Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak pembelaan atau pleidoi dua terdakwa penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
"Perbuatan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette yang menyatakan sebagai pelaku tunggal adalah tak beralasan dan tidak dapat dibuktikan," kata jaksa saat membacakan replik atau tanggapan atas pledoi terdakwa dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (22/6/2020).
Menurut Tim Jaksa, pelaku dalam kasus ini berjumlah dua orang. Selain Rahmat Kadir ada juga Ronny Bugis yang berperan sebagai pengendara motor.
Advertisement
"Terdakwa Rahmat Kadir meminta Ronny Bugis untuk menjalankan motornya secara pelan. Dan ketika posisi Rahmat Kadir berada sejajar dengan Novel Baswedan, Rahmat kadir langsung menyiramkan cairan asam sulfat H2So4 tersebut ke badan saksi korban Novel Baswedan," tegas Tim Jaksa.
Tim Jaksa kemudian juga mementahkan pembelaan terdakwa yang menyatakan bahwa insiden air keras yang mengenai wajah Novel adalah tidak terencana. Sebab menurut terdakwa, niat dari serangan adalah ke wilayah badan dan bukan wajah.
"Dengan demikian yang mengatakan tidak ada rencana dari terdakwa melainkan spontanitas adalah tidak beralasan hingga tidak dapat diterima," beber Tim Jaksa.
Selanjutnya, pembelaan terdakwa yang juga dianulir Tim Jaksa adalah tentang penganiayaan berat. Menurut terdakwa, penyerangan terhadap Novel hanya sebatas ingin memberi pelajaran dan bukan medisfungsi daya lihat Novel Baswedan.
Terakhir, pembelaan terdakwa yang menyalahkan tim medis dikarenakan daya lihat Novel Baswedan yang sudah rusak juga dimentalkan Tim Jaksa. Hal itu dibuktikan Tim Jaksa dengan alat bukti persidangan yakni hasil visum dari Rumah Sakit Mitra Keluarga
"Luka bakar bagian tiga pada selaput bening dalam kornea mata kanan dan kiri akibat kontak dengan bahan yang bersifat asam di daerah permukaan bola mata yang bersifat netral dan basa," kata jaksa.
Karena itulah, jaksa meminta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menolak nota pembelaan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa. Penuntut Umum tetap berpegang pada surat tuntutan Kamis, 11 Juni 2020.
Dua penyerang Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut hukuman pidana bui satu tahun oleh Tim Jaksa.Â
"Menuntut supaya majelis hakim memutuskan menyatakan Terdakwa Rahmat Kadir Mahulete terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana bersama-sama penganiayaan mengakibatkan luka berat dan menghukum terdakwa seberat satu tahun masa tahanan," ujar aksa Fedrik Adhar dalan tuntutannya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis 11 Juni 2020
Pertimbangan hukuman, jelas Jaksa Fedrik, dikarenakan terdakwa diyakini memiliki niat menyerang dan menimbulkan luka berat kepada korban (Novel Baswedan) karena alasan pribadi (dendam). Sebab terdakwa menilai, Novel telah berkhianat terhadap Polri saat sudah berstatus sebagai penyidik KPK.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Terdakwa Penyerangan Air Keras terhadap Novel Baswedan Minta Dibebaskan
Sebelumnya, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua terdakwa kasus penyerangan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan minta dibebaskan. Permintaan itu disampaikan tim penasihat hukum kedua terdakwa dalam nota pembelaan atau pleidoi.
"Pertama meminta agar menyatakan terdakwa tidak bersalah seperti dalam dakwaan penuntut umum," ujar Rudy Heriyanto, tim penasihat hukum Rahmat dan Ronny dalam pleidoinya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6/2020).
Rudy menyebut, tuntutan satu tahun penjara terhadap kliennya merupakan tuntutan yang sangat berat.
"Tuntutan satu tahun oleh jaksa penuntut umum sesungguhnya tuntutan yang sangat berat," kata dia.
Dia pun meminta dua kliennya dibebaskan dari Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua. Selain itu, Rudy juga meminta agar majelis hakim bisa mengembalikan nama baik Rahmat dan Ronny.
"Membebaskan terdakwa dari rumah tahanan," kata dia.
Dalam pembelaannya, dua terdakwa menyatakan melakukan perbuatannya didasari rasa benci pribadi kepada Novel Baswedan. Perbuatan terdakwa bukan suruhan dari atasan di lingkungan Polri. Perbuatan penyiraman terdakwa dilakukan karena motif pribadi.
"Penyiraman dilakukan karena motif pribadi, tidak ada hubungan perintah atasan," kata dia.
Rudy menyebut, tindakan yang dilakukan kedua kliennya terhadap Novel lantaran menganggap Novel melupakan Polri sebagai intitusi yang membesarkan namanya.
"Tindakan terdakwa hanya spontan dipicu oleh sikap implusif terdakwa yang tidak suka dengan korban yang tidak hargai jiwa korsa atau dianggap kacang lupa kulitnya," kata dia.
Advertisement