Sukses

Ragam Kisah Pendaki Gunung yang Hilang hingga Ditemukan Meninggal Dunia

Pendaki yang menaklukkan gunung tak selamanya berhasil. Ada pula mereka yang justru hilang atau meninggal.

Liputan6.com, Jakarta - Pendaki yang menaklukkan gunung tak selamanya berhasil. Ada pula mereka yang justru hilang atau meninggal.

Misalnya saja kisah pendaki bernama Afrizal (16) yang dikabarkan hilang sejak Sabtu, 4 Juli 2020 di kawasan Gunung Guntur, Kecamatan Tarogong Kaler, Garut, Jawa Barat.

Usai teman-temannya melapor, petugas gabungan pun diturunkan untuk mencari keberadaan Afrizal.

Beruntung, ia ditemukan pada Minggu, 5 Juli 2020 di sekitar lokasi mata air Cikole, Gunung Guntur wilayah Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut.

"Memang korban saat ditemukan tidak pakai baju, karena menurut keterangannya saat ke luar dari tenda tidak pakai baju," ujar Kepala Polsek Tarogong Kaler Iptu Masrokan, Minggu, 5 Juli 2020, seperti dikutip dari Antara.

Namun nasib nahas dialami pendaki gunung yang belum diketahui identitasnya. Ia ditemukan meninggal dunia di kawasan Hargo Dumilah yang merupakan puncak Gunung Lawu di wilayah Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur pada Senin, 6 Juli 2020.

"Kami menerima laporan dari relawan Paguyuban Giri Lawu (PGL) pada Senin pagi. Korban yang tewas di puncak Gunung Lawu masuk wilayah Magetan itu belum diketahui identitasnya," ujar Supiyanto di Magetan, Senin, 6 Juli 2020.

Berikut kisah pendaki yang hilang hingga meninggal dunia dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 5 halaman

Gunung Slamet

Seorang pendaki hilang di Gunung Slamet. Saat kejadian itu warga masih kerepotan menghadapi teror celeng.

Serangan celeng yang terjadi di dua desa wilayah lereng Gunung Slamet sisi selatan masih membuat warga resah.

Belum lagi celeng berhasil ditangkap, Rabu malam, 3 Juli 2019, warga kembali geger orang hilang di lereng Gunung Slamet. Seorang warga Kemutug Kidul, Kecamatan Baturraden, Tarsitam Tamiaryo, raib.

Desa ini terletak sebelah timur selatan Desa Windujaya dan Melung, Kedungbanteng. Tarsitam diketahui pergi dari rumahnya, RT 01/02 Desa Kemutug Kidul, Baturraden sekitar pukul 08.00 WIB Rabu, 3 Juli 2020. Hingga sore hari ia tak kembali ke rumah.

Ternyata hingga malam tiba, pria berusia sekiar 60 tahun itu benar-benar tak kembali ke rumah. Pukul 21.00 WIB, keluarga akhirnya memutuskan untuk melapor ke Pemerintah Desa Kemutug Kidul yang lantas diteruskan ke kepolisian. Dia hilang di lereng Gunung Slamet.

"Aparat Pemdes Kemutug Kidul, Babinsa, Bhabinkamtibmas beserta warga mencari hingga sampai pukul 04.00 WIB belum ditemukan," kata Komandan Taruna Tanggap Bencana (Tagana) Kabupaten Banyumas, Heriana Ady Chandra, Kamis, 4 Juli 2019.

Kamis pagi, relawan bersama warga, anggota TNI, dan polisi kembali melakukan pencarian Tarsitam.

Selain warga, bergabung pula sejumlah lembaga dan komunitas, di antaranya Tagana Banyumas, Pramuka Peduli Kwarcab Banyumas, KSB Kecamatan Sumbang, Koramil Baturraden, Polsek Baturraden, Banser, SAR MTA, Serayu Rescue, dan sejumlah komunitas lain.

Chandra mengungkapkan, dalam pencarian orang hilang ini tim gabungan dibagi menjadi dua tim. Tim 1 menyusuri Sungai Pelus di sebelah timur sawah korban, sedangkan tim 2 menyusuri Sungai Belot di sebelah barat sawahnya.

Pencarian dengan penyusuran sungai ini dilakukan lantaran ada kemungkinan Tarsitam tenggelam, atau menyusur dua sungai ini. Hingga siang, Tarsitam seolah raib ditelan lereng Slamet.

"Tarsitam pada saat ke sawah mengenakan kaus warna putih lengan panjang, baju celana pendek dan membawa sarung," dia menjelaskan.

Tim SAR gabungan lantas melakukan pencarian di hutan-hutan lereng Gunung Slamet sekitar sawah Tarsitam. Tim lainnya, menyusuri Sungai Pelus dan Sungai Belot hingga radius empat kilometer.

