Sukses

Mendagri: Tak Heran Kena OTT, Menjadi Bupati Butuh hingga Rp 30 Miliar

Menurut Tito, rata-rata mereka yang maju dengan modal puluhan miliar itu akan berusaha mengembalikan modal selama menjadi kepala daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengaku menerima informasi terkait biaya untuk menjadi kepala daerah. Menurut Tito, ongkos untuk maju menjadi kepala daerah setingkat bupati mencapai Rp 30 miliar.

"Teman-teman menjadi bupati itu membutuhkan Rp 20 sampai Rp 30 miliar. Wali kota pasti lebih lagi, bagaimana dengan gubernur," ujar Tito dalam webinar, Sabtu (20/6/2020).

Tito menyebut, tak heran jika ada kepala daerah yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun penegak hukum lainnya. Menurut Tito, rata-rata kepala daerah yang maju degan modal puluhan miliar itu akan berusaha mengembalikan modal selama menjadi kepala daerah.

"Nah karena perlu modal, akibatnya apakah calon kepala daerah betul-betul siap untuk mengabdi, berkorban, mengeluarkan segala biaya modal dan lain-lain dan setelah terpilih betul-betul bebas dari korupsi, dan melupakan uang yang menjadi modal," kata Tito.

Beberapa kepala daerah menurut Tito tidak mau merugi mengeluarkan biaya besar namun tak mendapatkan apa-apa. Apalagi, jika kepala daerah hanya mengandalkan gaji dan tunjangan, apakah cukup untuk mengembalikan modal yang mencapai Rp 30 miliar tersebut.

"Takutnya dia tidak mau rugi, untuk mengembalikkan modal. Saya tidak heran kepala daerah kena OTT, atau terlibat korupsi," kata Tito.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Usulan Penundaan Pilkada

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian menyinggung usul penundaan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020, karena pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Menurutnya, jika usulan tersebut dijalankan, maka bakal ada 270 Pelaksana tugas (plt) yang diperintahkan menjadi kepala daerah.

"Apakah kita mau mundur sampai Covid selesai tahun 2022? Saya (bisa) punya 270 Plt dengan tanda tangan Bapak Presiden untuk gubernur dan Plt bupati. Ini yang teken Mendagri," kata Tito saat kunjungan kerja ke Atambua, Jumat (19/6/2020).

Menurut Tito, hal tersebut tidak baik untuk demokrasi. Tito meyakini, Plt bukan mandat rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan di daerah.

"Apakah ini (Plt) baik? Tidak. Kenapa? Karena Plt itu terbatas kewenangannya dan tidak memiliki legitimasi dari rakyat," jelas dia.