Liputan6.com, Jakarta Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan semangat kolaborasi dan elaborasi yang menjadi jargon dunia saat ini, bukan berarti menegasikan semangat kompetisi. Para mahasiswa dan kalangan muda Indonesia tetap harus bersiap diri menghadapi kompetisi global yang semakin ketat, sekaligus harus siap berkolaborasi dan mengelaborasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan pihak yang tak disukai.
"Karena ketatnya persaingan dibidang teknologi informasi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahkan sampai mengeluarkan executive order melarang platform aplikasi milik China, Tik Tok dan Wechat, beroperasi di Amerika Serikat. Presiden Trump menggunakan alasan keamanan nasional sebagai dalih larangan. Padahal sebagaimana ramai diberitakan, pelarangan tersebut agar Whatsapp dan juga facebook yang notabene perusahaan milik Amerika Serikat tak kalah saing," ujar Bamsoet saat mengisi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, kepada para mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (11/8/20).
Baca Juga
AFS Global STEM Innovators 2024, Wujudkan Generasi Muda Indonesia yang Berwawasan Global dan Peduli Lingkungan
Timnas MLBB Women Raih Medali Emas, Indonesia Rebut Gelar Juara Umum di WEC 2024!
Generasi Muda Indonesia Dukung Percepatan Transisi Energi di COP 29 Lewat Aksi Kolaboratif Desa Bumi dan SRE
Turut hadir antara lain Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Ketua Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Wulan Sari Aliyatus Sholikhah, dan Ketua Dewan Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Zulhilmi Amrullah.
Advertisement
Mantan Ketua DPR RI ini memaparkan, pelarangan Tik Tok di Amerika Serikat bukan tanpa sebab. Menurut data Statista, per 30 Juni 2020 saja, pengguna Tik Tok di Amerika Serikat sudah mencapai 45,6 juta pengguna. Presiden Trump sebelumnya juga sudah menegaskan, agar Tik Tok dan We Chat bisa beroperasi di Amerika Serikat, mereka harus menjual kedua aplikasi tersebut kepada perusahaan milik Amerika Serikat. Menandakan bahwa kompetisi dan kolaborasi itu nyata, seperti dua sisi dalam keping mata uang logam. Bahkan sampai mengharuskan presiden dari negara super power turun tangan.
Bidang Ekonomi dan Pertahanan
"Jauh sebelumnya, sejak 2009 pemerintah China juga sudah terlebih dahulu melarang berbagai platform aplikasi asal Amerika Serikat, seperti facebook, Google, Twitter, hingga instagram. Dikenal dengan Great Firewall, tak ubahnya seperti Great Wall (Tembok Besar China) dalam menghalau berbagai musuhnya di masa lalu. Jika dari platform aplikasi saja, Amerika dan China sudah bersaing secara ketat, apalagi bidang militer dan ekonomi," papar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menegaskan, tatkala Amerika Serikat dan China saling berseteru menjadi pioneer di berbagai platform aplikasi, Indonesia tak boleh sekadar menjadi penonton ataupun konsumen. Memiliki bonus demografi yang luar biasa, dengan jumlah pemuda rentang usia 16-30 tahun diperkirakan mencapai lebih dari 64 juta jiwa, seharusnya menjadi modal sosial yang kuat bagi Indonesia untuk mengambil peran dalam percaturan ekonomi dan politik dunia.
"Mark Zuckerberg meluncurkan facebook pada usia 20 tahun. Larry Page dan Sergey Brin mengenalkan Google saat berusia 25 tahun. Sementara Zhang Yiming yang berusia 35 tahun, adalah tokoh penting dibalik berdirinya perusahaan ByteDance sebagai induk aplikasi Tik Tok. Setelah Nadiem Makarim yang memperkenalkan platform Go-Jek pada usia 27 tahun, dunia masih menunggu lahirnya pemuda lain asal Indonesia yang mampu mengguncang dunia melalui berbagai karya," pungkas Bamsoet.
(*)
Advertisement