Sukses

Ini 5 Perkembangan Terkini Kasus Corona di Indonesia dari Satgas Covid-19

Salah satunya, Wiku mengatakan, hingga 3 Agustus 2020, rata-rata kematian akibat virus Corona Covid-19 nasional sebesar 4,68 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito menyampaikan perkembangan terkini kasus virus Corona di Indonesia.

Salah satunya, Wiku mengatakan, hingga 3 Agustus 2020, rata-rata kematian akibat virus Corona Covid-19 nasional sebesar 4,68 persen.

Angka tersebut, kata dia, berada di atas rata-rata kematian Covid-19 global yang mencapai 3,79 persen.

"Ini memang bukan kabar menggembirakan karena angka kematian tersebut masih di atas angka kematian global yaitu 3,79 persen," ujar Wiku dalam konferensi pers perkembangan penanganan Covid-19 di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Selasa, 4 Agustus 2020.

Selain itu, Wiku juga angkat bicara terkait informasi yang saat ini sedang viral terkait obat Covid-19. Seperti diketahui, seorang bernama Hadi Pranoto mengklaim menemukan obat herbal Covid-19.

Meski Wiku tak menyebut gamblang nama Hadi Pranoto, dia menyatakan, obat yang sempat digembar-gemborkan dalam media sosial seorang publik figur tidak boleh sembarang main klaim kemanjurannya.

Berikut 5 perkembangan terkini kasus virus Corona di Indonesia yang disampaikan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 6 halaman

Jelaskan Angka Kematian Akibat Covid-19

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito mengatakan, ada lima provinsi dengan jumlah kasus kematian Corona tertinggi selama tiga hari terakhir. Jawa Timur berada di posisi pertama.

"Jawa Timur menduduki peringkat pertama untuk jumlah kasus positif begitu juga untuk jumlah kematiannya, Jawa Timur menempati peringkat pertama yaitu dengan 1.719," kata dia dalam konferensi pers perkembangan penanganan Covid-19 di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Selasa, 4 Agustus 2020.

Posisi kedua ditempati DKI Jakarta dengan 840 kasus kematian akibat Covid-19. Kemudian disusul Jawa Tengah dengan 637 kasus, Sulawesi Selatan 321 kasus, dan Kalimantan Selatan 295 kasus kematian.

Wiku menyebut, hingga 3 Agustus 2020, rata-rata kematian Covid-19 nasional sebesar 4,68 persen. Angka ini berada di atas rata-rata kematian Covid-19 global yang mencapai 3,79 persen.

"Ini memang bukan kabar menggembirakan karena angka kematian tersebut masih di atas angka kematian global yaitu 3,79 persen," ucap dia.

Meski demikian, jika dilihat dari progres kasus kematian Covid-19 per bulan terjadi kemajuan yang cukup signifikan. Sebab, pada Maret lalu, rata-rata kematian Covid-19 sebesar 9,34 persen.

"Sebulan berikutnya, turun menjadi 8,64 persen. Pada bulan Mei turun lagi menjadi 6,68 persen dan di Juli merosot ke angka 4,7 persen," terang dia.

Masih adanya kasus kematian akibat virus SARS-CoV-2 di Indonesia, kata Wiku, harus menjadi atensi semua pihak. Tidak hanya pemerintah pusat tapi juga pemerintah daerah, rumah sakit, tenaga kesehatan, dan masyarakat.

"Ini perlu perhatian kita semuanya baik daerah, rumah sakit, tenaga kesehatan dan masyarakat agar jangan terlambat menangani kasus-kasus Covid-19," pungkas Wiku.

 

3 dari 6 halaman

Laporkan Angka Kesembuhan

Wiku mengatakan, ada 20 provinsi yang melaporkan angka kasus kesembuhan dari Covid-19 di atas rata-rata nasional. Rata-rata kesembuhan nasional sebesar 61,79 persen.

"Pada saat ini ada 20 provinsi dengan rata-rata di atas angka nasional," kata dia.

Dari 20 provinsi tersebut, dua di antaranya adalah Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah. Wiku berharap, 20 provinsi ini terus mempertahankan angka kesembuhannya dari Covid-19.

Sementara itu, ada 14 provinsi yang melaporkan angka kasus sembuh dari Covid-19 di bawah rata-rata nasional. Di antaranya ada Maluku Utara, Aceh, Sumatera Utara, dan Papua.

Wiku meminta, pemerintah daerah 14 provinsi ini meningkatkan angka kasus kesembuhan Covid-19 dengan cara meningkatkan pelayanan kesehatan.

"Dan pengawasan terhadap pasien baik sehingga angka kesembuhan bisa meningkat," kata Wiku.

 

4 dari 6 halaman

Tegaskan Zona Hijau Tak Berarti Aman

Wiku kemudian menyatakan, peta zonasi risiko daerah hanya mengacu dari hasil yang dikeluarkan Satgas Covid-19. Hal itu berdasarkan indikator kesehatan masyarakat yang diakses di covid19.go.id bagian peta risiko.

