Sukses

Kabareskrim yang Tak Pandang Bulu

Menurut Listyo, menjaga kepercayaan, marwah, dan institusi Polri jauh lebih penting dari apa pun.

Liputan6.com, Jakarta - Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo kesal bukan main dengan ulah anggotanya di Korps Bhayangkara. Karena itu, di menegaskan tidak akan pandang bulu mengejar pihak-pihak yang terlibat dalam pelarian buronan Djoko Tjandra. Meskipun itu merupakan teman satu angkatan di institusi Polri.

"Biar pun teman satu angkatan, kami tidak pernah ragu untuk menindak tegas tanpa pandang bulu," tutur Listyo dalam keterangannya, Senin (20/7/2020).

Menurut Listyo, menjaga kepercayaan, marwah, dan institusi Polri jauh lebih penting dari apa pun. Salah satunya dengan mengejar pihak di luar instansi kepolisian yang diduga turut andil membantu Djoko Tjandra.

"Siapa pun yang terlibat akan kita proses, itu juga merupakan komitmen kami untuk menindak dan usut tuntas masalah ini," jelas dia.

Listyo berjanji akan melakukan pengusutan secara transparan dan terbuka, agar masyarakat mengetahui sepenuhnya dengan sebenar-benarnya. Dia pun mengimbau kepada pihak mana pun untuk tidak memperkeruh suasana dan situasi.

"Kami pastikan akan transparan dalam melakukan pengusutan perkara ini. Kami meminta agar masyarakat percaya dan ikut membantu mengawasi hal ini," Listyo menandaskan.

Selain itu, dia juga menyampaikan, pihaknya sudah mulai memproses pidana mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Brigjen Prasetijo Utomo terkait kasus penerbitan surat jalan buronan Djoko Tjandra.

Hasil interogasi oleh Divisi Propam Polri akan segera diterima dan digunakan untuk dasar pembuatan laporan.

"Untuk kami proses pidananya," tutur Listyo.

Dari pemeriksaan, Brigjen Prasetijo diduga kuat melakukan penyalahgunaan wewenang dengan membuat surat jalan untuk Djoko Tjandra.

"Mulai dari buat surat jalan sampai cek red notice dan giat lain dalam rangka mengajukan proses PK, sampai dengan kembalinya JT ke luar negeri," jelas Listyo.

Ia pun telah meminta Kadiv Propam untuk memeriksa anggotanya yang terlibat dalam pembuatan dan penggunaaan surat jalan Djoko Tjandra. Nantinya hasil pemeriksaan itu akan ditindaklanjuti.

"Termasuk dengan peristiwa terhapusnya red notice dan bagaimana bisa muncul surat kesehatan atas nama terpidana JC," ujar Listyo.

Dia menegaskan, semua yang bermain dalam kasus Djoko Tjandra akan diproses secara transparan. Mulai dari bagaimana Djoko Tjandra bisa masuk ke Indonesia, siapa yang membantunya, sampai sang buronan itu keluar dari RI.

"Semua akan ditelusuri. Ini komitmen kita dan akan kita buka hasilnya," tegas dia.

Listyo juga mengungkapkan, di institusi Polri, ada tiga jenis penanganan pelanggaran. Pertama akan disanksi disiplin, kemudian kode etik, dan terakhir pidana. Terkait dengan rangkaian kasus ini, ucap dia, akan ditindaklanjuti dengan proses pidana.

"Untuk menjawab rekan-rekan akan sejauh mana penanganan kasus ini dilaksanakan," ujar dia.

Saat ini, Ia telah membentuk tim khusus yang terdiri dari direktorat tindak pidana umum, direktorat tipikor, direktorat siber, dan didampingi propam untuk memproses semua tindak pidana yang didapatkan. Termasuk adanya dugaan aliran dana, baik yang di institusi Polri maupun yang lainnya.

"Saat ini tim sudah dibentuk, propam melanjutkan pemeriksaannya, hasilnya akan ditindaklanjuti. Kami akan menyelidiki secara tuntas, tegas, sesuai dengan komitmen untuk menjaga marwah institusi Polri," kata Kabareskrim.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

3 Jenderal Polisi

Keterlibatan petinggi Polri dalam kasus ini pertama kali diungkap oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane. Dia membeberkan soal surat jalan Djoko Tjandra yang nyatanya dikeluarkan oleh pihak kepolisian.

