Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Doni Monardo membahas revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bersama Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
"Intinya adalah membahas tentang surat inisiatif dari DPR untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007," kata Doni, Jumat (10/7/2020).
Baca Juga
Dia menuturkan, revisi undang-undang tersebut pada dasarnya adalah bagaimana menguatkan BNPB. Apalagi, bencana alam yang bisa terjadi setiap tahun.
Advertisement
"Oleh karenanya, BNPB perlu mendapatkan penguatan. Baik penguatan kelembagaan, termasuk akses terhadap kegiatan di seluruh daerah," ungkap Doni.
Terlebih, menurut Doni, peran BNPB seperti sekarang dalam menghadapi pandemi Covid-19, menjadi inti Gugus Percepatan Penanganan Covid-19.
"Sehingga dengan adanya revisi ini diharapkan ke depan apalah itu struktur kelembagaan, kemudian gelar kekuatannya, juga mungkin bisa ditungkatkan kemampuannya, termasuk juga kemudian akses dalam berbagai kegiatan itu, bisa dapat program prioritas," kata Doni.
Dia menambahkan, rapat akan diadakan rapat lagi pada pekan depan. "Ada pembahasan untuk penyempurnaan sebelum selanjutnya nanti akan diserahkan kepada DPR RI sebagai jawaban pemerintah," pungkas Doni.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
BNPB: 1.549 Bencana Alam Terjadi di Indonesia hingga Juni 2020
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sebanyak 1.549 kejadian bencana alam terjadi hingga akhir Juni 2020. Dari total tersebut, bencana hidrometeorologi masih dominan terjadi sepanjang enam bulan terakhir.
"BNPB menganalisis jumlah kejadian bencana tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, 2019," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati dalam keterangannya, Rabu (1/7/2020).
Rinciannya, menurut dia, dari awal Januari 2019 hingga 29 Juni 2019, jumlah kejadian bencana mencapai 2.229 kali, sedangkan pada tahun ini 1.549. Hal ini berarti mengalami penurunan kejadian sekitar 30,5 persen.
Dilihat dari parameter lain, seperti jumlah korban meninggal dunia dan hilang, luka-luka, menderita dan mengungsi, dan rumah rusak mengalami tren menurun.
Korban meninggal dunia dan hilang hingga akhir bulan Juni tercatat 206 jiwa, sedangkan pada tahun lalu 479. Persentase penurunan jumlah korban meninggal dunia dan hilang hingga 57 persen.
"Data dari kurun waktu 1 Januari 2020 hingga 29 Juni 2020, BNPB mencatat kejadian bencana alam sebanyak 1.549 kali," ujar dia.
Dari total kejadian itu, lebih dari 99 persen merupakan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung. Rincian jumlah kejadian bencana pada kurun waktu tersebut yakni banjir 620 kejadian, puting beliung 425, tanah longsor 330, kebakaran hutan dan lahan 139, gelombang pasang atau abrasi 21, gempa bumi 10, erupsi gunung api 3, dan kekeringan 1.
Advertisement
5 Daerah dengan Bencana Tertinggi
Dilihat dari sebaran kejadian bencana, lima wilayah administrasi dengan kejadian bencana tertinggi yaitu Provinsi Jawa Tengah 332 kejadian, Jawa Barat 290, Jawa Timur 205, Aceh 151 dan Sulawesi Selatan 86.
Kejadian tersebut mengakibatkan korban meninggal 198 jiwa, hilang 8, luka-luka 273 dan mengungsi 2,3 juta. Sedangkan dampak material, bencana alam mengakibatkan kerusakan rumah 21.496 unit, rumah ibadah 430, sekolah 382 dan fasilitas kesehatan 67.
"Tingginya jumlah kejadian bencana alam di tanah air menuntut kewaspadaan dan kesiapsiagaan semua pihak,” ucap dia.
Hingga akhir bulan Juni 2020, kejadian banjir masih terjadi di beberapa wilayah seperti di wilayah Sulawesi dan Kalimantan. Di sisi lain, BNPB mengimbau semua pihak untuk melakukan upaya kesiapsiagaan dan pencegahan menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan.
Masyarakat juga diimbau untuk selalu waspada dan siaga terhadap potensi ancaman yang tidak mengenal perubahan iklim dan cuaca serta dapat terjadi setiap saat, seperti gempa bumi, tsunami dan erupsi gunung api.
"Di tengah pandemi Covid-19 yang masih terjadi penularan, tantangan masyarakat menjadi bertambah. Contohnya, kejadian bencana yang terjadi di wilayah dengan kasus positif tinggi. Ini membutuhkan kesiapsiagaan ekstra dan antisipasi semua pihak di daerah sehingga potensi tertular pada saat melakukan respon darurat dapat dihindarkan,” pungkasnya.