Menjelang sore, ketika tim gabungan masih melakukan pencarian, keberadaan Tarsilam menemukan titik terang. Ada informasi yang menyebut Tarsilam berada di Desa Pagubugan, Kecamatan Binangun, Cilacap.

Aneh memang. Pasalnya, jarak antara Pagubugan dengan Baturraden, kisaran 51 kilometer. Setelah memastikan keberadaan Tarsilam, operasi pencarian ditutup.

Belakangan diketahui, Tarsitam memang sedang ada masalah keluarga. Sebelumnya, keluarga sudah mencari ke rumah saudara-saudaranya yang lain, tetapi tak ditemukan.

 

3 dari 5 halaman

Gunung Guntur

Insiden pendaki hilang juga terjadi di Jawa Barat, dan untungnya bisa ditemukan. Ada kisah menarik pada proses penemuan seorang pendaki yang sempat dilaporkan hilang di Gunung Guntur, Kabupaten Garut, Sabtu, 4 Juli 2020.

Pendaki bernama Afrizal Putra M (16) akhirnya dapat ditemukan oleh tim SAR gabungan yang mencari di lokasi, Minggu, 5 Juli 2020.

Entis Sutisna (61) adalah salah satu warga setempat yang ikut tergabung dalam tim pencarian dan menemukan Afrizal.

Pendaki muda itu ditemukan cukup jauh dari lokasinya berkemah, tepatnya di sebuah batu besar yang berlokasi dekat sumber mata air Citiis.

Entis mengatakan, warga sekitar kaki Gunung Guntur mendapat kabar adanya pendaki yang hilang pada Sabtu malam. Atas inisiatif pribadi, dia bersama dua orang relawan dari Gunung Cikuray melakukan pencarian pada Minggu pagi.

"Saya sudah keliling tak ketemu, akhirnya saya tawasul bersama teman-teman untuk meminta kepada Allah agar dilihatkan orang hilang itu. Setelah tawasul, saya panggil lagi namanya, ada yang teriak 'di sini.. di sini..'," kata Entis, Minggu, 5 Juli 2020, dikutip Ayobandung.com.

Dia langsung memeluk anak yang sempat hilang di Gunung Guntur itu ketika bertemu. Menurutnya, keadaan anak itu banyak luka baret karena tergores duri tanaman.

Entis mengatakan, berdasarkan keterangan Afrizal, pada malam hari pendaki yang hilang itu tidur di tenda bersama kawan-kawannya. Namun, ketika terbangun ia telah berada di luar tenda.

"Lokasi ditemukannya itu bukan jalur pendakian. Agak jauh dari jalur," kata dia.

Setelah ditemukan, pendaki itu langsung dibawa turun dan dititipkan ke warga yang memiliki kendaraan untuk diantarkan pulang ke rumahnya. Sebab, kondisi pendaki itu sangat lemah.

Dengan adanya kejadian itu, Entis kembali mengingatkan agar para pendaki untuk tetap menjaga sopan santun ketika melakukan pendakian. Dia mengimbau para pendaki untuk tidak sembarangan di gunung.

"Kalau lewat jam 9 malam, tak usah memaksakan naik. Mending nunggu pagi agar aman," tutup Entis.

 

4 dari 5 halaman

Gunung Lawu

Pencarian seorang pendaki Gunung Lawu, Andi Sulistyawan, 18, berakhir di Gegerboyo, Senin pagi, 6 Juli 2020.

Warga Desa Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar ini ditemukan meninggal dunia dengan kondisi bertelanjang dada.

Pendaki Gunung Lawu yang terpisah dari rombongan itu semula dikira jatuh ke jurang. Namun, dikonfirmasi pendaki tersebut meninggal diduga karena hipotermia.

Jenazah ditemukan dalam kondisi telanjang dada dengan hanya mengenakan celana jins warna hitam di Gunung Lawu. Terakhir kali diketahui sebelum terpisah dari rombongan, Andi masih mengenakan kaos hitam dan jaket merah marun.

Anggota Sukarelawan Anak Gunung Lawu (AGL), Budi "Babi" Santoso, mengatakan Andi kemungkinan mengalami halusinasi karena hipotermia.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, beberapa hari terakhir suhu di puncak Gunung Lawu berkisar 3-4 derajat Celsius pada malam hari. Pada Sabtu pagi tadi terlihat kabut tipis menyelimuti kompleks Candi Ceto.

Koordinator Lapangan Bidang Destinasi Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Karanganyar, Nardi, menyebut hawa yang dirasakan di Gunung Lawu mbediding atau sangat dingin cenderung kering. Kondisi itu terjadi setiap memasuki musim kemarau di area pegunungan.

Komandan SRU Basarnas Pos SAR Trenggalek, Andris Dwi Prasetya, Andi dilaporkan hilang dan terpisah dari rombongan saat berkemah bersama lima orang temannya di Hargo Dalem. Rombongan terdiri dari enam orang, yakni lima orang lelaki dan seorang perempuan.

