Sukses

KPK Perpanjang Masa Penahanan Eks Dirut PT Dirgantara Indonesia

Perpanjangan masa penahanan dua mantan bos PT Dirgantara Indonesia itu dilakukan selama 40 hari terhitung mulai Kamis 2 Juli 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan dua tersangka kasus dugaan korupsi dalam kegiatan penjualan dan pemasaran pesawat di PT Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2017.

Mereka adalah mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso (BS) dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani (IRZ).

"Penyidik KPK memperpanjang masa penahanan tersangka BS di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur dan tersangka IRZ di Rutan KPK di gedung Merah Putih selama 40 hari terhitung mulai tanggal 2 Juli 2020 sampai dengan 10 Agustus 2020," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (1/7/2020).

Ali menyebut, keputusan memperpanjang penahanan kedua tersangka lantaran penyidik masih memerlukan waktu untuk memeriksa beberapa saksi yang dianggap mengetahui konstruksi kasus tersebut.

"Perpanjangan penahanan dilakukan karena penyidik masih memerlukan waktu untuk melengkapi berkas perkara kedua tersangka," kata Ali.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Kronologi Kasus

Kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.

Dalam rapat itu juga dibahas mengenai biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

Kemudian Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerjasama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.

Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerjasama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerjasama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Selanjutnya, Budi Santoso memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerjasama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.

Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerjasama tersebut, seluruh mitra atau agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama.

PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 205,3 milyar dan USD 8,65 juta, atau sekira Rp 330 M.

Setelah keenam perusahaan menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero). Di antaranya Budi, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.