Sukses

Kisah 3 Warga yang Akses Jalan Rumahnya Ditutup

Kejadian ini dialami oleh sejumlah warga. Penyebabnya pun bervariasi.

Liputan6.com, Jakarta - Akses jalan menjadi sesuatu yang penting bagi warga dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Mereka dapat leluasa keluar masuk rumah untuk melakukan kegiatannya tanpa ada gangguan yang menghambatnya.

Namun apa jadinya jika akses jalan keluar masuk rumah dihalangi atau ditutup. Tentunya ini akan membuat aktivitas menjadi terganggu. Bahkan tak jarang, mereka membuat akses jalan itu dengan caranya sendiri.

Kendati demikian, kejadian ini dialami oleh sejumlah warga. Penyebabnya pun bervariasi. Ada yang ditutup lantaran konflik pribadi antartetangga dan ada pula karena tanah yang menjadi akses jalan tersebut diklaim sebagai hak milik dari tetangga tersebut.

Ada juga kisah lainnya tentang blokade jalan oleh sebuah perusahaan. Namun setelah pihak terkait turun tangan, permasalahan ini pun dapat terselesaikan dengan baik.

Berikut kisah mereka yang akses jalannya diblokade oleh tetangganya.

 

2 dari 4 halaman

Kisah Nenek Mun

Nenek Mun Laiya (57), hanya bisa meratapi nasib. Satu-satunya akses jalan menuju ke rumahnya diblokade pemilik tanah. Kabar ini pun menyeruak membuat heboh warga Keluruhan Dungingi, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo.

Nenek Mun, saat dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu (31/7/2019) mengatakan, akses jalan itu sebenarnya sudah ada dari dulu. Jalan itu yang tiap hari digunakan untuk masuk dan keluar tumah.

"Kalau itu ditutup kita keluar rumah lewat mana?" kata Nenek Mun.

Nenek Mun mengatakan, sebelumnya pihak keluarga tidak pernah bermasalah dengan pemilik tanah, tapi tiba-tiba akses jalan tersebut langsung ditutup.

"Tidak ada pemberitahuan, kita kaget semua," katanya.

Pihak keluarga Nenek Mun juga pernah melakukan inisiasi membicarakan akses jalan tersebut, dengan niat untuk membayar tanah, namun pemilik mematok harga terlalu mahal.

"Kakak saya mau bayar tanah 100 ribu atau 200 ribu per meter, pemilik tidak mau, mereka matok harga bisnis, kita tidak mampu membayarnya, padahal kita minta ukuran keranda mayat saja," ungkapnya.

Kepala Kelurahan Tuladenggi, Sukanto Mooduto mengatakan, pihaknya sudah melakukan mediasi sampai tiga kali antara pemilik rumah yang ditutupi akses jalan, dan pemilik tanah untuk mencari solusi.

"Intinya, baik pemerintah ataupun pemilik rumah yang ditutupi akses jalan, tidak akan menggambil hak tanah tersebut, karena pemilik tanah memiliki sertifikat asli kepemilikan," Kata Sukanto Mooduto.

Dengan Sertifikat yang ada, ia mengungkapkan pihaknya pernah berkoordinasi dengan pemilik tanah untuk tidak melakukan penutupan jalan tersebut. Bahkan pemilik rumah pernah memohon kepada pemilik tanah untuk bisa diberikan akses jalan, tapi sampai saat ini tidak diberikan.

Noval Runtuene sebagai pemilik tanah kepada Liputan6.com mengaku, jalan yang ditutupi tersebut merupakan peninggala orangtuanya, dan milik keluarganya, karena tanah tersebut dibeli sejak 1983, sesuai dengan sertifikat yang dimilikinya.

"Jadi saya sebagai ahli waris dari keluarga, berniat untuk memagar tanah saya, karena jalan yang ada itu, bukan merupakan jalan pertama oleh pemilik rumah tersebut, karena tanah saya sudah ada sebelum rumah mereka itu ada," kata Noval Runtuene.

Noval juga meminta Nenek Mun untuk menemui orangtuanya selaku pemilik tanah, untuk meminta izin penggunaan tanahnya.

"Saya hanya perjuangkan hak milik saya, tapi pemilik rumah tersebut tidak ada etikat baik untuk menemui pemilik tanah, termasuk ahli waris," ujarnya.

