Sukses

Manajemen Tertutup Tommy Soeharto dan Priyo Pemicu Perpecahan di Partai Berkarya?

Sekretaris Jenderal Partai Berkarya versi munaslub, Badaruddin Andi Picunang, menceritakan awal mula konflik di internal partai bentukan Tommy Soeharto itu.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Berkarya versi munaslub, Badaruddin Andi Picunang, menceritakan awal mula konflik di internal partai bentukan Tommy Soeharto itu.

Badaruddin yang berada di kubu oposisi Tommy, mengatakan pihaknya menggelar munaslub dan menunjuk Muchdi PR sebagai ketua umum sebagai upaya memperbaiki partai.

Menurut dia, manajemen kepartaian yang diterapkan Tommy Soeharto sebagai Ketua Umum Partai Berkarya dan Priyo Budi Santoso sebagai sekjen, tertutup.

"Manajemen kepartaian harus terbuka, selama ini kan tertutup," kata Badaruddin saat dihubungi Merdek, Kamis (6/8/2020).

Dia mengatakan, dalam dua tahun terakhir Partai Berkarya tidak menjalankan agenda kepartaian. Oleh karena itu, 2/3 pengurus Partai Berkarya di daerah mendesak munaslub hingga terbentuk melalui Presidium Penyelamat Partai Berkarya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Buat Kader di Daerah Bingung

Badaruddin secara khusus mengkritik Priyo selaku sekjen. Dia menilai Priyo tidak profesional mengelola partai.

Ketika Pemilu 2019, Priyo dinilai lebih fokus mengurus pemenangan Prabowo-Sandi ketimbang pertarungan pileg. Setelah pemilu selesai, tidak ada proses evaluasi.

"Semua daerah bingung apalagi di pusat. Jadi pengelolaan partai secara tertutup gitu, hanya beliau pak Priyo laporan sekali sebulan dengan Pak Tommy selaku ketum," kata Badaruddin yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua DPP Berkarya.

Badaruddin mengatakan, sudah beberapa kali memberikan masukan kepada Tommy dan Priyo mengenai masalah tersebut. Namun, tidak ada tindak lanjut dari kedua belah pihak. Maka itu, jalan keluar penyelamatan partai adalah dengan munaslub.

"Beberapa kali kita memberi masukan tertulis maupun lisan ke ketum saat itu pak Tommy tapi tidak menindaklanjuti," kata Badaruddin.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka