Sukses

Satgas Covid-19: Sekolah di Daerah Tidak Aman Wajib Tutup Kembali

Wiku menegaskan bahwa Pemda wajib menutup kembali sekolah yang terindikasi tidak aman atau risiko penularan virusnya meningkat.

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta pemerintah daerah (Pemda) melakukan monitoring dan evaluasi kepada sekolah-sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka di masa pandemi virus corona.

Dia menegaskan bahwa Pemda wajib menutup kembali sekolah yang terindikasi tidak aman atau risiko penularan virusnya meningkat.

"Jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman, atau tingkat risiko daerah berubah jadi lebih tinggi, maka pemda wajib menutup kembali satuan pendidikan tersebut," jelas Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (11/8/2020).

Sejauh ini, pemerintah hanya memperbolehkan pembelajaran tatap muka dilakukan di sekolah zona hijau dan kuning. Sementara, sekolah di zona merah dan oranye yang memiliki risiko tinggi penularan Covid-19 diminta tetap melakukan pembelajaran jarak jauh lewat daring atau online.

Meski begitu, Wiku menekankan bahwa pembelajaran tatap muka di zona hijau dan kuning harus mendapat persetujuan dari pemda atau kantor wilayah, kepala sekolah, komite sekolah, dan orang tua siswa. Dia juga mengatakan bahwa pembelajaran tatap muka di sekolah tidak bersifat wajib.

"Jika orang tua tidak atau belum setuju maka peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksakan," katanya.

Selain itu, dia mengingatkan sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka juga harus menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Salah satunya, mengurangi kapasitas peserta didik di dalam kelas

"Pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap dengan syarat 30-50 persen dari standar peserta didik per kelas," tutur Wiku

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Belajar tatap Muka di Daerah Tertinggal

Menurut Wiku, pembelajaran tatap muka sebaiknya diprioritaskan di sekolah-sekolah daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Hal ini mengingat sulitnya dilakukan pembelajaran jarak jauh di daerah tersebut karena minimnya akses internet.

"Banyak satuan pendidikan di daerah 3T yang sangat kesulitan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh karena minimnya akses digital. Untuk itu, imbauan untuk melakukan simulasi dan monitoring bagi daerah yang akan memperbolehkan tatap muka perlu dilakukan dengan baik," ujar Wiku.