 

3 dari 4 halaman

2. Kisah Kakek Abun

"Sekarang kami kalau keluar harus lewat puing seperti ini, dan ayah mertua saya (Abun) sudah sampai terjatuh, luka seperti ini," kata Sandry sambil menunjukkan foto luka mertuanya saat kami bertemu di sekitar kediamannya.

Sandry mengatakan segala upaya telah dilakukan agar akses jalan ke rumahnya tak ditutup. Misalnya, bertemu RT, lurah, juga perwakilan PT. H namun tak membuahkan hasil.

Sandry bahkan pernah mengirim surat kepada PT H, namun justru dijawab dengan permintaan pengosongan rumah yang ditinggalinya.

PT. H dalam suratnya, bersedia memberikan ganti rugi senilai Rp 350 juta, atau diganti tanah di daerah Cilebut (Bogor). Atau bila Abun dan keluarganya tetap ingin mempertahankan akses jalan tersebut maka diharuskan membayar ganti rugi senilai Rp 800 juta.

"Coba bayangkan, kok bisa rumah yang kami tinggali kiranya ada 40 meter persegi mereka hargai Rp 350 juta, sedangkan jalan akses sepetak lorong ini malah kita suruh ganti rugi Rp 800 juta?," ujar Sandry dengan nada meninggi.

Sebuah rumah mungil di sebuah gang sempit Jl. Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat, terperangkap tanpa akses keluar masuk.

Penelusuran Tim Liputan6.com Selasa (10/12/2019) pukul 17.00 WIB, akses keluar masuk rumah tersebut saat ini sudah hampir tertutup karena pembangunan gudang oleh PT. H.

Pemilik rumah tersebut, diketahui bernama Lie Yun Bun (Abun), seorang pria lanjut usia yang tinggal bersama istri, anak, mertua, dan cucunya. Total tujuh orang yang menempati rumah tersebut.

Sandry, menantu Abun, bercerita bahwa akses jalan satu-satunya untuk keluar dari rumahnya saat ini sangat sulit karena harus melewati puing-puing yang berserak di lokasi pembangunan gudang.

Sandry pun memperlihatkan foto-foto sebelum adanya pembangunan. Lewat foto tersebut terlihat bahwa sebelumnya ada gang yang kira-kira lebarnya hanya bisa dilalui motor. Gang tersebut satu-satunya akses keluar masuk keluarga Pak Abun selama lebih dari 30 tahun.

Penelusuran Liputan6.com tak berhenti sampai di situ. Kami pun mencari tahu asal muasal tanah PT. H tersebut. Diketahui, tanah tersebut sebelumnya dimiliki oleh DT. Dia adalah tetangga dari Abun yang telah mengosongkan rumahnya sejak terjadi kebakaran pada 2015 dan memutuskan untuk tak lagi tinggal di lingkungan tersebut sehingga menjualnya kepada PT. H.

Lewat secarik surat dituliskan DT yang didapat dari Lurah Mangga Dua Selatan, tertulis klaim bahwa akses jalan yang tengah disoal Abun adalah miliknya.

Karenanya, menurut DT, Abun tak punya hak untuk melarang pembangunan apa pun karena hak kepemilikan telah berpindah kepada PT. H.

Surat itu tertanggal 25 November 2019, dan sudah diketahui oleh Abun. Namun menurut pengakuan Sandry, surat itu diterima oleh istri Abun yang juga sudah lanjut usia, dan tak lancar baca tulis.

"Ibu mertua saya diminta tanda tangan seadanya, sebagai tanda terima kalau sudah terima surat itu, katanya saat pengantar surat itu didampingi 10 orang laki-laki dewasa, kalau tak tanda tangan mereka tidak akan pergi, saat itu tidak ada siapa-siapa di rumah, hanya ibu, kita pada kerja," jelas Sandry.

Lurah Mangga Dua Selatan, Setiyanto mengaku tak memiliki validasi atas legalitas surat tersebut. Menurutnya akses jalan tersebut sudah ada dari jaman sebelum dimiliki DT dan merupakan kesepakatan bersama untuk membaginya sebagai akses jalan.

