Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar menilai, merehabilitasi pecandu narkoba efektif dalam memberantas narkotika di Indonesia.
"Rehabilitasi senjata utama perang terhadap narkoba kenapa? Narkotika adalah bisinis. Bisnis kelemahannya kalau demand-nya habis maka bisnis akan runtuh," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (29/7/2020).
Baca Juga
Anang menjelaskan, perang melawan narkotika menjadi efektif kalau membawa senjata yang jelas. Menurut dia, dalam hal ini tidak semua orang yang terlibat harus dipidana.
Advertisement
Misalnya, orang membeli narkotika untuk dikonsumsi. Menurut undang-undang penyalahguna harus direhabilitasi karena termasuk korban kejahatan.
"Jangan sampai mereka berkepanjangan menjadi penyalahguna. Prevalensi penyalahgunaan narkotika naik terus membuat pemerintah Indoneisa mengeluarkan duit banyak tapi masalah narkotika tidak selesai karena penggunanya tinggi, supply akhirnya juga tinggi," ujar dia.
Menurut Anang, rehabilitasi pencandu pada praktiknya tidak berjalan maksimal. Anang membandingkan jumlah balai rehab yang tersedia dengan prevalensi penyalahguna yang sekitar 6 juta orang.
Belum lagi, penegak hukum dalam menangani penyalahguna menyamakan dengan pengendar.
"Ketika ditangkap langsung dimasukan ke penjara. Ini yang membuat runyam masalah narkotika di Indonesia," ujar dia.
Selain memaksimalkan rehabilitasi, Anang membeberkan, penegak hukum juga harus membuat pengedar jera. Menurut dia, pengedar tidak cukup hanya dipenjara tapi juga dimiskinkan dengan menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Ini terapi harus diformulasikan dengan baik kalau hanya mengadalkan penjara maka Indonesia itu akan menghasilkan generasi residivis," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Evalusi Kebijakan
Sementara itu, Direktur LBH Masyarakat Afif Abdul Qoyim memandang pemerintah perlu segera mengevaluasi kebijakan dalam perang melawan narkotika.
"War of drug sekarang sudah tidak relevan perlu dievaluasi dan kita perlu berpaling kepada kebijakan yang humanis berbasis ilmu pengetahuan, data, dan menempatkan orang yang terlibat narkotika bukan sebagai obyek dari pemidanaan penghukuman tapi justru harus menempatkan orang-orang yang terlibat narkotika dalam posisi yang aman," papar dia.
Advertisement