Sukses

KPK Dalami Suap di PT Dirgantara Indonesia Lewat Bos Angkasa Mitra dan Bumiloka

KPK baru menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni mantan Dirut PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan mantan Asisten Dirut bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga orang saksi terkait kasus dugaan korupsi penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (PTDI) tahun 2007-2017.

Ketiga saksi akan diperiksa penyidik KPK untuk tersangka BS atau Budi Santoso, mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia.

Mengutip jadwal pemeriksaan, Kamis (2/7/2020), tiga orang saksi adalah, Cahyo Mulyono selaku Direktur Utama PT Angkasa Mitra 2005-2011 atau Staff Supporting Technique PT Bumiloka Tegar Perkasa.

Kedua, Nanang Hamdani Baswani selaku Direktur PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Angkasa Mitra Karya, dan Direktur Utama PT Bumiloka Tegar Perkasa. Ketiga, Devi Arradhani Yanty yang berstatus karyawan swasta.

Pelaksana tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, pemeriksaan dilakukan untuk memperkuat keterangan dan bukti dari saksi yang dipanggil untuk Budi Santoso. Seperti kemarin, KPK telah memeriksa Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana.

"Penyidik mendalami keterangan dan pengetahuan saksi soal penggunaan uang dari mitra kerja sama dengan PTDI, di mana uang tersebut diduga dialirkan kepada pihak-pihak lain," ujar Ali.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Kronologi Kasus

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani.

Kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.

Dalam rapat itu juga dibahas mengenai biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

Kemudian Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerjasama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.

Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerjasama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerjasama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Selanjutnya, Budi Santoso memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerjasama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.

Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra atau agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama.

PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 205,3 milyar dan USD 8,65 juta, atau sekira Rp 330 M.

Setelah keenam perusahaan menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero). Di antaranya Budi, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.