"Sepertinya itu merupakan kebijakan dari pemilik lama, sepertinya tidak milik perorangan, karena kalau tanah tersebut merupakan fasum kepada pelapor (Abun) bisa menempuh jalur hukum, makanya yang diupayakan (Abun) adalah negosiasi," ujar Setiyanto.

Sandry menjelaskan memang tak sekali pun dikatakan bahwa akses jalan tersebut adalah miliknya. Kendati karena sudah digunakan selama berpuluh tahun oleh keluarganya, maka saat ini diupayakan jalan tengah jika akses tersebut dihilangkan.

"Kami coba undang pihak terkait, duduk bersama cari solusi yang manusiawi itu saja kok," harap Sandry.

 

4 dari 4 halaman

3. Kisah Haryati

Jalan utama menuju ke rumah Haryati Lestari ditutup oleh pemilik tanah yang tak lain tetangganya sendiri. Haryati tinggal di Jalan Camat Gabun, Gang Adem Ayem, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Bangunan rumah berada di paling pojok. Sementara di depannya adalah rumah tetangga yang menutup akses jalan.

Haryati harus melewati jalan setapak milik tetangganya itu setiap beraktivitas ke luar rumah. Tiga Minggu lalu, sang tetangga memblokade akses jalan dengan pagar besi gara-gara berselisih dengannya.

Dia menjelaskan, pemicunya masalah sepele yang mana anaknya dituduh menghapus sejumlah aplikasi yang terpasang di handphone milik anak dari sang tetangga itu. Padahal yang melakukan itu adalah cicitnya.

“Jadi cicitnya main ke rumah saya, main sama anak saya yang paling kecil. Cicitnya bawa handphone. Pemilik handphone baru sadar handphone dibawa pada jam 3 sore. Terus dilihat katanya di handphone WhatsApp hilang, M-Banking. Anak saya yang dituduh hapus data-data itu,” kata Haryati saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (5/7/2020).

Haryati mengatakan, dirinya meminta suami mendatangi rumah tetangga itu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun, saat itu sang tetangga malah berperilaku seenaknya hingga memancing emosi suaminya.

“Cekcoklah kami dengan keluarga (mereka). Nah waktu itu dia keluar bilang ‘kamu jangan lewat sini lagi’, kata Haryati.

Haryati menerangkan, satu minggu setelah cekcok itu ternyata tetangga itu memagari jalan rumahnya. “Dipakaikan gembok. Jadi kami tidak bisa lewat,” ucap dia.

Haryati mengaku telah mengantisipasi ancaman itu. Menurut dia, ini bukan pertama kali keluarga dari tetangganya itu mengancam keluarganya. Dirinya pun terpaksa menjebol dinding rumah bagian belakang agar bisa keluar rumah.

“Seingat saya sejak 2010, keluarga tetangga itu selalu menebar ancaman mau tutup jalanan. Tapi ya baikan lagi, enggak jadi. Kemarin sebelum ditutup saya buat akses jalan di belakang. Pakai tangga kecil untuk keluar,” ucap dia.

Haryati mengaku, penutupan akses sangat mengganggu aktivitasnya. Tapi apalah daya, Haryati tak bisa berbuat apa-apa sebab lahan diklaim sebagai milik tetangga. Ia pun sudah berupaya untuk berdialog dengan Ketua RT setempat. Namun, hasilnya nihil.

"Ketua RT malah bilang katanya tutup tutup aja. Itu kan jalan kamu (tetangganya)," ucap Haryati.

Sementara itu, Ketua RT setempat, Bustomi, mengaku kedua keluarga tersebut memang memiliki masalah. Kendati demikian, pihaknya sudah memediasi keduanya agar berdamai.

"Sudah mediasi, dia bersikeras akan menutupnya," ujar Bustomi saat dihubungi Liputan6.com.

Dia mengaku tidak bisa berbuat lebih banyak lantaran pintu yang ditutup tersebut berada di atas tanah sang tetangga Haryati. Tanah itu merupakan miliki pribadi sang tetangga tersebut.

"Itu bukan jalan umum pak. Itu jalan pribadi dia. Itu kan tanah-tanah dia. Tanah pribadi bukan tanah umum. Ya saya selaku RT, enggak bisa ngapa-ngapain karena tanah pribadi punya dia itu," ucap dia.