perdana kasus dugaan penyebaran kabar bohong Sunda Empire dihimpun Liputan6.com:
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dilaksanakan secara Virtual
Pengadilan Negeri Bandung pada hari ini, 18 Juni 2020 menggelar perdana kasus dugaan penyebaran kabar bohong Sunda Empire.
Sidang beragendakan pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum terhadap tiga orang tersangka.
"Benar, sidang disiarkan secara virtual. Dijadwalkan jam 10.00 WIB," kata pengacara salah satu tersangka, Erwin Syahruddin saat dikonfirmasi.
Para petinggi Sunda Empire yang menjadi tersangka adalah Nasri Bank, Raden Ratna Ningrum, dan Ki Ageng Rangga. Berkas perkara sudah diregistrasi dengan nomor 471/Pid.Sus/2020/PN.BDG.
Adapun majelis hakim yang memimpin sidang akan diketuai T Benny Eko Supriyadi, didampingi anggota hakim Mangapul Girsang, dan Asep Sumirat Danaatmaja.
Erwin selaku pengacara Ageng Rangga menuturkan, sidang dilaksanakan dengan metode video telekonferensi. Rangga bersama dua tersangka lainnya akan berada di rumah tahanan (rutan) Mapolda Jawa Barat.
"Dari pihak pak Rangga dan dua lainnya secara prosedur tetap di Polda Jabar," ucap Erwin.
Persidangan di tengah pandemi Covid-19 secara virtual memang bukan sesuatu yang baru di Pengadilan Negeri Bandung. Hal demikian dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran virus, sidang digelar melalui video telekonferensi.
Adapun pelaksanaan sidang kasus Sunda Empire tetap dilaksanakan di Pengadilan Negeri Bandung. Majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU), dan tim kuasa hukum akan berada di ruang persidangan.
"Nanti kita (pengacara) merapat. Sidang di PN sama JPU dan hakim," ujar Erwin.
Â
Advertisement
Dakwaan Jaksa
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mendakwa tiga terdakwa yang mengaku sebagai pimpinan kekaisaran palsu Sunda Empire.
Ketiga terdakwa yakni, Nasri Bank, Raden Ratna Ningrum, dan Ki Ageng Rangga Sasana didakwa pasal penyebaran informasi bohong atau hoaks yang menerbitkan keonaran di tengah masyarakat.
Selain membuat keonaran, JPU juga mendakwa ketiganya telah merusak keharmonisan masyarakat Sunda.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata jaksa Suharja di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.
Dalam surat dakwaan jaksa, ketiga terdakwa didakwa tiga pasal. Pertama, yaitu Pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946, tentang Peraturan Hukum Pidana junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman 10 tahun penjara.
Jaksa Suharja mengatakan, Sunda Empire selalu menyampaikan materi tentang keberadaan kekaisaran Sunda Empire yang dapat mengubah tatanan dunia.
Materi tersebut disebarluaskan melalui Youtube Sunda Empire dengan nama Alliance Press Internasional.
"Hal tersebut dilakukan oleh para terdakwa dengan maksud untuk menerbitkan atau menimbulkan keonaran atau kegaduhan di masyarakat," ujar Suharja.
Sehingga dengan menyiarkan berita atau pemberitaan bohong yang terdapat di dalam video yang berisi kegiatan atau aktivitas Sunda Empire tersebut telah menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat Sunda karena telah mengusik keharmonisan masyarakat Sunda.
Sedangkan, dua pasal lainnya adalah Pasal 14 (2) UU No 1 Tahun 1946 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Serta Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Â
Kerajaan Fiktif Sunda Empire
Menurut keterangan jaksa, kerajaan fiktif Sunda Empire didirikan oleh terdakwa Nasri Bank bersama Ratna sejak 2003. Namun pada saat itu, mereka belum merekrut anggota untuk bergabung.
Adapun perekrutan anggota itu, kata jaksa, terjadi selama kurun waktu 2007 hingga tahun 2015. Anggota yang dihimpun mereka, menurut jaksa hingga mencapai 1.500 orang.
