Sukses

KPK Perpanjang Penahanan Nurhadi dan Menantunya

Saat ini Nurhadi ditahan di Rutan Cabang KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi dan Rezky ditahan di Rutan Cabang KPK di Gedung Merah Putih KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan terhadap tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) dan Rezky Herbiyono (RHE) dari unsur swasta atau menantu Nurhadi.

Dua orang itu merupakan tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016.

"Hari ini, dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari pertama berdasarkan penetapan PN Jakarta Pusat dimulai 1 Agustus sampai 30 Agustus 2020 untuk tersangka NHD dan RHE," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/7/2020).

Ali mengatakan, saat ini tersangka Nurhadi ditahan di Rutan Cabang KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi dan tersangka Rezky ditahan di Rutan Cabang KPK di Gedung Merah Putih KPK.

"Saat ini, penyidik KPK masih akan terus memanggil dan memeriksa beberapa saksi terkait perkara tersebut," ucap Ali seperti dikutip Antara.

KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus tersebut pada 16 Desember 2019. Satu tersangka lainnya yakni Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) yang masih menjadi buronan.

Diketahui, tiga tersangka tersebut telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020. Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan, Senin (1/6/2020).

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Suap dan Gratifikasi

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA. Sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp 14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp 33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp 12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp 46 miliar.