"Mohon Pemda, masyarakat, teman-teman media untuk zona risiko daerah hanya di portal resmi pemerintah, data daerah terupdate harus sinkron dengan Kementerian Kesehatan," ujar Wiku.

"Jika hasil dalam pelaporan perbedaan data, maka mohon disampaikan dan dikoordinasikan antara Pemda dan pemerintah pusat. Mohon agar masyarakat secara luas mengontrol kualitas data dan pelaporan karena sistem pelaporan ini kita dorong untuk transparan. Publik ikut menyaksikan dan menjadikan bahan untuk kendalikan diri dalam hadapi Covid-19," ia menambahkan.

Wiku menuturkan, peta zonasi berdasarkan Rt atau angka reproduktif efektif tidak bisa dipakai saat ini di Indonesia. Hal ini karena ketidak sempurnaan data dipakai saat ini.

"Rt baru bisa digunakan apabila hasil lab dilaporkan idealnya satu kali 24 jam, jika dilaporkan lebih dari satu kali 24 jam masih ada keterlambatan laporan maka penggunaan Rt tidak dapat diandalkan. Faktor lainnya karena pencatatan data dan timbulnya gejala onside untuk bahasa medisnya yang tak terlaporkan, metode perhitungan berbeda-beda akibatkan Rt belum bisa diandalkan atau digunakan," papar dia.

Ia menuturkan, jika Rt di bawah satu apa bila bisa digunakan dan zona hijau bukan berarti aman. Ini hanya salah satu indikator dari 15 yang indikator digunakan. Wiku mengatakan, masih 14 indikator gambaran kasus dan pengetesan lebih akuraT dan gunakan data riil.

"Pemda dan masyarakat harus tetap waspada dan tetap patuh pada protokol kesehatan," ujar dia.

 

5 dari 6 halaman

Sebut Obat Covid-19 Tak Bisa Asal

Seorang bernama Hadi Pranoto mengklaim menemukan obat herbal Covid-19. Wiku pun turut merespons terkait informasi yang viral.

"Kami perlu sampaikan bahwa pemerintah sangat terbuka akan adanya penelitian obat maupun vaksin Covid-19 yang dilakukan oleh para peneliti, baik di dalam negeri maupun internasional. Namun, bukan berarti bisa dilakukan oleh siapapun tanpa prosedur yang tepat," tegas Wiku.

Meski Wiku tak menyebut gamblang nama Hadi Pranoto, dia menyatakan, obat yang sempat digembar-gemborkan dalam media sosial seorang publik figur tidak boleh sembarang main klaim kemanjurannya.

"Tidak bisa asal mengklaim bahwa obat tersebut merupakan obat covid-19 tanpa diuji terlebih dahulu. Tanpa diuji klinis, sebuah obat belum terbukti apakah berhasil menyembuhkan pasien covid-19 atau tidak," jelas Wiku.

Wiku mengingatkan, jika tidak ada uji ketat, maka belum diketahui efek sampingnya bagi pasien. Oleh karena itu, semua hal yang diklaim Hadi Pranoto sepatutnya wajib dipertanggungjawabkan.

"Tiap obat harus melewati uji klinis dan izin peredaran yang benar. Tidak bisa sembarangan tanpa izin edar, karena ini adalah urusan nyawa manusia," Wiku menandasi.

 

6 dari 6 halaman

Minta Peneliti dan Publik Figur Hati-Hati Sampaikan Info

Terakhir, Wiku mengingatkan para peneliti dan publik figur agar berhati-hati dalam menyampaikan berita kepada masyarakat.

Menurut Wiku, jangan sampai masyarakat yang sedang panik mencari jalan keluar soal obat atau vaksin Covid-19, kemudian memahami sesuatu secara tak utuh dan tak benar.

"Obat yang saat ini sedang ramai diperbincangkan sampai saat ini tidak jelas apakah termasuk obat herbal terstandar atau fitofarmaka, atau hanya sebuah jamu," ujar Wiku.

Meski Wiku tak memperjelas apakah obat dimaksud adalah yang disampaikan Hadi Pranoto, namun dia menekankan, obat yang sedang ramai diperbincangkan publik sampai sekarang bukanlah fitofarmaka karena tidak terdaftar di pemerintah.

"Produk ini juga bukan obat herbal terstandar karena tidak ada di dalam daftarnya. seluruh daftar fitofarmaka dan obat herbal terstandar dapat diakses oleh masyarakat dengan terbuka," ucap dia.

Oleh karena itu, Wiku berharap masyarakat Indonesia dapat percaya kepada pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum mengonsumsi sesuatu yang dianggap obat sebagai tolak ukur klinis. Termasuk soal obat atau vaksin Covid-19 ini.

"Cek BPOM juga dengan Kementerian Kesehatan, percayalah kepada pemerintah," tutup dia.