Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Vox Populi Instiute Indonesia menyoroti slogan Merdeka Belajar telah didaftarkan sebagai merek dagang sebuah perusahaan pendididikan swasta nasional (Cikal), tapi kini digunakan juga oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dalam diskusi daring Vox Populi, pengamat pendidikan Darmaningtyas menyatakan merek dagang swasta digunakan pemerintah akan berdampak luas. Salah satunya kekhawatiran adanya kompensasi hingga penggunaan APBN.
Baca Juga
“Kalau itu merek dagang enggak apa-apa, tapi kalau itu milik publik kemudian dipakai juga untuk produk, maka implikasinya luas,” katanya dalam diskusi daring, Jumat (10/7/2020).
Advertisement
Menjawab hal tersebut, pendiri Sekolah Cikal Najeela Shihab menyatakan tidak ada kompensasi atau royalti saat slogan “Merdeka Belajar” digunakan Kemendikbud.
“Royalti tidak ada. Pendaftaran merek (Merdeka Belajar) sudah dilakukan jauh (2018),” katanya.
Pendaftaran Merek Merdeka Belajar, kata Najeela, di Kemenkumham sudah dilakukan sejak 2018 jauh sebelum Nadiem Makarim menjadi Mendikbud.
Ia juga menjelaskan bahwa konsep Merdeka Belajar bukanlah sebuah kebijakan yang diterapkan Kemendikbud.
“Merdeka belajar bukan untuk kebijakan ya, tapi untuk strategi besar. Merdeka Belajar lebih kepada penamaan,” terangnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Izinkan Penggunaan Slogan
Ia menegaskan pihaknya secara resmi dan tertulis mengizinkan penggunaan slogan Merdeka Belajar untuk dunia pendidikan tanpa memungut kompensasi apa pun.
“Sejak awal, saya kembali menegaskan bahwa penggunaan oleh Kemendikbud tidak ada kompensasi dan royalti apa pun. Kalau dipakai apa ada tuntutan? Sama sekali tidak,” ucapnya.
Selain itu, Merdeka Belajar ala Sekolah Cikal yang diterapkan pemerintah, menurut Najeela, tidak menggunakan APBN sedikit pun.
“Niatnya tidak ada komersial atau menggunakan anggaran pendidikan untuk ini,” tandasnya.
Advertisement