Sukses

NU Turut Mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud

Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Langkah serupa juga sebelumnya diambil Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal. Pasalnya, dia mengaku, pihaknya dimintai proposal dua hari sebelum penutupan.

"Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-syarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka dinyatakan proposal kami ditolak," katanya saat dihubungi, Rabu (22/7/2020).

Arifin merasa heran, pasalnya pihak Kemendikbud kembali menghubungi Lembaga Pendidikan Maarif NU untuk melengkapi syarat-syarat. Kala itu, dia menjelaskan, pihaknya diminta menggunakan badan hukum sendiri bukan badan hukum NU.

"Kami menolak dan kami jelaskan badan hukum kami NU," tegasnya.

Esok harinya, lanjut dia, Kemendikbud kembali meminta surat kuasa dari PBNU. Padahal syarat tersebut tidak sesuai dengan AD/ART.

"Kami terus didesak, akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir," ujarnya.

Hari ini Rabu (22/7/2020), Arifin mengatakan, pihaknya mendadak dihubungi untuk mengikuti rapat koordinasi. Padahal saat itu, belum ada surat keterangan penetapan program Kemendikbud itu.

"Tadi pagi kami dihubungi untuk ikut rakor pagi tadi, saya tanya rakor apa dijawab rakor POP, saya jawab belum dapat SK penetapan penerima POP dan undangan, dari sumber lain kami dapat daftar penerima POP, ternyata banyak sekali organisasi/yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP," ungkapnya.

Arifin menerangkan, saat ini Lembaga Pendidikan Maarif NU sedang fokus menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah 15 persen dari total sekolah/madrasah sekitar 21.000 orang. Mereka yang ikut pelatihan harus melatih guru-guru di satuan-satuan pendidikannya (Satpen) masing-masing. Sementara POP harus selesai akhir tahun ini.

"Meski kami tidak ikut POP kami tetap melaksanakan program penggerak secara mandiri," tutupnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Muhammadiyah Mundur

Sebelumnya Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga mengambil langkah untuk mundur dari POP. Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno menyebut pengunduran diri ini didasarkan beberapa pertimbangan, termasuk memperhatikan perkembangan di masyarakat soal program ini.

"Setelah mengikuti proses seleksi POP dan memperhatikan perkembangan yang muncul di masyarakat tentang POP di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud RI, dengan ini kami sampaikan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah mundur dari program tersebut," tegas Kasiyarno dalam keterangan tulis yang diterima Liputan6.com pada Rabu (22/7/2020).

Adapun alasan dibalik pengunduran diri tersebut dilandaskan pada beberapa pertimbangan. Pertama karena Muhammadiyah merupakan organisasi besar yang tak sepantasnya disandingkan dengan organisasi masyarakat yang baru muncul. Terlebih lagi CSR dari perusahaan yang turut terpilih dalam seleksi.

"Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka, sehingga tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomer 2314/B.B2/GT/2020," ucap dia.

Alasan berikutnya adalah karena kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas. Pasalnya menurut Kasiyarno dalam seleksi tersebut tidak terut mengikutsertakan lembaga CSR dari beberapa perusahaan swasta.

"Karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," ucapnya.

Kendati begitu, kata Kasiyarno Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan organisasinya dalam Program Organisasi Penggerak ini.

Â