Sukses

Tim Hukum Harap PN Jakarta Selatan Kabulkan Praperadilan Ravio Patra

Tim hukum berpandangan penangkapan aktivis Ravio Patra dilakukan secara sewenang-wenang dan mencederai prinsip due process of law.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penasihat hukum Ravio Patra meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan atas perkara yang menjerat kliennya. Tim hukum menyatakan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan terkait kasus dugaan penyebaran berita onar yang dituduhkan terhadap Ravio telah melawan hukum.

"Kami memohon kiranya dapat diberikan putusan yang amarnya sebagai berikut, menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya," ujar Tim Hukum Ravio, Nelson Nikodemus Simamora di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/7/2020).

Tim hukum lainnya, Alghiffari Aqsa mengatakan, Ravio ditangkap tanpa permintaan keterangan terlebih dahulu sebagai saksi. Ravio ditangkap pada hari yang sama sejak laporan polisi dibuat, yaitu 22 April 2020.

Padahal, menurut Alghifari, penangkapan sedianya dilakukan ketika status seseorang sudah tersangka dan berdasarkan minimal dua bukti yang cukup.

Maka dari itu, tim hukum berpandangan penangkapan Ravio dilakukan secara sewenang-wenang dan mencederai prinsip due process of law. Tim hukum mengungkap Ravio sempat dicegat oleh empat orang yang belakangan diketahui merupakan anggota Polri.

"Mereka kemudian menyuruh pemohon untuk diam dan jongkok sambil menunjukkan pistol dan hanya menunjukkan map," kata Alghifari.

Ia menjelaskan dalam proses penangkapan terdapat syarat materiil dan formil sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 KUHAP Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU/XII/2014. Tim kuasa hukum mengatakan Ravio sempat ditetapkan sebagai tersangka padahal belum ada gelar perkara.

"Penangkapan terhadap Pemohon pada 22 April 2020 tidak sah karena penangkapan sebagai upaya paksa harus ditujukan kepada tersangka, sementara dalam perkara a quo status pemohon adalah saksi," kata Alghifari.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Penggeledahan disebut tanpa surat izin

Alghifari melanjutkan, polisi dianggap melawan hukum saat melakukan penggeledahan terkait kasus yang dituduhkan terhadap Ravio. Kata dia, polisi melakukan penggeledahan tanpa disertai dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat, tanpa disaksikan minimal dua saksi, dan tanpa adanya keadaan mendesak sebagaimana termuat dalam Pasal 33 KUHAP.

Selain itu, polisi juga melanggar Peraturan Kepala Bareskrim Polri Nomor 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana saat melakukan penggeledahan dan penyitaan.

"Oleh karenanya penggeledahan yang dilakukan oleh termohon terhadap pemohon adalah perampasan dan merupakan penggeledahan sewenang-wenang, dan harus dinyatakan tidak sah," kata dia.

Persidangan Praperadilan ini akan dilanjutkan pada Selasa 7 Juli 2020 dengan agenda jawaban dari Termohon, dalam hal ini Polda Metro Jaya.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya tak mempermasalahkan aktivis sekaligus peneliti kebijakan publik Ravio Patra mengambil upaya prapradilan.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat, itu merupakan hak setiap warga termasuk Ravio Patra.

"Untuk masalah perkembangan praperadilannya kan itu haknya ya, hak siapa aja boleh mengajukan itu dan kita melayani sifatnya," kata dia, Jumat (19/6/2020).

Tubagus mengaku siap menghadapi gugatan yang diajukan Ravio Patra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Masyarakat mengajukan siapapun itu adalah hak ada panggilan dari pengadilan. Kita hadir. Kan sekarang prosesnya masih belum tau kita seperti apa masih berjalan," ujar dia.