Sukses

Produksi 100 Ton per Tahun, Banyuwangi Jadi Penghasil Ikan Sidat atau Unagi Terbaik di Indonesia

Banyuwangi dijadikan pusat pengembangan sidat karena air bakunya berkualitas.

Liputan6.com, Jakarta Banyuwangi dikenal sebagai daerah penghasil ikan sidat terbaik di Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pun melakukan panen sidat di Banyuwangi, pada Jumat (10/7).

Didampingi Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, panen sidat dilakukan di kolam pembesaran sidat milik PT Iroha Sidat Indonesia (ISI), kelompok usaha PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA) yang berlokasi di Desa Bomo, Banyuwangi. Turut serta dalam kegiatan tersebut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin.

Edhy mengatakan, salah satu potensi perikanan yang besar dan masih bisa dikembangkan adalah sidat. Edhy menjelaskan, pengembangbiakkan sidat tidaklah mudah.

Itu karena belum bisa dilakukan lewat pembibitan, hanya bisa secara alami di sungai-sungai dan muara. Di Banyuwangi, lanjut Edhy, semua dilakukan dengan memadukan gerak perusahaan dan mitra masyarakatnya.

"Pabrik di Banyuwangi ini berhasil melakukan pembesaran sidat dengan baik. Sidat Banyuwangi ini salah satu dengan kualitas terbaik dan nilai ekspornya termasuk yang paling mahal di Indonesia. Dengan produksi mencapai 100 ton per tahun, harganya mencapai Rp500 ribu per kilogram," ujar Edhy.

 

2 dari 2 halaman

Diekspor, Sidat Dikembangkan Pembudidaya Rakyat

Di Jepang, sidat dikenal dengan sebutan unagi dan Banyuwangi dikenal sebagai daerah penghasil sidat kualitas terbaik di Indonesia.

Bahkan Banyuwangi dijadikan pilot project taman teknologi (technopark) pelatihan budidaya sidat dan sebagai inkubator sidat pertama di Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2014.

Banyuwangi dijadikan pusat pengembangan sidat karena air bakunya berkualitas. Kementerian pernah mengadakan riset, bahwa per 25 miligram sampel air di Banyuwangi hanya mengandung 10 ribu koloni bakteri. Angka itu jauh lebih kecil dibanding daerah lainnya yang bisa mencapai ratusan ribu koloni bakteri.

Sementara Head of Aquaculture Division JAPFA Ardi Budiono menyampaikan, total luas area pengembangan sidat di Desa Bomo tersebut seluas 45 hektar dengan fasilitas tambak budidaya, processing, serta cold storage.

Selain menyelenggarakan proses produksi terintegrasi, pihaknya menerapkan budidaya sidat yang berkelanjutan.

"Kami selalu memastikan bahwa sidat yang kami budidayakan akan kami kembalikan ke alam. Sejak 2015, kami mengembalikan lebih dari 250 ribu ekor sidat ke habitatnya," imbuh Arief.

Sementara itu Bupati Abdullah Azwar Anas menyampaikan, selain dikembangkan oleh perusahaan, sidat juga mulai dikembangkan oleh pembudidaya rakyat. Beberapa tahun lalu, hanya korporasi yang mengembangkan sidat di Banyuwangi. Namun, melihat potensinya, kini kelompok pembudidaya ikan rakyat mulai tertarik mengembangkannya.

"Saat ini, sudah ada kelompok pembudidaya sidat yang berkembang di Banyuwangi. Pembudidaya rakyat ini juga sudah melakukan ekspor, meskipun masih dalam skala kecil," kata Anas.

Anas menambahkan untuk pengembangan sidat memang butuh treatment khusus. Namun kondisi perairan Banyuwangi sendiri sangat mendukung dan harga sidat lebih menjanjikan dibandingkan komoditas perikanan lainnya.

"Itu karena prospeknya besar, kami terus mendorong warga untuk membudidayakan sidat. Semoga bisa terus berkembang, menjadi instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelas Anas.

 

(*)