Mereka naik dari jalur pendakian Cemoro Sewu pukul pukul 16.00 WIB pada Sabtu, 4 Juli 2020. Mereka sampai Hargo Dalem pukul 22.00 WIB dan berkemah. Mereka mendirikan dua tenda, yakni satu tenda berisi empat orang dan satu tendak berisi dua orang.

Minggu, 5 Juli 2020 dini hari, pendaki perempuan, Nur Hayati, hendak buang air kecil. Dia membangunkan rekannya tetapi hanya Andi yang bangun. Andi bersedia menemani Nur buang air kecil di semak-semak.

Tetapi saat Nur selesai, dia tidak melihat Andi. Nur mengira di sudah kembali ke tenda. Keesokan hari, Andi tidak berada di tenda. Seluruh rekan satu rombongan berupaya mencari di sekitar Hargo Dalem, Pasar Dieng, Hargo Tiling. Tetapi hingga pukul 13.00 WIB, Andi belum ditemukan.

Mereka memutuskan turun dan sampai di basecamp Cemoro Sewu dan melaporkan kejadian itu. Pada Senin pagi, 6 Juli 2020 pagi, sukarelawan menerima informasi penemuan jenazah di Gegerboyo. Informasi ditindaklanjuti dengan menerjunkan dua tim. Mereka berangkat dari Cemara Kandang dan Cemoro Sewu. Tim lain diberangkatkan kemudian untuk mendukung proses evakuasi.

Tim sukarelawan gabungan sudah berada di lokasi. Jenazah, menurut Andris, sudah dimasukkan ke kantong jenazah dan segera dibawa turun.

"Posisi pendaki meninggal diduga kedinginan [hipotermia] karena cuaca seperti ini. Dia tidak jatuh ke jurang. Tetapi posisinya masih bisa dijangkau. Ada di bawah jalan itu sekitar lima hingga tujuh meter. Jadi posisinya masih wajar. Ini sudah persiapan turun. Prediksi kami sampai bawah empat jam, ya sekitar pukul 23.00 WIB," ujar Andris saat ditemui wartawan di basecamp Cemara Kandang, Senin, dikutip Solopos.com.

 

5 dari 5 halaman

Gunung Rinjani

Pendaki ilegal atas nama Sahli (36), warga Desa Tampak Siring, Kabupaten Lombok Tengah, ditemukan meninggal dunia usai terjatuh ke jurang di kawasan Gunung Rinjani, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Senin, pukul 11.45 Wita.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Dedy Asriady, ketika dihubungi di Mataram, Selasa, 7 Juli 2020 membenarkan adanya laporan terkait peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa seorang warga yang melakukan pendakian gunung secara ilegal.

"Korban ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di dekat sungai Kokok Putih. Jenazah korban sudah diterima pihak keluarga dan langsung dibawa ke rumah duka hari ini," katanya.

Informasi yang diperoleh BTNGR, korban melakukan pendakian ke Gunung Rinjani secara ilegal bersama 14 orang rekannya. Seluruhnya merupakan warga Desa Tampak Siring, Kecamatan Batukliang, Kabupaten Lombok Tengah.

Rombongan warga itu melakukan pendakian dari Desa Loloan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, sekitar pukul 07.00 Wita pada Sabtu, 4 Juli 2020. Mereka kemudian bermalam di Goa Susu.

Belasan warga itu melanjutkan perjalanan menuju Danau Segara Anak sekitar pukul 07.00 Wita pada Minggu, 5 Juli 2020 dan bermalam di kawasan tersebut.

Mereka kemudian turun gunung sekitar pukul 08.00 Wita pada Senin, 6 Juli 2020. Rombongan warga tersebut sempat beristirahat di daerah Banyu Urip, sekitar pukul 10.30 Wita. Setelah beberapa menit melepas lelah, mereka melanjutkan perjalanan turun gunung.

Ketika melalui medan yang berjurang, Sahli tiba-tiba terperosok ke dalam jurang. Sebanyak 14 orang rekannya mencoba melakukan pencarian, namun korban ditemukan dalam keadaan sudah meninggal dunia di posisi Tanah Sinjong, sekitar pukul 11.45 Wita.

Sebagian rekan korban turun ke Desa Torean untuk meminta bantuan. Kemudian, sebanyak 10 orang warga Desa Torean berangkat naik gunung untuk membantu proses evakuasi mayat korban menggunakan tandu terbuat dari sebatang kayu.

Jenazah korban tiba di Desa Torean pada Selasa ini, pukul 14.15 Wita. Jenazah langsung diterima oleh Kepala Desa Tampak Siring untuk kemudian dibawa pulang ke rumah duka.

Dedy mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pendakian Gunung Rinjani secara ilegal. Terlebih seluruh jalur pendakian masih ditutup untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19.

Pihaknya hanya membolehkan aktivitas wisata non pendakian di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani mulai 7 Juli 2020.