Sukses

Sidang Novel Baswedan, Jaksa Jawab Nota Pembelaan Kedua Terdakwa Pagi ini

Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua terdakwa kasus penyerangan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua terdakwa kasus penyerangan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (22/6/2020).

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Djuyamto menjelaskan agenda persidangan kali ini adalah pembacaan replik Jaksa Penuntut Umum. Rencananya akan digelar pada pukul 10.00 WIB.

"Iya hari ini ada sidang lanjutan terkait kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Kami agendakan jam 10.00 WIB nanti," ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin (22/6/2020).

Sebelumnya, tim penasihat hukum kedua terdakwa dalam nota pembelaan atau pleidoi meminta kliennya dibebaskan dari segala tuntutan.

"Pertama meminta agar menyatakan terdakwa tidak bersalah seperti dalam dakwaan penuntut umum," ujar Rudy Heriyanto, tim penasihat hukum Rahmat dan Ronny dalam pleidoinya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6/2020).

Rudy menyebut, tuntutan satu tahun penjara terhadap kliennya merupakan tuntutan yang sangat berat.

"Tuntutan satu tahun oleh jaksa penuntut umum sesungguhnya tuntutan yang sangat berat," kata dia.

Dia pun meminta dua kliennya dibebaskan dari Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua. Selain itu, Rudy juga meminta agar majelis hakim bisa mengembalikan nama baik Rahmat dan Ronny.

"Membebaskan terdakwa dari rumah tahanan," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Karena Benci pada Novel Baswedan?

Dalam pembelaannya, dua terdakwa menyatakan melakukan perbuatannya didasari rasa benci pribadi kepada Novel Baswedan. Perbuatan terdakwa bukan suruhan dari atasan di lingkungan Polri. Perbuatan penyiraman terdakwa dilakukan karena motif pribadi.

"Penyiraman dilakukan karena motif pribadi, tidak ada hubungan perintah atasan," kata dia.

Rudy menyebut, tindakan yang dilakukan kedua kliennya terhadap Novel lantaran menganggap Novel melupakan Polri sebagai intitusi yang membesarkan namanya.

"Tindakan terdakwa hanya spontan dipicu oleh sikap implusif terdakwa yang tidak suka dengan korban yang tidak hargai jiwa korsa atau dianggap kacang lupa kulitnya," kata dia.