Untuk menjadi anggota Sunda Empire, para calon anggota cukup menyerahkan fotokopi identitas kartu tanda penduduk dan foto identitas. Lalu mereka merancang kartu tanda pengenal Sunda Empire yang memiliki biaya Rp100 ribu, serta seragam Sunda Empire yang biayanya Rp600 ribu.
"Seluruh biaya tersebut dibebankan kepada anggota," ucap Jaksa.
Menurut jaksa Suharja, meski para terdakwa mengetahui secara sadar bahwa Sunda Empire bukan merupakan bagian dari sejarah.
Namun para terdakwa selalu menyampaikan hal tersebut dalam setiap acara pertemuan dengan anggotanya.
"Hal tersebut dilakukan oleh para terdakwa dengan maksud untuk menerbitkan atau menimbulkan keonaran dan kegaduhan di masyarakat. Khususnya masyarakat sunda, karena pemberitaan bohong tersebut bagi sebagian masyarakat menganggap benar adanya," jelas Suharja.
Â
Advertisement
Sidang Ungkap Kaitan Putri Mahkota dan Latar Belakang Berdiri Sunda Empire
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam dakwaannya menyebut Sunda Empire dibuat karena anak dua terdakwa Nasri Banks dan Raden Ratnaningrum ditahan di Malaysia, akibat penggunaan paspor palsu Sunda Empire.
Kedua anak para petinggi Sunda Empire itu berinisial FR dan LR, kata jaksa, pergi ke Malaysia untuk menelusuri harta fiktif Sunda Empire sebesar 500 juta dolar Amerika Serikat.
Namun akibat menggunakan paspor palsu mereka divonis penjara oleh pengadilan Malaysia.
"Atas dasar hal tersebut terdakwa Nasri Banks dan Raden Ratnaningrum pada tahun 2003 mendirikan Sunda Empire agar bisa memulangkan kedua putrinya yang sudah 13 tahun masih tertahan di Malaysia di bawah pengawasan UNHCR," kata JPU Suharja.
Setelah dipenjara selama 1 tahun 5 bulan, kata jaksa, kedua putri mereka enggan untuk kembali pulang ke Indonesia karena masih menganggap dirinya sebagai putri mahkota kekaisaran fiktif itu. Para terdakwa, kata jaksa, menerima kabar bahwa putrinya itu ditahan pada tahun 2007.
Pihak kuasa hukum terdakwa Sunda Empire menyebut bahwa info dipenjarakannya kedua anak terdakwa itu benar adanya.
Namun soal keterkaitan dengan upaya penelusuran harta fiktif itu, pihak kuasa hukum menyatakan belum tentu benar.
"Itu tidak ada kaitannya dengan kasus ini, infonya ada (dipenjara), tapi kalau ditahannya sampai saat ini, kita kurang tahu," kata kuasa hukum Misbahul Huda.
Â
Ajukan Penangguhan Penahanan
Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung diminta mempertimbangkan permohonan penangguhan penahanan terdakwa petinggi kekaisaran fiktif Sunda Empire, Ki Ageng Rangga Sasana. Terdakwa diketahui memiliki riwayat sakit paru-paru.
Pengacara terdakwa Rangga, Misbahul Huda menjelaskan, kliennya sudah mengalami sakit paru-paru sejak jauh sebelum masuk kursi pesakitan.
"Dari sisi kondisi penyakitnya, beliau punya penyakit riwayat penyakit paru-paru. Makanya lebih baik dirawat di rumah, karena setelah dirawat Rumah Sakit Bhayangkara belum sembuh dengan maksimal," ujar Misbahul.
Misbahul kembali mengajukan penangguhan penahanan terhadap Rangga. Kali ini, pengajuan dilakukan kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung.
"Kami mengajukan penangguhan penahanan karena terdakwa dalam kondisi yang memprihatinkan," jelas Misbahul.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum dalam kasus Sunda Empire Suharja tak keberatan dengan pengajuan penangguhan yang dilakukan Rangga.
"Itu sudah ranah majelis hakim, dikabulkan atau tidak kewenangannya ada pada hakim bukan lagi haksa. Jadi apa yang disampaikan penasehat hukum dengan alasan sakit itu nanti majelis hakim yang mempertimbangkan," ujar Suharja.
Advertisement