Liputan6.com, Jakarta - Polemik pelarian buronan Djoko Tjandra berbuntut panjang. Tiga perwira tinggi kepolisian sejauh ini telah dicopot Kapolri Jenderal Idham Azis.
Pencopotan itu lantaran ketiganya diduga terlibat dalam kasus buron Djoko Tjandra dapat lenggang kangkung di Indonesia sampai akhirnya kembali menghilang.
Baca Juga
Ketiga perwira tinggi itu adalah Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, dan Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Widodo.
Advertisement
Ketiga jenderal itu diduga memiliki peran masing-masing dalam menyelamatkan buronan 11 tahun Kejaksaan Agung (Kejagung) tersebut.
"Pelanggaran kode etik, dimutasi," singkat Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono kepada media, Jumat, 17 Juli 2020.
Mutasi kedua perwira tinggi Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Widodo termaktub dalam surat telegram (STR) nomor ST/2076/VII/KEP/2020.
Surat ini ditandatangani oleh Asisten Sumber Daya Manusia (SDM) Polri Irjen Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri Jenderal Idham Azis pada 17 Juli 2020.
Sedangkan pemecatan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo tertuang dalam Surat Telegram Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020. Prasetijo pun dimutasikan sebagai Pati Yanma Polri.
Berikut peran ketiga jenderal yang diduga terlibat dalam pelarian buronan Djoko Tjandra:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Brigjen Prasetijo Utomo
Pertama, ada nama Brigjen Prasetijo Utomo yang sebelumnya dicopot dari jabatan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim Polri pada 15 Juli 2020 lalu.
Pencopotan itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020, Tanggal 15-07-2020. Prasetijo pun dimutasikan sebagai Pati Yanma Polri.
Jenderal bintang satu itu didepak dari jabatannya setelah menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra bernomor SJ/82/VI/2020/Rokowas pada 18 Juni 2020.
Dalam surat jalan berkop Polri itu menyebutkan bahwa Djoko Tjandra bakal melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Pontianak, Kalimantan Barat pada 19 Juni dan kembali 22 Juni 2020. Surat sakti itu juga menuliskan pekerjaan Djoko Tjandra sebagai konsultan Bareskrim.
Polri menyatakan, surat yang dikeluarkan Prasetijo itu tanpa seizin atasan dan inisiatif pribadi. Pihak Korps Bhayangkara pun menegaskan, Djoko Tjandra bukan konsultan Bareskrim.
Lulusan Akademi Kepolisian pada 1991 ini juga terlibat dalam pembuatan surat sehat berkop Polri yang terbit pada 19 Juni 2020 dengan dokter pemeriksa yakni inisial dokter H itu di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Pembuatan surat sehat yang menyatakan Djoko Tjandra bebas Corona Covid-19 diantar langsung oleh Prasetijo.
Hal ini terungkap setelah Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri melakukan pemeriksaan terhadap personel Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Dokkes) Polri.
Pemeriksaan dilakukan Div Propam Polri menyusul beredar surat sehat ditulis atas nama Joko Soegiarto alias Djoko Tjandra dengan nomor Sket/2214/VI/2020/Satkes. Dalam surat itu, adanya stempel berwarna biru dengan tulisan Pusdokkes Polri serta catatan atau hasil pemeriksaan kesehatan.
Prasetijo juga terlibat mengawal Djoko Tjandra menggunakan jet pribadi dari Jakarta menuju Pontianak. Pengawalan ini dilakukan untuk memperlancar perjalanan buronan kakap tersebut.
Hasil pemeriksaan dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait pelanggaran etik Prasetijo itu telah dilimpahkan ke Bareskrim Polri. Kasus Prasetijo menerbitkan surat jalan hingga membekingi Djoko Tjandra ke Pontianak itu kini masuk ranah pidana.
Hal itu setelah Polri memberikan laporan tipe A ke Bareskrim. Laporan ini dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa tersebut.
Enam saksi telah diperiksa penyidik Bareskrim Polri atas dugaan pidana Prasetijo. Perkara pidana ini juga sudah naik tahap penyidikan.
Bareskrim Polri juga menjerat Prasetijo pasal berlapis. Dia disangkakan melanggar Pasal 221 KUHP, Pasal 263 KUHP dan Pasal 426 KUHP.
Adapun, Pasal 221 KUHP menyatakan soal mereka yang menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan. Sedangkan, Pasal 263 KUHP mengatur tentang pemalsuan surat, dan Pasal 426 sendiri mengatur soal jika orang itu lari, terlepas atau melepaskan dirinya karena kelalaian pegawai negeri itu.
"Setelah kita melihat dari pemeriksaan saksi dan kemudian juga sudah naik sidik, nanti akan mencari siapa tersangkanya," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono, di Jakarta Selatan, Selasa, 21 Juli 2020.
Pemeriksaan Prasetijo hingga kini belum dilakukan Bareskrim Polri. Sebab, dia dikabarkan tengah menjalani perawatan di RS Polri Kramat Jati.
Advertisement
2 Jenderal Lainnya
Selain Prasetijo, skandal Djoko Tjandra lenggang kangkung ke Indonesia diduga melibatkan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Widodo. Kedanya diduga terlibat dalam penghapusan status red notice Djoko Tjandra oleh Interpol.
Surat penghapusan red notice dengan nomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI ditekan Brigjen Nugroho dan dikirimkannya kepada pihak Imigrasi pada 5 Mei 2020.
Surat itu berisi pemberitahuan status red notice atas nama Djoko Tjandra telah dihapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014 karena tidak ada permohonan perpanjangan red notice dari Kejagung.
Dengan dasar surat itulah pihak Imigrasi menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020. Akibat status red notice dihapus, Djoko Tjandra pun bebas mondar mandir masuk tanah air.
Buntut surat penghapusan red notice Djoko Tjandra itu, Kapolri mencopot Irjen Napoleon Bonaparte dicopot dari jabatan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri dan dimutasi sebagai Analisis Kebijakan Utama Itwasum Polri.
Napoleon didepak dari jabatannya setelah dianggap lalai mengawasi bawahan sehingga muncul surat penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Sementara Brigjen Nugroho Slamet Wibowo dari jabatan lamanya yakni Sekretaris NCB Interpol Indonesia Div Hubinter Polri menjadi Analis Kebijakan Utama bidang Jianbang Lemdiklat Polri. Dia dicopot setelah diduga menghapus red notice atas nama Djoko Tjandra.
Mutasi itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020, tanggal 17-7-2020 yang diteken langsung oleh AsSDM Kapolri Irjen Pol Sutrisno Yudi. Jabatan keduanya dicopot setelah Div Propam Polri melakukan pemeriksaan terkait surat penghapusan red notice Djoko Tjandra.
"Berkaitan dengan kode etik yang dilakukan oleh Kadiv Hubinter dan Ses NCB masih dalam proses, artinya Propam masih dalam proses pemeriksaan berkaitan dengan hal tersebut," kata Argo.
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menegaskan tidak akan pandang bulu mengejar pihak-pihak yang terlibat dalam pelarian buronan Djoko Tjandra.
Listyo berjanji akan melakukan pengusutan secara transparan dan terbuka terkait kasus ini.
Sementara itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melihat dugaan keterlibatan perwira tinggi di tubuh Polri merupakan inisiatif pribadi.
Kompolnas melihat hal itu berdasarkan kasus surat jalan diterbitkan Prasetijo Utomo yang ternyata palsu.
Hingga berita ini diturunkan, ketiga jenderal belum memberikan keterangan atau pembelaan terkait kasus yang menjerat mereka.
Reporter : Muhamad Agil Aliansyah
Sumber : Merdeka