Liputan6.com, Jakarta - Hingga saat ini, pemerintah belum juga meresmikan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau RUU Ciptaker.
Pengamat Ekonomi Politik Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai, keberadaan Omnibus Law RUU Ciptaker akan memperluas lapangan kerja baru bagi masyarakat.
Yose menyebut, kebijakan ketenagakerjaan selama ini terlalu rekstriktif. Oleh karena itu, kata dia, RUU Ciptaker akan mengurai aturan yang selama ini membatasi pembukaan lapangan pekerjaan.
Advertisement
"Harusnya kan ini melindungi tenaga kerja tetapi malah kebalikannya, ini mungkin melindungi tenaga kerja yang sudah bekerja, tapi dia membuat dunia usaha tidak mau atau menjadi sungkan untuk merekrut tenaga kerja baru," kata Yose, melalui keterangan tertulis, Rabu (19/8/2020).
Yose mengatakan, sektor padat karya terus mengalami penurunan perannya di dalam perekonomian Indonesia.
Sebelum krisis 1998, kata dia, setiap tahun sektor manufaktur menghasilkan lapangan pekerjaan lebih dari 250 ribu pekerjaan.
Sementara sejak 2000 sampai 2012, sektor manufaktur hanya bisa menghasilkan lapangan pekerjaan di bawah 50 ribu per tahun. Setelah 2012, sektor manufaktur bisa menghasilkan hingga 150 ribu per tahun.
"Ini artinya perekonomian kita tumbuh dengan pesat tetapi kurang menghasilkan lapangan pekerjaan," ucap Yose.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tujuan Omnibus Law RUU Ciptaker
Yose menyebut, tujuan dari pembuatan RUU Ciptaker adalah untuk memperbaiki iklim usaha dan iklim investasi di Indonesia.
Menurut dia, akumulasi modal atau investasi di Indonesia masih di bawah negara lain di Asia Tenggara.
"Kemudian kita juga melihat bahwa produktivitas di Indonesia ini ini cenderung rendah ya. Kenapa rendah? karena cost of doing business itu tinggi, biaya untuk menjalani usaha itu tinggi," kata Yose.
"Ini macam-macam sumbernya. Makanya kemudian sumbernya dari cost of doing business itu diperbaiki oleh RUU Cipta Kerja ini," tegas dia.
Selain itu, Yose menegaskan, RUU Ciptaker juga memperbaiki permasalahan regulasi yang tumpang tindih, perizinan investasi, serta peraturan di tingkatan daerah yang tidak baik untuk investasi.
Advertisement