Sukses

Menkumham Sebut 222 dari 40.020 Napi Asimilasi Covid-19 Kembali Berulah

Yasonna menyebut, rasio napi asimilasi yang kembali berulah di masyarakat jauh lebih rendah dari tingkat residivisme pada kondisi normal sebelum Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly memastikan mekanisme pengawasan terhadap narapidana yang dikeluarkan lewat program asimilasi dan integrasi Covid-19 berjalan efektif. Hal ini terlihat dari rasio napiasimilasi yang berulah kembali di masyarakat.

"Sejauh ini total narapidana dan anak yang dikeluarkan lewat program asimilasi dan integrasi terkait Covid-19 berjumlah 40.020 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 222 di antaranya terbukti melakukan pelanggaran ketentuan sehingga asimilasinya dicabut,” ujar Yasonna dalam keterangannya, Kamis (25/6/2020).

Menurut Yasonna, berulah kembalinya narapidana program asimilasi dan integrasi tak lepas dari pengawasan terhadap para napi tersebut.

"Bila dihitung, rasio narapidana asimilasi yang kembali berulah di masyarakat ini adalah 0,55 persen. Angka ini jauh lebih rendah dari tingkat residivisme pada kondisi normal sebelum Covid-19 yang bisa mencapai 10,18 persen," kata dia.

Yasonna mengatakan, pengawasan yang dilakukan terhadap narapidana asimilasi dilakukan dalam tiga tahapan, yakni preemtif, preventif, dan represif.

Pengawasan terhadap napi juga tak hanya dilakukan oleh petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Balai Pemasyarakatan (Bapas), melainkan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.

"Salah satu evaluasi yang kami lakukan terkait program ini adalah pentingnya koordinasi pengawasan dan itulah yang kami lakukan," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Faktor Kemanusiaan

Terkait dengan keresahan publik akibat kebijakan asimilasi narapidana, Yasonna meyakini masyarakat sudah semakin memahami serta menerima alasan di balik program tersebut.

Sebab, program asimilasi dan integrasi diberikan kepada narapidana dengan alasan kemanusiaan di masa pandemi corona Covid-19.

"Semakin ke sini masyarakat semakin bisa melihat bahwa memang ada faktor kemanusiaan sebagai alasan dikeluarkannya kebijakan asimilasi dan integrasi terkait Covid-19, bahwa ini kebijakan yang harus dilakukan negara dalam menghadapi pandemi ini," kata Yasonna.