Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pemeriksaan, Riset dan Pengembangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan, pihaknya sudah menerima hampir 80 juta laporan transaksi mencurigakan. Laporan ini terhitung sejak tahun 2003 sampai 2020.
"Sampai sejauh ini dari 2003 sampai 2020, PPATK sudah menerima hampir 80 juta laporan," ujarnya, Jumat (24/7/2020).
Seluruh laporan tersebut sudah masuk dalam sistem PPATK, namun masih ada laporan transaksi mencurigakan lain yang belum masuk sistem. Dia menyebut, jika ditotalkan, laporan transaksi mencurigakan yang masuk ke PPATK bisa mencapai 100 juta.
Advertisement
"Kalau dirata-ratakan, per jamnya menerima 6.000 laporan. Selama jam kerja," ucap Ivan.
Dia menjelaskan, laporan ini datang dari industri keuangan. Setelah laporan masuk, PPATK langsung menindak lanjuti dengan pemeriksaan. Berikutnya, tim PPATK turun ke lapangan untuk menemukan bukti-bukti.
Bila seluruh bukti sudah ditemukan, PPATK menyerahkan temuan tersebut kepada penegak hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
KPK hingga Bea Cukai
Ivan menyebut, ada delapan lembaga penegak hukum yang bisa menerima rekomendasi PPATK, di antaranya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, Kejaksaan Agung, Badan Narkotika Nasional (BNN), Bea Cukai dan Ditjen Pajak.
"Kemudian, dari situ kami harapkan penegak hukum bisa meneruskan sampai ke persidangan," pungkasnya.
Advertisement