Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan, siswa lebih sulit memahami pelajaran selama belajar jarak jauh dari rumah.
Kepala Balitbang Kemendikbud Totok Suprayitno menyatakan, pihaknya telah melakukan dua kali survei tentang belajar dari rumah terhadap para guru dan siswa.
"Mayoritas mengalami kesulitan memahami pelajaran. Kurang konsentrasi, tidak dapat bertanya langsung kepada guru sehingga kebiasaan tatap muka bisa interaksi langsung, memahami mata pelajaran langsung dari guru," kata Totok dalam rapat dengan Komisi X DPR, Kamis (9/7/2020).
Advertisement
Kurangnya konsentrasi, interaksi, hingga gangguan internet membuat belajar dari rumah dinilai peserta didik lebih sulit.
"Ketika belajar dari rumah itu membutuhkan perjuangan yang cukup tinggi," ucap Totok.
Meski demikian, sebanyak 77,1 peserta peserta didik merasa orangtua telah membimbing dengan baik selama belajar di rumah.
"Persepsi siswa tentang belajar dari rumah ini pada umumnya tidak setuju. Mayoritas tidak setuju. Konsisten dengan mahasiswa tadi, mereka tetap lebih senang belajar tatap muka di sekolah," ucap Totok.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Khawatir angka putus sekolah meningkat
Selain itu, Kemendikbud mendapat laporan bahwa di Papua, para guru khawatir angka putus sekolah meningkat.
"Kami terima informasi dari Papua ketakutan akan kemungkinan putus sekolah. Para guru khawatir setelah BDR (belajar dari rumah) anak tidak kembali lagi ke sekolah," katanya.
Kemendikbud, lanjut Totok, akan mencegah agar putus sekolah tidak terjadi. "Ini salah satu isu kebijakan yang perlu kita tangani atau cegah sebelum ancaman putus sekolah ini betul-betul terjadi," ucapnya.
Survei Kemendikbud digelar pada minggu ke-2 hingga ke-3 April 2020, dengan responden guru dan kepala sekolah. Sementara survei kedua dilakukan pada Mei 2020, dengan responden siswa dan orangtua.
Advertisement