"Bareskrim Polri yang sudah mengeluarkan surat jalan kepada Djoko Tjandra, sehingga buronan kelas kakap itu bebas berpergian dari Jakarta ke Kalimantan Barat dan kemudian menghilang lagi," kata Neta dalam keterangannya, Rabu (15/7/2020).

Menurut Neta, surat jalan untuk Djoko Tjandra dikeluarkan Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS dengan Nomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas tertanggal 18 Juni 2020, yang ditandatangi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen PU.

"Dalam surat jalan tersebut, Djoko Tjandra disebutkan berangkat ke Pontianak Kalimantan Barat pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020," ujarnya.

Kabar ini terang saja mengagetkan. Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengaku telah menerima kabar terkait adanya informasi bahwa surat jalan untuk buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu dikeluarkan oleh Polri.

"Saya minta untuk didalami Div Propam Polri tentang informasi surat jalan yang dikeluarkan Biro Korwas, dan kalau terbukti akan kita berikan tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang melakukan," tutur Listyo saat dikonfirmasi, Rabu (15/7/2020).

Dia menegaskan, pihaknya tidak akan ragu meringkus oknum yang kedapatan membantu Djoko Tjandra. Dia mengaku akan bergerak cepat mengungkap kebenarannya.

"Kita nggak pernah ragu untuk tindak tegas oknum-oknum anggota yang terbukti lakukan pelanggaran dan juga peringatan bagi yang lain agar menjaga marwah institusi, itu komitmen untuk jaga institusi, namun tetap kita periksa dulu di Divpropam untuk cek kebenaran, kalau ada tanda-tanda langsung kita berikan tindakan tegas," kata Listyo.

Pasalnya, lanjut Listyo, Polri tengah berbenah demi memberikan pelayanan masyarakat yang lebih profesional dan membentuk atmosfer penegakan hukum bersih dan terpercaya.

"Terhadap komitmen tersebut bagi anggota yang tidak bisa mengikuti silakan untuk mundur dari Bareskrim," Listyo menandaskan.

Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono menyampaikan, pihaknya mendapati hasil pemeriksaan sementara bahwa Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo mengeluarkan surat jalan untuk buronan Djoko Tjandra atas inisiatifnya sendiri.

"Surat jalan tersebut ditandatangani salah satu biro di Polri, tentunya pemberian surat jalan tersebut adalah inisiatif sendiri dan tidak izin sama pimpinan," tutur Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (15/7/2020).

Argo pun mengingatkan komitmen Kapolri Jendral Idham Azis dalam menangani personel yang menyalahi aturan. Sanksi tegas akan diberikan tanpa pandang bulu.

"Ini menjadi pembelajaran bagi personel Polri yang lain. Kita ingin menegakkan aturan kita, komitmen sesuai Pak Kapolri yang nyatakan ke semua jajaran. Propam sedang bekerja, semua anggota yang berkaitan dengan surat jalan tersebut akan diperiksa semua. Kita tunggu, sedang bekerja hari ini," ujar Argo.

Dan benar saja, sore harinya Polri mengeluarkan surat terkait pencopotan jabatan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo. Hal itu tertuang dalam telegram bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020.

Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono membenarkan pencopotan jabatan tersebut.

"Benar," kata Argo saat dikonfirmasi, Rabu (15/7/2020).

Dalam surat tersebut, tertulis bahwa Brigjen Prasetyo Utomo dimutasi sebagai Pati Yanma Polri dalam rangka riksa.

Tak berhenti di situ, Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Nugroho Wibowo juga resmi meninggalkan jabatannya. Keduanya dimutasi Kapolri Jenderal Idham Azis karena tersandung skandal etik kasus buronan Djoko Tjandra.

"Pelanggaran kode etik, dimutasi," singkat Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono kepada media, Jumat (17/7/2020).

Diketahui, mutasi kedua perwira tinggi Polri itu termaktub dalam surat telegram (STR) nomor ST/2076/VII/KEP/2020. Surat ini ditandatangani oleh Asistem Sumber Daya Manusia (SDM) Polri Irjen Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri Jenderal Idham Azis pada 17 Juli 2020.

Sebagai informasi, Irjen Napoleon dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Inspektorat Pengawasan Umum Polri. Posisinya digantikan Brigjen Johanis Asadoma yang sebelumnya menjabat Wakil Kapolda NTT.

Kemudian, Brigjen Nugroho Wibowo dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama bidang Jianbang Lemdiklat Polri. Posisinya digantikan Brigjen Amur Chandra Juli Buana yang dulu menjadi Kadiklatsusjatrans Lemdiklat Polri.

Keduanya diduga terlibat dalam hilangnya status red notice Djoko Tjandra.

