Liputan6.com, Jakarta - Rombongan Komisi III DPR menyambangi Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan. Sejumlah hal pun rencananya akan dibahas bersama.
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menyampaikan, ada 17 anggota panja penegakan hukum ikut hadir dalam pertemuan tersebut.
Baca Juga
"Kami datang ke sini mau dialog. Banyak hal yang akan dibahas," tutur Desmon di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (6/7/2020).
Advertisement
Menurutnya, tim yang datang kali ini akan membahas terkait buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, yang berhasil masuk ke Indonesia dan melakukan Peninjauan Kembali (PK) atas perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Jiwasraya ada panja yang lainnya. Iya, dibahas (Djoko Tjandra)," jelas dia.
Soal berhasil masuknya Djoko Tjandra ke Indonesia, lanjut Desmon, itu menjadi ranah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkukham). Diketahui Kejagung dan Kemenkumham kini telah membentuk tim bersama menangani kasus tersebut.
"Kecolongan itu bukan wilayah Jaksa Agung, tetapi Kemenkumham," Desmon menandaskan.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui pihaknya kecolongan informasi soal keberadaan buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi III DPR RI.
"Saya belum mendapatkan informasi apakah hari ini datang di sidang atau tidak. Tapi yang saya herankan adalah, kami memang ada kelemahan, pada tanggal 8 Juni, Djoko Tjandra informasinya datang di Pengadilan Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK-nya, jujur ini kelemahan intelijen kami," kata Burhanuddin, Senin (29/6/2020).
Dia menuturkan sudah bertanya kepada pihak pengadilan dan itu ternyata didaftarkan di pelayanan terpadu, sehingga indentitasnya tak terkontrol.
"Tetapi ini akan menjadi evaluasi kami," jelas Burhanuddin.
Namun, dia merasa heran, kenapa Djoko Tjandra bisa masuk ke Indonesia, terlebih lagi dia tidak kena pencekalan.
"Tetapi pemikiran kami adalah bahwa dia ini sudah terpidana. Pencekalan ini saja tersangka ada batas waktunya untuk kepastian hukum. Tapi kalau ini sudah terpidana, seharusnya pencekalan ini terus menerus dan berlaku sampai ketangkap. Ini akan menjadi persoalan kami nanti dengan Imigrasi," ungkap Burhanuddin.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Ingin Salahkan Siapa pun
Dia menuturkan tak mau menyalahkan siapa pun. Tapi memang pemikiran yuridis pihak Kejaksaan, terpidana tidak ada batas untuk dilakukan pencekalan.
"Kalau itu sudah terpidana, harusnya tidak ada batas waktunya sampai dia tertangkap. Untuk pencekalan tersangka atau terdakwa ada batas waktunya, ini diperlukan untuk kepastian hukum. Itu yang akan kami bicara dengan pihak sebelah," pungkasnya.
Kasus pengalihan hak tagih Bank Bali yang melibatkan Djoko Sugiarto Tjandra berawal tahun 1999. Pada 2009, divonis hukuman dua tahun penjara pada tingkat PK. Hingga tingkat kasasi, Djoko dinyatakan tidak bersalah.
Sebelum dieksekusi Kejagung, Djoko melarikan diri. Sejumlah pihak menduga berada di Papua Nugini. Djoko pun menyandang status buron.
Nama Djoko Tjandra kembali mencuat ke publik akhir pekan lalu. Ia dikabarkan telah ditangkap. Namun, belum ada pernyataan resmi dari penegak hukum terkait kabar tersebut.
Advertisement