 

3 dari 3 halaman

Dari Jenderal hingga Lurah

Sebelumnya, terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra, kembali membuat heboh. Setelah buron sejak 2009, Kejaksaan Agung mengungkap Djoko Tjandra kembali ke Indonesia.

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku kecolongan informasi soal keberadaan Djoko Tjandra. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi III DPR RI, Senin 29 Juni 2020.

"Saya belum mendapatkan informasi apakah hari ini datang di sidang atau tidak. Tapi yang saya herankan adalah, kami memang ada kelemahan, pada tanggal 8 Juni, Djoko Tjandra informasinya datang di Pengadilan Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK-nya, jujur ini kelemahan intelijen kami," kata Burhanuddin.

Beberapa hari kemudian, Djoko Tjandra yang juga dikenal dengan nama Tjan Kok Hui itu juga diketahui membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta. Dia datang sendiri ke kelurahan bersama pengacaranya.

Kejaksaan terheran-heran lantaran Djoko tak dicekal oleh pihak Imigrasi dan bisa kembali ke Indonesia. Menkumham Yasonna Laoly pun menjelaskan alasan pihaknya tak cekal Djoko Tjandra hingga bisa melenggang masuk ke Tanah Air dan mendaftarkan peninjauan kembali.

Yang jelas, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menonaktifkan Lurah Grogol Selatan Asep Subhan karena menerbitkan KTP elektronik (KTP-e) untuk Djoko Tjandra.

Pencopotan tersebut, kata Anies, adalah akibat penyalahgunaan kewenangan dalam pemberian pelayanan penerbitan KTP-e atas buronan dengan nama lengkap Joko Sugiarto Tjandra tersebut.

"Laporan investigasi Inspektorat sudah selesai dan jelas terlihat bahwa yang bersangkutan telah melanggar prosedur penerbitan KTP-e tersebut," ujar Anies di Jakarta, Minggu (12/7/2020).

Ini fatal dan tidak seharusnya terjadi. "Yang bersangkutan telah dinonaktifkan dan akan dilakukan penyelidikan lebih jauh," katanya.

Dalam laporan kepada Anies, Kepala Inspektorat Provinsi DKI Jakarta Michael Rolandi pada Sabtu lalu menyebutkan bahwa Lurah Grogol Selatan telah berperan aktif yang melampaui tugas dan fungsinya dalam penerbitan KTP-e tersebut.

Kronologi kejadiannya sebagai berikut:

1. Lurah melakukan pertemuan dengan Pengacara Anita Kolopaking pada Mei 2020 di Rumah Dinas Lurah untuk melakukan permintaan pengecekan status kependudukan Joko Sugiarto Tjandra.

2. Lalu lurah meminta seorang operator Satpel Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kelurahan Grogol Selatan untuk melakukan pengecekan data kependudukan Joko Sugiarto Tjandra, setelah pertemuan dengan Pengacara Anita Kolopaking.

​​​​​​3. Pada 8 Juni 2020, lurah menerima dan mengantarkan sendiri rombongan pemohon ke tempat perekaman biometric (menemui petugas operator Satpel Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kelurahan Grogol Selatan).

4. Kemudian lurah meminta operator Satpel Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kelurahan Grogol Selatan memberikan pelayanan penerbitan KTP-e atas nama Joko Sugiarto Tjandra dengan hanya menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga milik Joko Sugiarto Tjandra yang tersimpan dalam telepon seluler milik lurah.

5. Lurah turut mendampingi/menunggui duduk di samping operator selama proses pelayanan penerbitan KTP-el Joko Sugiarto Tjandra.

6. Lurah sebagai pihak pertama yang menerima KTP-e yang sudah dicetak oleh operator serta sebagai pihak yang menyerahkan langsung KTP-e tersebut kepada Joko Sugiarto Tjandra.

7. Perbuatan lurah tersebut mengakibatkan operator Satpel Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kelurahan Grogol Selatan dalam menjalankan pelayanan penerbitan KTP-el atas nama Joko Sugiarto Tjandra tidak melaksanakan sesuai/mengabaikan SOP yang berlaku, karena merasa sungkan kepada lurah.

"Pelajaran bagi semua, agar semua aman, maka selalu taati prosedur. Itu perlindungan terbaik," kata Anies.

"Berikan pelayanan terbaik, tercepat, tapi jangan lakukan pelanggaran prosedur dan jangan mengurangi persyaratan. Apalagi dalam urusan administrasi kependudukan," imbuh dia.